Jumat, 28 Maret 2008

Fw: Bahaya Lipstik

Alvi...
Ternyata bener lho yg kamu bilang kemarin.

Salam..

Ternyata merek-merek lipstik terkenal justru adalah merek-merek yang
memproduksi lipstik berbahaya yang bisa menyebabkan penyakit kanker yang
selama ini tidak diketahui penyebabnya.

Lipstik-lipstik ini kebanyakan mengandung 'LEAD' suatu bahan logam yang
berguna untuk menjaga agar lipstik di
bibir tahan pengoksidaan udara (oxidation) atau tahan air (waterproof).

Seperti yang kita ketahui di dunia kedokteran, 'LEAD' adalah bahan logam
yang menyebabkan penyakit maut : kanker!!!
Baru-baru ini produk lipstik bermerek 'Red Earth' menurunkan harga jual
mereka dari HK$67 ke HK$9.9......
Lipstik itu ketahuan konsumen disana bahwasanya mengandung 'Lead'.

Merek-merek berikut yang masih menggunakan 'Lead' sebagai bahan
primadonanya (tentu saja tidak akan disebutkan bahwa lipstik berikut ini
mengandung 'Lead' di label masing-masing, duch!!! Kalau pencuri ngaku
penjara penuh!!!)

1. Christian Dior
2. LANCOME
3. CLINIQUE
4. Y.S.L
5. ESTEE LAUDER
6. SHISEIDO
7. RED EARTH (Lip Gloss)
8. CHANEL (Lip Conditioner)
9. Market America-Motives Lipstik
10. Maybelline

Semakin tinggi kandungan 'Lead', semakin besar pula resiko terkena
penyakit kanker jenis apa saja.

Setelah dilakukan pengetesan, ternyata lipstik Y.S.L. mengandung 'Lead'
yang paling tinggi.

Lipstik ini ternyata diketahui memiliki daya tahan paling lama di bibir.
Lipstik bertahan lama di bibir karena pengaruh bahan logam 'Lead'. Bukan
saja berbahaya bagi pemakainya, namun juga makanan yang kita makan,
udara yang kita hirup, dan air yang kita telan, paling tidak telah
melewati zat ataupun gas ammonia yang dikeluarkan oleh 'Lead' tersebut.

Nah berikut ini bisa dilakukan tes sederhana untuk mengetahui lipstik
anda mengandung 'Lead' atau tidak, kalau dari test kecil ini saja sudah
kelihatan, berarti lipstik anda benar2 sudah parah banget!!!

1. Goreskan lipstick beberapa kali ke tangan
2. Gunakan cincin EMAS minimal 18 karat lalu sapukan ke goresan lipstik
tersebut.
3. Kalau warna lipstik tersebut berganti menjadi kehitam hitaman atau
kusam, maka ketahuan bahwa lipstik anda mengandung bahan logam 'Lead'
yang sudah overdosis

Kirimkan pesan ini ke teman-teman wanita anda...

Kamis, 27 Maret 2008

Isu-Isu hukum mengenai Singleparent - 2. Penegakan Hukum atas Pemberian Nafkah bagi Anak setelah Perceraian

Seperti banyak yang telah di share selama ini, baik dalam pertemuan atau
sesi sharing kita, maupun lewat milis. Banyak di antara member yang
telah bercerai. Akan tetapi walaupun sudah ada keputusan pengadilan
tentang pemberian nafkah si anak.

Masalah utamanya adalah :
ada banyak dari kita yang mengalami bahwa pemberian nafkahnya tidak
berjalan dengan baik/lancar dan tidak pasti setelah perceraian.

Beberapa solusi yang bisa dilakukan dalam hal ini yang mengenai nafkah
anak :

1. Bisa dilakukan sita harta
Bila bapak tidak beritikad baik untuk memenuhi kewajibannya.

2. Bisa All-In.
Alias, bisa di bayarkan di muka, semua kebutuhan anak hingga dewasa.

3. Bila lewat pihak ketiga.
Ada badan lain atau pihak ketiga yang melakukan intermediasi. Alias
bapak membayarkan ke badan ini. Badan ini yang bisa memaksa si bapak
membayar bila lalai. Dan pihak ini yang memberikan ke wali anak.


Bagaimana, ada pendapat lain..??


salam,

cahyo

Isu-Isu hukum mengenai Singleparent - 1. Pengakuan Anak.

Ada masukan2 berharga mengenai hak-hak atau perjuangan hukum yang bisa
dilakukan oleh kita ?

Dibawah ini saya copy paste email saya ttg hal ini yg pernah di posting
di milis.

Pengakuan anak sangat di dasari untuk pemenuhan kebutuhan anak
sepenuhnya. Yaitu hak untuk di beri nafkah, menjadi wali anak dan
pewarisan harta. Apalagi di jaman yang hdimana harga kebutuhan hidup dan
biaya pendidikan semakin tidak terjangkau, maka pengakuan anak sangat -
sangat dibutuhkan untuk saat ini. Apalagi tingkat kehamilan di luar
nikah yang semakin banyak terjadi.

Beberapa masalah utama yang mengenai pengakuan anak :

1. Dibutuhkannya persetujuan ibu.
Padahal disini yang penting kebutuhan anak. Ibu bisa saja menolak
menyetujuinya, padahal mungkin hanya di dasari oleh sakit hati. Bukan
atas dasar masa depan anak. Diharapkan pengakuan anak dapat di permudah.
Ini dengan harapan, lebih banyak yang mengakui anak lebih baik, daripada
tidak ada yang mengakui. Yang penting semakin terpenuhi kebutuhannya
semakin baik.

2. Test Darah
Test darah (DNA) seharusnya bisa dapat menjadi dasar utama penentuan
pengakuan anak.

3. Bila ada banyak pengakuan.
perlu juga di beri cara agar ada cara yang bisa memastikan siapa orang
tua si anak, mungkin nanti melalui test DNA tsb.

4. Bapak si anak bisa dipaksa mengakui sang anak.
Secara hukum seharusnya si bapak harus bisa mengakui sang anak.

5. Surat pernyataaan dari yang bersangkutan bahwa tidak terikat
perkawinan dan anak yang diakui adalah anak mereka.
syarat pengakuan ini sama sekali tidak mungkin di laksanakan. Banyak
kasus yang terjadi dimana si bapak, sedang terikat dalam perkawinan
(perbuatan hasil selingkuh).


Bagaimana, ada pendapat lain..??


salam,

cahyo


================================================================


Kewajiban yang Harus Dilakukan

Kewajiban seorang bapak ini berkaitan dengan hubungan perdata yang sudah
terjalin setelah ada Pengakuan Anak, yakni:

* memberi nafkah kepada anak yang diakui
* menjadi wali dari anak yang diakui, saat dibutuhkan
* mewariskan hartanya kepada anak yang diakuinya

Rabu, 26 Maret 2008

Fw: [kehamilan] FW: Rumah Bersalin Gratis di Pulogadung

fyi...


From: ex55-



----- Forwarded Message ----
From: "evi.

----- Forwarded by Evi

AYOO galakkan zakat!

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.03.15.09171185&channel=1&mn=23&idx=97

Rumah Bersalin Gratis di Pulogadung
Sabtu, 15 Maret 2008 | 09:17 WIB

PULOGADUNG, SABTU - Untuk membantu masyarakat duafa atau
miskin yang memerlukan layanan persalinan, Rumah Zakat
Indonesia (RZI) membuka Rumah Bersalin Gratis (RBG). Di
tempat ini, pasien tidak dibebani biaya sepeser pun.

Untuk bisa mendapatkan layanan persalinan gratis,
syaratnya mengisi formulir permohonan menjadi anggota RBG
di Jalan Taruna 43, Pulogadung, Jakarta Timur. RBG ini
sudah berjalan kurang lebih 1,5 tahun dan sudah 150 bayi
lahir di tempat ini.

Fasilitas gratis dari layanan RBG untuk pasien mencakup
pemeriksaan kehamilan, persalinan normal, memberikan
rujukan bagi persalinan pathology. Lalu pemeriksaan
pascapersalinan, imuninasi, serta layanan KB. "Kami juga
memberikan layanan gratis untuk konsultasi kesehatan ibu
dan anak, khitanan anak, pemeriksaan dan pengobatan umum,
dan pengantaran pasien dengan layanan ambulan," ucap Jaya
Saputra, Manajer RBG, ditemui Jumat (14/3) siang.

Pasien bersalin yang datang ke RBG mayoritas dari
masyarakat miskin yang tinggal di sekitar lokasi RBG dan
banyak juga yang datang dari Jabodetabek. Umumnya para
pasien merasa terbantu dan layanan itu sangat meringankan
beban mereka.

Salah satu pasien bersalin di RBG, yakni Dian Anggraeni
(27), warga Gang E-1 RT 05/09 Rawabadak Utara, Koja,
Jakarta Utara. "Saya tahu tempat ini dari salah seorang
kader imunisasi di kelurahan saya," tutur ibu tiga anak
ini.

Dikatakan Dian, anak ketiganya, Yulia (9 bulan),
dilahirkan di RBG Pulogadung. Menurut Dian, yang
membedakan RBG dengan rumah bersalin di tiap-tiap
kelurahan, menyangkut soal pelayanan. "Pelayanannya beda,

petugasnya ramah-ramah, dan pasien benar-benar
diperhatikan," tutur Dian yang suaminya kini sedang
menganggur.

Jumat siang itu Dian datang ke RBG untuk berobat, yang
merupakan bagian kelanjutan fasilitas RBG yang didapat
pasien. "Bahkan ongkos taksi dibayarin loh Mas...pokoknya
sampai lima tahun ini kami mendapatkan bantuan biaya untuk
perkembangan anak," tuturnya.

Komentar senada dilontarkan Maisaroh (26). Ditemani
ibunya, Sarkinah, Jumat siang itu mereka datang untuk
memeriksakan kesehatan bayinya yang berusia 2,5 bulan.
"Kami ini orang susah Mas. Kami tahu tempat ini dari nenek
saya yang kebetulan tinggal di sekitar sini," ucap
Maisaroh lirih.

Ibu dua anak yang tinggal di Gang Penjahit RT 14/04
Pulogebang, Cakung itu merasakan manfaat yang luar biasa
dari layanan RBG ini. "Harga obat di sini murah sekali
Mas, bedanya sampai 25 persen dibanding harga obat di toko
lain," kata Maisaroh yang bersuamikan pedagang minyak
wangi.

Dikatakan Jaya Saputra, pihak RBG-RZI, tidak langsung
menerima pasien begitu saja. Setelah pasien dinyatakan
sudah melengkapi semua persyaratan, pihak RBG kemudian
mengecek keberadaan rumah pasien yang bersangkutan.

"Sebab kehadiran RBG di sini untuk meringankan beban serta
menarik minat masyarakat yang kurang mampu terhadap
pentingnya pemeliharaan kesehatan kehamilan, persalinan,
dan pasca persalinan, termasuk perencanaan keluarga,"
papar Jaya.

Selain itu jika pasien ibu hamil yang sudah memiliki kartu
keanggotaan RBG ternyata mengalami kehamilan risiko
tinggi, maka persalinan tidak dilakukan di RBG, tapi
dirujuk ke rumah sakit lain. Dua rumah sakit rujukan RBG,
yaitu RS Persahabatan dan RS Islam Cempakaputih.

Latar belakang didirikannya RBG di wilayah Pulogadung ini
melihat angka kematian ibu dan angka kematian bayi di
Indonesia masih tinggi. Pihak RZI mendapatkan dana untuk
layanan itu bersumber dari infaq sodakoh, sumbangan
masyarakat dan perusahaan. Salah satu perusahaan yang
bekerjasama dengan RZI, yaitu Lintasarta.

Meski masih sederhana, namun keberadaan RBG di Pulogadung
ini mendapat respon positif dari masyarakat, terutama kaum
miskin. Fasilitas ruangan di RBG Pulogadung seperti ruang
bidan, ruang konsultasi, ruang persalinan, dan ruang rawat
inap, dan depo obat atau apotik. (Warta Kota/ded)

Syarat untuk mendapatkan kartu anggota RBG

- Hasil cek dari bidan tentang kondisi ibu dan janin dalam
keadaan sehat. Sehat dalam arti pasien tidak ada indikasi
kehamilan risiko tinggi.
- Mendaftarkan diri sejak usia kehamilan maksimal tujuh
bulan.
- Mengisi formulir permohonan keanggotaan RBG dengan
melengkapi syarat adiministrasi yaitu :
1.Foto copy KTP wali (rangkap 3)
2.Foto copy KTP pasien (rangkap 3)
3.Foto copy kartu keluarga (rangkap 3)
4.Foto copy buku nikah (rangkap 3)
5.Pas foto pasien 4 x 6 (3 lembar)
6.Surat keterangan tidak mampu dari Kelurahan
7.Mengisi pernyataan komitmen hidup sehat dan Islami

8.Mengisi pernyataan kesungguhan suami
9.Mengisi pernyataan pengurus masjid setempat
- Hasil survei menyatakan pasien termasuk kedalam kategori
Mustahiq atau layak menerima bantuan

Waktu pelayanan :
- Layanan Dokter Umum, 6 hari kerja Senin - Sabtu,
pukul 08..00 s/d 16.00
- Layanan Kebidanan, 6 hari kerja Senin - Sabtu, pukul
08.00 s/d 16.00
- Layanan Persalinan, 7 hari kerja, diberikan selama 24
jam

Senin, 24 Maret 2008

PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN / LUAR NIKAH

Jadi sepertinya polemik antara anak yang sah dan anak yang tidak sah, adalah pada konsekuensinya terhadap hukum yang berhubungan antara orang tua dengan anaknya.
bukan dalam hak-hak sipil. Untuk hak-hak sipilnya, tetap bisa di dapat apabila, ibu bisa mendapatkan akta kelahiran (walaupun di luar nikah), terhadap si anak dari Dinas Kependudukan dan catatan Sipil setempat.
 
So, buat para singleparent, usahakan sebisa mungkin mendapatkan akta kelahiran anak.
Setelah itu semua bisa di dapat, untuk mendapatkan 3 hak anak di bawah, maka harus secepatnya di usahakan menjadikan status anak menjadi anak yang sah.
Bila tetap tidak memungkinkan karena berbagai sebab, maka usahakan mendapatkan pengakuan anak.
 
Thanks to LBH APIK for this great info....
 
salam,
 
Cahyo
 

 

 

Kewajiban yang Harus Dilakukan

Kewajiban seorang bapak ini berkaitan dengan hubungan perdata yang sudah terjalin setelah ada Pengakuan Anak, yakni:

  • memberi nafkah kepada anak yang diakui
  • menjadi wali dari anak yang diakui, saat dibutuhkan
  • mewariskan hartanya kepada anak yang diakuinya
 
 
 
 
Aslinya dari sini

b. Terhadap anak

Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni:

  • Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akte kelahirannyapun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya.

  • Ketidakjelasan status si anak di muka hukum, mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya.

  • Yang jelas merugikan adalah, anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya

 

 

 

 

 

Ini merupakan tulisan dari LBH Apik di : http://www.lbh-apik.or.id/fac-39.htm

 

 

PENGAKUAN ANAK
LUAR KAWIN

UU Perkawinan menyatakan bahwa anak yang lahir diluar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya, baik yang berkenaan dengan biaya kehidupan dan pendidikannya maupun warisan. Bagi mereka yang tunduk kepada hukum perdata, atas persetujuan ibu, seorang bapak dapat melakukan Pengakuan Anak.

1. Pengertian Pengakuan Anak

Pengakuan Anak merupakan pengakuan yang dilakukan oleh bapak atas anak yang lahir di luar perkawinan yang sah menurut hukum.

Pada dasarnya, pengakuan anak bisa dilakukan baik oleh ibu maupun bapak, tetapi karena berdasarkan UU No.1/1974 pasal 43 yang pada intinya menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan tidak mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya, maka untuk mendapatkan hubungan perdata yang baru, seorang ayah dapat melakukan Pengakuan Anak.

2. Harus Ada Persetujuan Ibu

Meski ada ketentuan yang memungkinkan seorang laki-laki atau bapak melakukan pengakuan anak, namun pengakuan itu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan ibu. Pasal 284 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu pengakuan terhadap anak luar kawin, selama hidup ibunya, tidak akan diterima jika si ibu tidak menyetujui. Pasal 278 KUH Pidanapun mengatur tentang ancaman pidana bagi orang yang mengakui anak luar kawin yang bukan anaknya.

3. Ketentuan yang mengatur tentang Pengakuan Anak Luar Kawin

Ketentuan mengenai pengakuan anak luar kawin diatur dalam KUH Perdata:

  • Pasal 280 menyatakan bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya.
  • KUHPerdata juga memungkinkan seorang bapak melakukan pengakuan anak pada saat atau setelah perkawinan dilangsungkan. Seperti yang ditetapkan dalam pasal 273, yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar kawin, --selain karena perzinahan atau dosa darah--, dianggap sebagai anak sah, apabila bapak dan ibunya itu kemudian menikah, dan sebelum perkawinan diselenggarakan, anak tersebut diakui oleh bapak ibunya.
  • Ketentuan lain mengenai pengakuan anak luar kawin diatur dalam pasal 281 sampai dengan 286

4. Kapan Pengakuan Anak Luar Kawin bisa Dilakukan ?

Pengakuan anak luar kawin bisa dilakukan bilamana anak luar kawin yang dimaksud adalah akibat adanya hubungan seorang laki-laki dan perempuan yang statusnya adalah:

  • Kedua pihak masih lajang (tidak dalam ikatan perkawinan yang sah)
  • Akibat adanya perkosaan
  • Kedua pihak sudah melakukan perkawinan, tetapi lalai mengakui anak luar kawinnya, maka atas surat pengesahan dari Presiden, pengakuan dapat dilakukan.

5. Pengakuan Anak yang Dilarang (Pasal 282 KUH Perdata):

  • Oleh anak yang belum dewasa, atau belum mencapai usia 19 tahun; (Catatan: Khusus bagi perempuan yang melakukan pengakuan, diperbolehkan meski ia belum mencapai usia 19 tahun)
  • Dilakukan dengan paksaan, bujuk rayu, tipu dan khilaf;
  • Ibu dari anak tersebut tidak menyetujui;
  • Terhadap anak yang dilahirkan akibat hubungan antara pihak yang masih terikat perkawinan (zinah) maupun anak sumbang kecuali mendapat dispensasi dari Presiden. (Anak sumbang adalah anak yang lahir dari hubungan antara dua orang yang dilarang menikah satu sama lain).

6. Kewajiban yang Harus Dilakukan

Kewajiban seorang bapak ini berkaitan dengan hubungan perdata yang sudah terjalin setelah ada Pengakuan Anak, yakni:

  • memberi nafkah kepada anak yang diakui
  • menjadi wali dari anak yang diakui, saat dibutuhkan
  • mewariskan hartanya kepada anak yang diakuinya

7. Besar Warisan Anak Yang diakui

Dengan adanya hubungan hukum perdata yang baru, maka anak luar kawin yang diakui berhak atas warisan dari ayahnya (pasal 282 KUH Perdata). Besarnya warisan yang diterima tergantung pada ahli waris yang lain. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

  • Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah (pasal 863 KUH Perdata)
  • Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst) atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Namun jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 (863 KUH Perdata)
  • Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah, maka mereka memperoleh seluruh warisan (865 KUH Perdata)

8. Bagaimana dengan Pengakuan terhadap Anak Yang Belum Lahir ?

Dimungkinkan pula pengakuan yang dilakukan terhadap anak yang belum lahir. Hal ini didasarkan pada ketentuan pasal 2 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan anak menghendakinya.

Dengan demikian, sebelum anak yang diakui tersebut lahir, maka bisa terjadi hubungan hukum kekeluargaan antara ayah dengan anak, sebagai akibat adanya pengakuan secara parental terhadap anak yang belum lahir tersebut. Biasanya pengakuan sebelum lahir ini diterapkan pada peristiwa khusus yang merupakan pengecualian untuk suatu kepentingan, misalnya dalam hal warisan.

 Akibat terpenting dari pengakuan anak sebelum lahir adalah seluruh hubungan hukum kekeluargaan serta semua akibat hukum yang berkaitan dengan itu berlaku pada saat anak tersebut dilahirkan.

9. Syarat-Syarat pembuatan akte pengakuan

  • Fotokopi KTP kedua orang tua
  • Kartu keluarga
  • Akte Kelahiran anak luar kawin
  • Surat pernyataaan dari yang bersangkutan bahwa tidak terikat perkawinan dan anak yang diakui adalah anak mereka.

10. Dalam bentuk apakah Pengakuan Anak itu ?

Pengakuan Anak dapat dituangkan antara lain dalam Akta Notaris atau pada Akta Kelahiran atau Akta yang dibuat oleh Pejabat Catatan Sipil (di luar pengadilan). Atau dimungkinkan pula dengan Akta Perkawinan sendiri.

Sekali lagi, Pengakuan Anak tidak dapat dilakukan
tanpa adanya persetujuan dari ibu yang bersangkutan.

Dampak Perkawinan Bawah Tangan bagi Perempuan

Dampak Perkawinan Bawah Tangan bagi Perempuan
http://www.solusihukum.com/artikel.php?id=20


Dampak Perkawinan Bawah Tangan bagi Perempuan

Meski masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, praktek

perkawinan bawah tangan hingga kini masih banyak terjadi. Padahal, perkawinan

bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi perempuan. Beberapa info berikut,

mungkin bermanfaat bagi anda.

1. Apakah perkawinan bawah tangan

itu?

Perkawinan bawah tangan atau yang dikenal dengan berbagai istilah lain seperti

‘kawin bawah tangan’, ‘kawin siri’ atau ‘nikah

sirri’, adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau

adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi

yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam).

2. Apakah Perkawinan Bawah Tangan

dikenal dalam sistem hukum Indonesia?

Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah ‘kawin bawah tangan’

dan semacamnya dan tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun,

secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan

dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku,

khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan pasal

2 ayat 2.

3. Akibat hukum perkawinan bawah

tangan

Meski secara agama atau adat istiadat dianggap sah, namun perkawinan yang dilakukan

di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan

hukum dan dianggap tidak sah dimata hukum.

4. Apakah dampak dari Perkawinan

Bawah Tangan?

a. Terhadap Istri

Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan

umumnya, baik secara hukum maupun sosial.

Secara hukum:

- Anda tidak dianggap sebagai istri sah;

- Anda tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia;


- Anda tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara

hukum perkawinan anda dianggap tidak pernah terjadi;

Secara sosial:

Anda akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah

tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan

(alias kumpul kebo) atau anda dianggap menjadi istri simpanan.

b. Terhadap anak

Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan

menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan

di mata hukum, yakni:

Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah.

Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga

ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal

42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akte kelahirannyapun

statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama

ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan

tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial

dan psikologis bagi si anak dan ibunya.

Ketidakjelasan status si anak di muka hukum, mengakibatkan

hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya

menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya.

Yang jelas merugikan adalah, anak tidak berhak atas biaya kehidupan

dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya

c. Terhadap laki-laki atau suami

Hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi

diri laki-laki atau suami yang menikah bawah tangan dengan seorang perempuan.

Yang terjadi justru menguntungkan dia, karena:

Suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya

yang di bawah tangan dianggap tidak sah dimata hukum

Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya memberikan

nafkah baik kepada istri maupun kepada anak-anaknya

Tidak dipusingkan dengan pembagian harta gono-gini, warisan

dan lain-lain

5. Apa yang dapat dilakukan bila

perkawinan bawah tangan sudah terjadi?

A. Bagi yang Beragama Islam

>> Mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah

Bagi yang beragama Islam, namun tak dapat membuktikan terjadinya

perkawinan dengan akte nikah, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah (penetapan/pengesahan

nikah) kepada Pengadilan Agama (Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7). Namun

Itsbat Nikah ini hanya dimungkinkan bila berkenaan dengan: a. dalam rangka penyelesaian

perceraian; b. hilangnya akta nikah; c. adanya keraguan tentang sah atau tidaknya

salah satu syarat perkawinan; d. perkawinan terjadi sebelum berlakunya UU No.

1 tahun 1974 tentang perkawinan; e. perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang

tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1/1974. Artinya, bila ada

salah satu dari kelima alasan diatas yang dapat dipergunakan, anda dapat segera

mengajukan permohonan Istbat Nikah ke Pengadilan Agama. Sebaliknya, akan sulit

bila tidak memenuhi salah satu alasan yang ditetapkan.

Tetapi untuk perkawinan bawah tangan, hanya dimungkinkan itsbat

nikah dengan alasan dalam rangka penyelesaian perceraian.

Sedangkan pengajuan itsbat nikah dengan alasan lain (bukan

dalam rangka perceraian) hanya dimungkinkan jika sebelumnya sudah memiliki Akta

Nikah dari pejabat berwenang.

Jangan lupa, bila anda telah memiliki Akte Nikah, anda harus

segera mengurus Akte Kelahiran anak-anak anda ke Kantor Catatan Sipil setempat

agar status anak anda pun sah di mata hukum. Jika pengurusan akte kelahiran

anak ini telah lewat 14 (empat belas) hari dari yang telah ditentukan, anda

terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pencatatan kelahiran anak kepada

pengadilan negeri setempat. Dengan demikian, status anak-anak anda dalam akte

kelahirannya bukan lagi anak luar kawin.

>> Melakukan perkawinan ulang

Perkawinan ulang dilakukan layaknya perkawinan menurut agama Islam. Namun, perkawinan

harus disertai dengan pencatatan perkawinan oleh pejabat yang berwenang pencatat

perkawinan (KUA). Pencatatan perkawinan ini penting agar ada kejelasan status

bagi perkawinan anda. Namun, status anak-anak yang lahir dalam perkawinan bawah

tangan akan tetap dianggap sebagai anak di luar kawin, karena perkawinan ulang

tidak berlaku surut terhadap status anak yang dilahirkan sebelum perkawinan

ulang dilangsungkan. Oleh karenanya, dalam akte kelahiran, anak yang lahir sebelum

perkawinan ulang tetap sebagai anak luar kawin, sebaliknya anak yang lahir setelah

perkawinan ulang statusnya sebagai anak sah yang lahir dalam perkawinan.


B. Bagi yang beragama non-Islam

» Perkawinan ulang dan pencatatan perkawinan

Perkawinan ulang dilakukan menurut ketentuan agama yang dianut. Penting untuk

diingat, bahwa usai perkawinan ulang, perkawinan harus dicatatkan di muka pejabat

yang berwenang. Dalam hal ini di Kantor Catatan Sipil. Jika Kantor Catatan Sipil

menolak menerima pencatatan itu, maka dapat digugat di PTUN (Peradilan Tata

Usaha Negara).


» Pengakuan anak

Jika dalam perkawinan telah lahir anak-anak, maka dapat diikuti dengan pengakuan

anak. Yakni pengakuan yang dilakukan oleh bapak atas anak yang lahir di luar

perkawinan yang sah menurut hukum. Pada dasarnya, pengakuan anak dapat dilakukan

baik oleh ibu maupun bapak. Namun, berdasarkan pasal 43 UU no 1 /1974 yang pada

intinya menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan tidak mempunyai

hubungan perdata dengan ayahnya, maka untuk mendapatkan hubungan perdata yang

baru, seorang ayah dapat melakukan Pengakuan Anak. Namun bagaimanapun, pengakuan

anak hanya dapat dilakukan dengan persetujuan ibu, sebagaimana diatur dalam

pasal 284 KUH Perdata.

» MESKI DIAKUI SECARA AGAMA MAUPUN ADAT ISTIADAT,

PERKAWINAN BAWAH TANGAN ANDA DIANGGAP TIDAK SAH OLEH NEGARA

» PERKAWINAN BAWAH TANGAN HANYA MENGUNTUNGKAN SUAMI/LAKI-LAKI

DAN AKAN MERUGIKAN ANDA DAN ANAK ANDA

[LBH-APIK]

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974)

Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019

Tentang: PERKAWINAN

Indeks: PERDATA. Perkawinan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan
hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang
berlaku bagi semua warga negara.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29
Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.

BAB I

DASAR PERKAWINAN

Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.

Pasal 2

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 3

(1). Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami.

(2). Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang
bersangkutan.

Pasal 4

(1). Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang,
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia
wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat
tinggalnya.

(2). Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin
kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;

c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1). Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka.

(2). Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak
mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang
perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

BAB II

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN

Pasal 6

(1). Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

(2). Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
(duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

(3). Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih
hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

(4). Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali,
orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam
garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan
dapat menyatakan kehendaknya.

(5). Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih
diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam
daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan
atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih
dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal
ini.

(6). Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini
berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pasal 7

(1). Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam
belas) tahun.

(2). Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

(3). Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang
tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku
juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan
tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Pasal 8

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;

b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya;

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak
tiri;

d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan dan bibi/paman susuan;

e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku, dilarang kawin.

Pasal 9

Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat
kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan
Pasal 4 Undang-undang ini.

Pasal 10

Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang
lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak
boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
lain.

Pasal 11

(1). Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu.

(2). Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.

Pasal 12

Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.

BAB III

PENCEGAHAN PERKAWINAN

Pasal l3

Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 14

(1). Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu
dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.

(2). Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut
nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya,
yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat
(1) pasal ini.

Pasal 15

Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu
dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat
mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3
ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

Pasal 16

(1). Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya
perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.

(2). Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1)
pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

(1). Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum
dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada
pegawai pencatat perkawinan.

(2). Kepada calon-calon mempelai diberi tahukan mengenai permohonan
pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai
pencatat perkawinan.

Pasal 18

Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau
dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang
mencegah.

Pasal 19

Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.

Pasal 20

Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau
membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran
dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan
Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.

Pasal 21

(1). Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap
perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan
menolak melangsungkan perkawinan.

(2). Didalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin
melangsungkan perkawinan. oleh pegawai pencatat perkawinan akan
diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan tersebut disertai
dengan alasan-alasan penolakannya.

(3). Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan
kepada pengadilan didalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang
mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan
menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut diatas.

(4). Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan
memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut
ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.

(5). Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang
mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin
dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka.

BAB IV

BATALNYA PERKAWINAN

Pasal 22

Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 23

Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau
isteri;

b. Suami atau isteri;

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini
dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung
terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

Pasal 24

Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu
dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat
mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi
ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

Pasal 25

Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah
hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami
isteri, suami atau isteri.

Pasal 26

(1). Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan
yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan
tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya
oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau
isteri, jaksa dan suami atau isteri.

(2). Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan
dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama
sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang
dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan
harus diperbaharui supaya sah.

Pasal 27

(1). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang
melanggar hukum.

(2). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah
sangka mengenai diri suami atau isteri.

(3). Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu
menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu
masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya
untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Pasal 28

(1). Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat
berlangsungnya perkawinan.

(2). Keputusan tidak berlaku surut terhadap :

a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;

b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali
terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas
adanya perkawinan lain yang lebih dahulu;

c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang
mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang
pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB V

PERJANJIAN PERKAWINAN

Pasal 29

(1). Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan
oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga
terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

(2). Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar
batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

(3). Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.

(4). Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat
dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk
merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

Pasal 30

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31

(1). Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.

(2). Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

(3). Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Pasal 32

(1). Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

(2). Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
ditentukan oleh suami isteri bersama.

Pasal 33

Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

(1). Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2). Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

(3). Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugutan kepada Pengadilan.

BAB VII

HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

Pasal 35

(1). Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

(2). Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda
yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36

(1). Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak.

(2). Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Pasal 37

Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing.

BAB VIII

PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA

Pasal 38

Perkawinan dapat putus karena :

a. kematian,

b. perceraian dan

c. atas keputusan Pengadilan.

Pasal 39

(1). Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.

(2). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

(3). Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.

Pasal 40

(1). Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.

(2). Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur
dalam peraturan perundangan tersendiri.

Pasal 41

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

BAB IX

KEDUDUKAN ANAK

Pasal 42

Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah.

Pasal 43

(1). Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

(2). Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 44

(1). Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina
dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.

(2). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan.

BAB X

HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

Pasal 45

(1). Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya.

(2). Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Pasal 46

(1). Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang
baik.

(2). Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya,
orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu
memerlukan bantuannya.

Pasal 47

(1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

(2). Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum
didalam dan diluar Pengadilan.

Pasal 48

Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan
barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan
betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya.

Pasal 49

(1). Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya
terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas
permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas
dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang,
dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :

a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;

b. la berkelakuan buruk sekali.

(2). Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

BAB XI

PERWALIAN

Pasal 50

(1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan
orang tua, berada dibawah kekuasaan wali.

(2). Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta
bendanya.

Pasal 51

(1). Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan
orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan
di hadapan 2 (dua) orang saksi.

(2). Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau
orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan
berkelakuan baik.

(3). Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta
bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak
itu.

(4). Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah
kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua
perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu.

(5). Wali bertanggung-jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya.

Pasal 52

Terhadap wali berlaku juga Pasal 48 Undang-undang ini.

Pasal 53

(1). Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut
dalam Pasal 49 Undang-undang ini.

(2). Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.

Pasal 54

Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang
dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut
dengan Keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk
mengganti kerugian tersebut.

BAB XII

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Bagian Pertama

Pembuktian asal-usul anak

Pasal 55

(1). Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran
yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.

(2). Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada,
maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang
anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti
yang memenuhi syarat.

(3). Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka
instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang
bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Perkawinan diluar Indonesia

Pasal 56

(1). Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua orang
warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan
warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang
berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi
warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang
ini.

(2). Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali
diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di
Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.

Bagian Ketiga

Perkawinan Campuran

Pasal 57

Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.

Pasal 58

Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan
perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari
suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut
cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang kewarganegaraan
Republik Indonesia yang berlaku.

Pasal 59

(1). Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau
putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum
publik maupun mengenai hukum perdata.

(2). Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan
menurut Undang-undang Perkawinan ini.

Pasal 60

(1). Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti
bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku
bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.

(2). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah
dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan
perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku
bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat
keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.

(3). Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat
keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan
memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan
banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan
itu beralasan atau tidak.

(4). Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka
keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3).

(5). Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak
mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam
masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.

Pasal 61

(1). Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.

(2). Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan
lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan
atau keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4)
Undang-undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1
(satu) bulan.

(3). Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia
mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak
ada, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan
dihukum jabatan.

Pasal 62

Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59
ayat (1) Undang-undang ini.

Bagian Keempat

Pengadilan

Pasal 63

(1). Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah :

a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;

b. Pengadilan Umum bagi lainnya.

(2). Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut
peraturan-peraturan lama, adalah sah.

Pasal 65

(1). Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik
berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang
ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut :

a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan
anaknya;

b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta
bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau
berikutnya itu terjadi;

c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi
sejak perkawinannya masing-masing.

(2). Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari
seorang menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulah
ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini.

B A B XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang
ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen
(Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan
Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No.
158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan
sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 67

(1). Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang
pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

(2). Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan
pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 2 Januari 1974.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

JENDERAL TNI.

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Januari 1974

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, SH.

MAYOR JENDERAL TNI.

Jalan Keluar bagi Anak Korban Hubungan Luar Nikah

Hasil pertemuan kemarin,
Sedikit banyak membicarakan tentang anak dalam perspektif hukum.
Ini sebagian hasilnya.

Masih aku research dulu.
Mudah2an hukum2nya bisa di temukan...

Kasusnya rada unik.
Karena bila anak tersebut tidak sah, apakah konsekuensinya terhadap
anak?
Apakah dia masih dianggap sbg manusia?
Ataukah hanya hak sipilnya saja tidak di akui oleh negara ?

Means that no ID, no name, & no identity di depan hukum..
Kl gak tercatat, berarti tidak mendapat perlindungan hukum donk.

Any input about the law is really appreciated.


Jalan Keluar bagi Anak Korban Hubungan Luar Nikah
(19 September 2006)
http://www.gtzggpas.or.id/news/mc/art190906.htm


Anak dianggap sah jika dia lahir dari perkawinan yang sah. Jika dia
lahir dari hubungan luar perkawinan, atau hubungan zinah, dia dianggap
sebagai anak hasil zinah. Berdasar hukum tertentu, anak hasil zinah
tidak bisa dicatatkan pengesahannya. Pertanyaaannya: tak adakah hak-hak
sipil anak luar nikah? Sebagai harga mati yang sama sekali menutup
adanya jalan keluarkah?

Pertanyaan ini mengemuka dalam diskusi bertopik "Pencatatan Pengakuan
dan Pengesahan Anak dari Sudut Pandang Hukum Islam, Hukum Sekuler, dan
Hukum Adat", pada 19 September 2006. Para pembicara dalam diskusi
berkala ini adalah Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, SH, MH, dari Fakultas
Hukum Universitas Indonesia; Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA, dari
Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Nursyahbani Katjasungkana, SH, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); dan Prof. Dr. Valerine JL Kriekhoff, SH,
MA, Hakim Agung Republik Indonesia. Masing-masing berbicara dari sudut
pandang perundang-undangan di Indonesia, sudut pandang hukum Islam,
implikasinya terhadap hak-hak perempuan, dan dari sudut pandang hukum
adat.

Dari sudut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ada pembedaan
antara anak yang lahir di luar nikah dan anak hasil zinah. Anak luar
nikah lahir saat kedua orangtuanya belum secara resmi menikah, sementara
anak hasil zinah lahir karena hubungan dari yang salah satu orangtuanya
sudah menikah dengan orang lain yang bukan pasangan sahnya.

Berbeda dibandingkan dengan hukum Islam yang tak memisahkan kategorisasi
anak tersebut. Anak luar nikah maupun anak hasil zinah tak dibedakan
dalam Islam. Berdasar perundang-undangan di Indonesia, pencatatan
pengakuan bsa dilakukan terhadap anak luar nikah - yang kemudian bisa
diikuti dengan pencatatan pengesahan jika kedua orangtua anak tersebut
meikah secara sah.

Sementara hukum adat, di salah satu atau beberapa etnis di Indonesia,
anak dari hubungan baku piara - mirip-mirip nikah sirri dalam Islam -
tetap dianggap sah berdasarkan adat. Yang menjadi persoalan: anak baku
piara itu selama ini tak pernah dicatatkan sehingga tak mempunyai akibat
hukum - sebagaimana pula anak yang lahir dari nikah sirri. Padahal,
pengakuan dan pengesahan anak justru dimaksudkan untuk memperjelas
status perdata dan hak-hak sipil anak bersangkutan.

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Indonesian Version
Source: United Nations Information Centre

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia
Mukadimah

Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama
dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan,
keadilan dan perdamaian di dunia,

Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak asasi manusia
telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa
kemarahan hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat
manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan beragama serta
kebebasan dari ketakutan dan kekurangan telah dinyatakan sebagai
cita-cita tertinggi dari rakyat biasa,

Menimbang bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan
hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai
usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penindasan,

Menimbang bahwa pembangunan hubungan persahabatan antara negara-negara
perlu digalakkan,

Menimbang bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sekali
lagi telah menyatakan di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
kepercayaan mereka akan hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan
nilai seseorang manusia dan akan hak-hak yang sama dari pria maupun
wanita, dan telah bertekad untuk menggalakkan kemajuan sosial dan taraf
hidup yang lebih baik di dalam kemerdekaan yang lebih luas,

Menimbang bahwa Negara-Negara Anggota telah berjanji untuk mencapai
kemajuan dalam penghargaan dan penghormatan umum terhadap hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan asasi, dengan bekerjasama dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Menimbang bahwa pengertian umum tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan
tersebut sangat penting untuk pelaksanaan yang sungguh-sungguh dari
janji ini, maka,

Majelis Umum dengan ini memproklamasikan

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua
negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam
masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan ini, akan berusaha
dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan
terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan
tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional,
menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif,
baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota sendiri maupun oleh
bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum
mereka.
Pasal 1

Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu
sama lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat
yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran ataupun kedudukan lain.

Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar
kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau
daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang
berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah
batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 3

Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan
individu.
Pasal 4

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.
Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam,
memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau
direndahkan martabatnya.
Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di
mana saja ia berada.
Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang
sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama
terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan
ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam
itu.
Pasal 8

Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional
yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan
kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
Pasal 9

Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan
sewenang-wenang.
Pasal 10

Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang
adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam
menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan
pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11

1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu
pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana
dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
2. Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum
karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran
hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika
perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan
hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika
pelanggaran hukum itu dilakukan.

Pasal 12

Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan
pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan
surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya
dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum
terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu.
Pasal 13

1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam
batas-batas setiap negara.
2. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk
negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.

Pasal 14

1. Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain
untuk melindungi diri dari pengejaran.
2. Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar
timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik,
atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan
dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 15

1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut
kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti
kewarga-negaraan.

Pasal 16

1. Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi
kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk
membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal
perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
2. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan
persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
3. Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat
dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.

Pasal 17

1. Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain.
2. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.

Pasal 18

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam
hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan
kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara
mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan
mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka
umum maupun sendiri.
Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat;
dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan
untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran
melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).
Pasal 20

1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat
secara damai.
2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu
perkumpulan.

Pasal 21

1. Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya,
secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
2. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam
jabatan pemerintahan negerinya.
3. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak
ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara
berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat
umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang
rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan
memberikan suara.

Pasal 22

Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan
berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan
kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta
sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan
kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas
pribadinya.
Pasal 23

1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih
pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik,
dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
2. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama
untuk pekerjaan yang sama.
3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang
adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu
kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu
ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat
pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Pasal 24

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk
pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala,
dengan menerima upah.
Pasal 25

1. Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan
kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang
diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita
sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami
kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar
kekuasaannya.
2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan
istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar
perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

Pasal 26

1. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis,
setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.
Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara
umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara
adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang
seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak
manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling
pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok
ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan
Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
3. Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang
akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Pasal 27

1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan
kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi
dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.
2. Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas
kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil
dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang
diciptakannya.

Pasal 28

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana
hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini
dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Pasal 29

1. Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat
satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
pribadinya dengan penuh dan leluasa.
2. Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang
harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang
lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan,
ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun
sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan
dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 30

Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan
sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam
kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak
hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam
Pernyataan ini.


(c) OHCHR 1996-2005

UU No. 28 Thn 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Thn. 2001 tentang Yayasana.htm

UU No. 28 Thn 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Thn. 2001
tentang Yayasana.htm


a.
bahwa Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai
berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, namun Undang-undang tersebut dalam
perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum
dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran, maka perlu dilakukan perubahan terhadap
Undang-undang tersebut;
b.
bahwa perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian
dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada
masyarakat mengenai Yayasan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4132).

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Beberapa ketentuan, penjelasan umum, dan penjelasan pasal dalam
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4132), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 3 substansi tetap dan penjelasannya diubah
sehingga rumusan penjelasan Pasal 3 adalah sebagaimana tercantum dalam
Penjelasan Pasal Demi Pasal Angka 1 Undang-undang ini.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang
diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau
dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji,
upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang
kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.

(2)
Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima
gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan:

a.
bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina,
dan Pengawas; dan
b.
melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.

(3)
Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan
Yayasan."

3. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), memperoleh pengesahan dari
Menteri.
(2)
Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui
Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.
(3)
Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan
permohonan pengesahan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 10
(sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan
ditandatangani.
(4)
Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi
terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(5)
Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib
menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima.
(6)
Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang
besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah."

4. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2),
diajukan secara tertulis kepada Menteri.
(2)
Pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(3)
Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
I1 ayat (4), pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban atas
permintaan pertimbangan dari instansi terkait diterima.
(4)
Dalam hal jawaban atas permintaan pertimbangan tidak diterima,
pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan
disampaikan kepada instansi terkait."

5. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni
Pasal 13A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum
Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus
secara tanggung renteng."

6. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau
perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui atau telah diberitahukan
wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2)
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh
Menteri dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal akta pendirian Yayasan disahkan atau perubahan Anggaran
Dasar disetujui atau diterima Menteri.
(3)
Tata cara mengenai pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4)
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan biaya yang
besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah."

1. Pasal 25 dihapus.
2. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat
Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(2)
Pengurus Yayasan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama
berakhir untuk masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan dalam Anggaran Dasar.

(3)
Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:

a.
seorang ketua;
b.
seorang sekretaris; dan
c.
seorang bendahara.

(4)
Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selama
menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan
Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut
dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tata cara pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar."

9. Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Dalam hal terjadi penggantian Pengurus, Pengurus yang menggantikan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal penggantian Pengurus Yayasan."

10. Ketentuan Pasal 34 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Pengurus Yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan rapat Pembina.
(2)
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan
yang

berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili
kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan,
pemberhentian, atau penggantian tersebut dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
pembatalan diajukan."

11. Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi berikut:

(1)
Yayasan dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang
terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas
Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku dalam hal
perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan
Yayasan."

1. Pasal 41 dihapus.
2. Ketentuan Pasal 44 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat
Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(2)
Pengawas Yayasan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama
berakhir untuk masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tata cara pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar."

14. Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Dalam hal terjadi penggantian Pengawas, Pengurus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal penggantian Pengawas Yayasan."

15. Ketentuan Pasal 46 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Pengawas Yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan rapat Pembina.
(2)
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengawas
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan
yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili
kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan,
pemberhentian, atau penggantian Pengawas tersebut dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
pembatalan diajukan."

16. Ketentuan Pasal 52 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di
kantor Yayasan.

(2)
Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari ikhtisar
laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diumumkan
dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang:

a.
memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, dalam I
(satu) tahun buku; atau
b.
mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00
(dua puluh miliar rupiah) atau lebih.

(3)
Laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
diaudit oleh Akuntan Publik.
(4)
Hasil audit terhadap laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan
tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.
(5)
Laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku."

17. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan
yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan.
(2)
Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan
yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan.
(3)
Rancangan akta penggabungan harus mendapat persetujuan dari Pembina
masing-masing Yayasan.
(4)
Rancangan akta penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dituangkan dalam akta penggabungan yang dibuat di hadapan Notaris dalam
bahasa Indonesia."

18. Ketentuan Pasal 60 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Dalam hal penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran
Dasar yang memerlukan persetujuan Menteri, maka akta perubahan Anggaran
Dasar Yayasan wajib disampaikan kepada Menteri untuk memperoleh
persetujuan dengan dilampiri akta penggabungan.
(2)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan diterima.
(3)
Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus
diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka perubahan Anggaran Dasar
dianggap disetujui dan Menteri wajib mengeluarkan keputusan
persetujuan."

19. Ketentuan Pasal 68 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang
mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.
(2)
Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan
kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam
Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.
(3)
Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada
Yayasan lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan
penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar."

20. Ketentuan Pasal 71 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang:

a.
telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia; atau
b.
telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan
kegiatan dari instansi terkait;

tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini
mulai berlaku, Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya
dengan ketentuan Undang-undang ini.

(2)
Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum
dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan
Undang-undang ini, dan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka
waktu paling lambat I (satu) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang
ini mulai berlaku.
(3)
Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan
kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan
penyesuaian.
(4)
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), tidak dapat menggunakan kata "Yayasan" di depan namanya dan
dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan
Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan."

21. Ketentuan Pasal 72 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)
Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara,
bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya
sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib
mengumumkan ikhtisar laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 ayat (2) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum
Undang-undang ini diundangkan.
(2)
Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak menghapus hak dan dari pihak yang berwajib untuk melakukan
pemeriksaan, penyidikan, dan penuntutan, apabila ada dugaan terjadi
pelanggaran hukum."

22. Di antara Pasal 72 dan Pasal 73 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni
Pasal 72 A dan Pasal 72 B, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan Anggaran Dasar
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) yang
belum disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, permohonan pengesahan akta
pendirian Yayasan, permohonan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, dan
pemberitahuan penyesuaian Anggaran Dasar Yayasan yang telah diterima
Menteri, diproses berdasarkan Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya."

1. Penjelasan Umum Alinea Ketiga, frase "atau pejabat yang ditunjuk",
di antara frase "Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia" dan frase
"Ketentuan tersebut" dihapus.
2. Penjelasan Umum Alinea Keempat, frase "dapat diajukan kepada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan" di antara frase
"permohonan pendirian Yayasan" dan frase "Di samping itu", diganti
menjadi frase "diajukan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta
pendirian Yayasan tersebut."
3. Penjelasan Umum Alinea Ketujuh, frase " Yayasan yang kekayaannya
berasal dari Negara," di antara frase "Selanjutnya, terhadap" dan frase
"bantuan luar negeri atau pihak lain," diubah menjadi frase "Yayasan
yang memperoleh bantuan dari Negara," dan

frase "laporan tahunannya wajib diumumkan" di antara frase "oleh akuntan
publik dan" dan frase "dalam surat kabar berbahasa Indonesia", diubah
menjadi frase "laporan keuangannya wajib diumumkan".

Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 115

Facebook