Dari tadi pagi gue udah becanda terus, en kayaknya sekarang waktunya
buat serius nih.
Kalau menurut aku, tiap anak pasti pernah mengalami luka batin, baik
sedikit atau parah, baik dari keluarga utuh maupun tidak. Nggak ada
jaminan bahwa anak dari keluarga utuh, tidak mengalami luka batin.
Bener kata Alvi en Mbak Indi, bahwa untuk ngobatin luka batin anak,
orang tuanya harus sembuh dulu. Harus ikhlas dalam segala hal (tuh si
'ikhlas' disebut lagi) dan tidak duduk di kursi masa lalu. (aku jadi
inget sesi di rumahnya mbak Reggy nih).
Anak-anakku sendiri didampingin psikolog yang dateng kerumah tiap dua
minggu. Banyak banget manfaatnya bua mereka dan aku juga. Psikolog
tersebut sifatnya hanya sebagai 'jembatan' yang membuat kita memahami
anak tapi 'dokter' yang mujarab buat anak adalah orang-tuanya. Percuma,
psikolognya berjam-jam terapi si anak, tapi ibu atau bapaknya masih
nangis-nangis darah.
Ada dua hal aku dapetin dari sesi dengan psikolog anak-anakku yang
diterapkan di anak-anak. Pertama, tahap supaya anak-anak bisa menerima
keadaan bahwa orang-tuanya tidak bersama lagi. Kedua, tahap supaya
anak-anak tetep punya pribadi yang utuh terlepas gimana kondisi orang
tuanya.
Untuk sharing aja, anak-anakku udah di tahap ke dua. Mereka tidak lagi
mengharapkan mama dan papanya serumah lagi kayak dulu. Mereka sekarang
malah lebih kritis untuk menilai situasi, menilai perilaku mama dan
papanya dan udah bisa bedain mana yang ok buat mereka dan mana yang
nggak. Pe-erku jadi makin nggak gampang karena aku jadi musti
bener-bener jaga kelakuan.
Anak punya perkembangan yang bertahap sesuai usia mereka. Bener nggak,
ibu-ibu dan bapak-bapak yang udah punya anak dewasa? Jadi terapinya akan
disesuaikan dengan usia anak.
Cheers,
Novita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar