Ibu Rina yang disayang Allah...
Sungguh terharu hati saya membaca email anda tentang Mas Bintang yang sukses bersekolah selama 3 hari ini. Allah sungguh Maha Baik kan ?.
Saya juga mau sharing cerita tentang anak saya Nanda, bukan untuk dijadikan perbandingan, tetapi dengan tujuan memperkaya wacana teman-teman, yang mungkin juga mempunyai permasalahan yang sama dengan kita ya Bu.
Setelah menunggu hampir 8 tahun, dengan 6 kali keguguran, berkeliling dari satu dokter ke dokter lain, di uji coba puluhan kali, berobat puluhan bulan, Allah pun menganugerahi saya seorang Nanda.
Nanda tumbuh seperti layaknya bayi-bayi lain. Terus berkembang normal seperti batita lain. Sampai akhirnya di tahun ke 4 kehidupannya, Nanda menunjukkan perilaku yang tidak biasa. Setiap kali saya memanggilnya, saya harus mengulang 4 sampai 5 kali, baru Nanda merespon panggilan saya.
Almarhumah Ibu saya, mengusulkan, agar Nanda dibawa ke seorang psikolog, karena mungkin Nanda lagi "marah" sama saya (soalnya saya penuh disiplin), Nanda ga suka, jadi dia males nengok kalau saya panggil. Setelah di observasi di Lembaga Psikologi Terapan UI, mereka berkesimpulan bahwa Nanda oke-oke aja, tidak menunjukkan hal-hal yang mengarah kepada perilaku "pembangkangan" atau "sakit hati" kepada saya. Dari sana pula saya diusulkan untuk datang kepada dokter THT, untuk memeriksakan pendengaran Nanda.
Dari berbagai macam pemeriksaan (tentu saja 8 tahun yang lalu peralatannya tidak secanggih sekarang ini), maka di dapat kesimpulan bahwa Nanda-ku mengalami "penurunan pendengaran". Sebab-sebabnya, kemungkinan 2 hal, Nanda pernah jatuh dan terantuk bagian kepalanya (kebetulan terguncang rumah keong di dalam kepalanya), atau Nanda tidak tahan terhadap obat-obatan terutama antibiotik, yang selama ini diberikan kepadanya, kalau Nanda flu.
O M G (yang ini bukan film lho), saya sungguh terpukul, saya kaget, saya bingung, saya heran, berjuta kali bertanya pada rumput yang bergoyang, pada angin yang berlalu, salah apa ya saya ?. Disaat yang sama saya sedang kehabisan napas karena kehilangan beruntut dari kehilangan suami, dua bulan kemudian kehilangan ayah plus 3 buln kemudian anak semata wayang pun mengalami masalah.
Ada beberapa wejangan alm. Ibuku, yang selalu saya ingat sampai sekarang.
"Babe, kamu kan setengah mati kepengen punya anak, Allah pun mengabulkan permohonan kamu. Yang terjadi sekarang adalah, suatu peristiwa dimana Allah ingin melihat seberapa sih kebisaan kamu jadi orang tua, seberapa besar nawaitu mu menjadi seorang Ibu. Samakah banyaknya tekad kamu antara ingin punya anak, dan setelah diberi anak. Airmata mu tidak bisa menyembuhkan Nanda. Hanya usaha mu yang sebesar-besarnya yang bisa membantu hidupnya. Dan perlu sangat diingat, antara kamu dan Nanda, yang paling banyak menderita adalah Nanda. Jadi kalau pada kalau kamu menjadi lemah begitu, bagaimana dengan Nanda ?. Kalau kamu merasa dunia mu gelap gulita, sunyi senyap, bagaimana dengan Nanda ?. Kalau kamu tidak percaya diri, bagaimana dengan Nanda ? Kalau kamu tidak bisa menatap mata ke depan, bagaimana dengan Nanda ?. Jadi stop mengirimkan komplain sama Allah, stop mencari siapa yang salah, stop merasa bersalah, hapus airmatamu. Yang penting sekarang adalah bagaimana membawa Nanda menghadapi hidupnya, yang tidak akan sama dengan anak-anak lainnya."
Jadi, saya sepakat dengan Ibu, bahwa kita sebagai orang yang "lebih tua" dari anak-anak kita, harusnya lebih "tabah" dan "tawakal" (maaf, saya kurang nyaman memakai kata "kuat", kok rasanya menantang Allah, nanti dicoba terus kekuatan kita). Dan memang benar kalau di lihat secara jujur, bahwa beban Mas Bintang luar biasa berat. Coba ya, di beri fisik yang tidak sama dengan anak-anak lain, ditinggal ayah, harus menghadapi tatapan teman2 yang agak-agak "aneh", dan nanti akan terus datang masalah sejalan dengan bertambahnya umur dan tingkatan sekolah (kita tahu bersama betapa kompleksnya materi pelajaran saat ini). Sementara kita di umur yang sama, diberi fisik sempurna, orang tua lengkap yang selalu "standby" untuk kita dengan cinta yang luar biasa, teman dan sahabat ratusan jumlahnya dan hampir ga pernah melecehkan kita, apalagi kalo kita termasuk anak pinter and "onboard", wah berlomba-lomba deh teman pengen deket sama kita. Ternyata memang benar anak-anak kita jauh lebih "menderita" dari kita dan di sisi lain, ternyata mereka jauh "lebih tabah" dari kita. Coba lihat Mas Bintang tuh, dengan kepala tegak masuk ke dalam sekolah.
Ada satu rumusan yang diberikan oleh guru spiritual saya agar kita "sukses" membawa anak-anak "dengan kebutuhan khusus" ini. Jangan pernah "mengasihani" diri sendiri (self-pitty) dan jangan "under estimate" dengan kemampuan anak-anak kita. Karena self-pitty akan melemahkan "fight spirit" kita dan meragukan kemampuan anak-anak itu, akan mematikan "self confidence" mereka.
Ibu Rina,
Ibu termasuk sedikit dari perempuan-perempuan pilihan Allah. Saya yakin cerita hidup anda akan menjadi inspirasi Ibu-Ibu yang lain. Doa saya untuk anda dan Mas Bintang. Semoga anda bisa membawanya menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat. Amien.
Salam sayang,
Baby Camelia
ps :
Saya punya sebuah tulisan yang saya buat karena permintaan dari sebuah komunitas homeschooling. Cerita tentang bagaimana Nanda berjuang untuk menjalani kehidupan akademiknya, sampai sekarang di berada di kelas VII. Bullying apa saja yang Nanda terima selama ini. Kejutan-kejutan yang saya temukan. Kesalahan-kesalahan yang telah saya buat, sebagai seorang Ibu dari anak "dengan kebutuhan khusus". Kalau memang anda perlukan, akan saya kirimkan kepada anda.
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar