Rabu, 12 Desember 2007

Link2 yg cukup bermanfaat

Ada yg buat website khusus singleparent. Tp belum ada isinya. Tp
foto2nya boleh juga. Apa perlu kita kumpulin foto2 jg spt ini :)
http://www.orangtuatunggal.com/gallery.php

Isinya sangat intuitif dan berguna.
http://orangtuatunggal.blogspot.com/

Ada website lain yg berguna utk komunitas ini ?
Silahkan sharing disini..

Selasa, 11 Desember 2007

FW: artikel: Pohon yang Kehilangan Rohnya

Pohon yang Kehilangan Rohnya

Kali ini, saya ingin bercerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui
pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya
di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya
sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa ?
Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan
akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.

Inilah yang mereka lalukan, jadi tujuannya supaya pohon itu mati.
Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan
memanjat hingga ke atas pohon itu.
Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada
di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu.
Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh
hari. Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki
itu perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu
dahan-dahannya juga mulai akan rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan
mati dan dengan demikian, mudahlah ditumbangkan.

Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini
sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka
telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap
mahkluk hidup tertentu seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut
kehilangan rohnya.

Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati. Nah,
sekarang, apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk
primitif di kepulauan Solomon ini ? O, sangat berharga sekali! Yang
jelas, ingatlah baik-baik bahwa setiap kali Anda berteriak kepada
mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.

Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda ? Ayo cepat ! Dasar leletan?
Bego banget sih. Hitungan mudah begitu aja nggak bisa dikerjakan? Ayo,
jangan main-main disini. Berisik ! Bising !? Atau, pernahkah Anda
berteriak kepada orang tua Anda karena merasa mereka membuat Anda
jengkel ? Kenapa sih makan aja berceceran ? Kenapa sih sakit sedikit aja
mengeluh begitu? Kenapa sih jarak dekat aja minta diantar ? Mama, tolong
nggak usah cerewet, boleh nggak? Atau, mungkin Anda pun berteriak balik
kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati?Cuih! Saya
nyesal kawin dengan orang seperti kamu tahu nggak!Iii!Bodoh banget jadi
laki nggak bisa apa-apa ! Aduh. Perempuan kampungan banget sih !? Atau,
bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya? E, tolol. Soal mudah
begitu aja nggak bisa. Kapan kamu mulai akan jadi pinter? Atau seorang
atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesel, ?E tahu ngak ?
Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku kagak bakal nyesel.
Ada banyak yang bisa gantiin kamu? Sial ! Kerja gini nggak becus ?
Ngapain gue gaji elu ?

Ingatlah ! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa
jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh
penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali
kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita
cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita.
Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita
perlahan-lahan, pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan
hubungan kita.

Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah
untuk mendiskusikan mengenai apa yang Anda harapkan. Coba kita
perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Teriakan, hanya kita
berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, bukan ?

Nah, tahukah Anda mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan
teriakan-teriakan padahal jarak mereka hanya beberapa belas centimeter.
Mudah menjelaskannya. Pada realitanya, meskipun secara fisik mereka
dekat tapi sebenarnya hati mereka begituuuu jauhnya.
Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak !

Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha
melukai serta mematikan roh pada orang yang dimarahi kerena
perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita
berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.

Jadi mulai sekarang ingatlah selalu. Jika kita tetap ingin roh pada
orang yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati,
janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila Anda
ingin segera membunuh roh pada orang lain ataupun roh pada hubungan
Anda, selalulah berteriak. Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang Anda
akan terima. Anda akan semakin dijauhi. Ataupun Anda akan mendapatkan
teriakan balik, sebagai balasannya.

Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai, tanpa harus
berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.



Life for Success

FW: Ungkapan jujur seorang anak

Subject: Fw: Ungkapan jujur seorang anak

Dear teman2,
Sayang saya baca tulisan ini setelah anak2 saya hampir lulus kuliah semua,
untungnya sebagian besar keinginan anak2 seperti itu sudah saya lakukan,
walau tidak sempurna. Mungkin dpt dijadikan pemikiran ntuk bpk/ibu semua.

      Ungkapan Jujur Seorang Anak

      Tahun 2005 yang lalu saya harus mondar-mandir ke SD Budi Mulia Bogor.
      Anak sulung kami yang bernama Dika, duduk di kelas 4 di SD itu. Waktu
      itu saya memang harus berurusan dengan wali kelas dan kepala sekolah.
      Pasalnya menurut observasi wali kelas dan kepala sekolah, Dika yang
      duduk di kelas unggulan, tempat penggemblengan anak-anak berprestasi
      itu, waktu itu justru tercatat sebagai anak yang bermasalah. Saat
      saya tanyakan apa masalah Dika, guru dan kepala sekolah justru
      menanyakan apa yang terjadi di rumah sehingga anak tersebut selalu
      murung dan menghabiskan sebagian besar waktu belajar di kelas hanya
      untuk melamun.
      Prestasinya kian lama kian merosot.

      Dengan lemah lembut saya tanyakan kepada Dika: "Apa yang kamu
      inginkan ?" Dika hanya menggeleng. "Kamu ingin ibu bersikap seperti
      apa ?" tanya saya. "Biasa-biasa saja" jawab Dika singkat. Beberapa
      kali saya berdiskusi dengan wali kelas dan kepala sekolah untuk
      mencari pemecahannya, namun sudah sekian lama tak ada kemajuan.
      Akhirnya kamipun sepakat untuk meminta bantuan seorang psikolog.
      Suatu pagi, atas seijin kepala sekolah, Dika meninggalkan sekolah
      untuk menjalani test IQ. Tanpa persiapan apapun, Dika menyelesaikan
      soal demi soal dalam hitungan menit. Beberapa saat kemudian, Psikolog
      yang tampil bersahaja namun penuh keramahan itu segera memberitahukan
      hasil testnya.

      Angka kecerdasan rata-rata anak saya mencapai 147 (Sangat Cerdas)
      dimana skor untuk aspek-aspek kemampuan pemahaman ruang, abstraksi,
      bahasa, ilmu pasti, penalaran, ketelitian dan kecepatan berkisar pada
      angka 140 - 160. Namun ada satu kejanggalan, yaitu skor untuk
      kemampuan verbalnya tidak lebih dari 115 (Rata-Rata Cerdas).
      Perbedaan yang mencolok pada 2 tingkat kecerdasan yang berbeda itulah
      yang menurut psikolog, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. Oleh
      sebab itu psikolog itu dengan santun menyarankan saya untuk mengantar
      Dika kembali ke tempat itu seminggu lagi. Menurutnya Dika perlu
      menjalani test kepribadian.

      Suatu sore, saya menyempatkan diri mengantar Dika kembali mengikuti
      serangkaian test kepribadian. Melalui interview dan test tertulis
      yang dilakukan, setidaknya Psikolog itu telah menarik benang merah
      yang menurutnya menjadi salah satu atau beberapa faktor penghambat
      kemampuan verbal Dika. Setidaknya saya bisa membaca jeritan hati
      kecil Dika. Jawaban yang jujur dari hati Dika yang paling dalam itu
      membuat saya berkaca diri, melihat wajah seorang ibu yang masih jauh
      dari ideal.

      Ketika Psikolog itu menuliskan pertanyaan "Aku ingin ibuku :...."
      Dika pun menjawab : "membiarkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar
      saja" Dengan beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa selama
      ini saya kurang memberi kesempatan kepada Dika untuk bermain bebas.

      Waktu itu saya berpikir bahwa banyak ragam permainan-permainan
      edukatif sehingga saya merasa perlu menjadwalkan kapan waktunya
      menggambar, kapan waktunya bermain puzzle, kapan waktunya bermain
      basket, kapan waktunya membaca buku cerita, kapan waktunya main game
      di komputer dan sebagainya. Waktu itu saya berpikir bahwa demi
      kebaikan dan demi masa depannya, Dika perlu menikmati
      permainan-permainan secara merata di sela-sela waktu luangnya yang
      memang tinggal sedikit karena sebagian besar telah dihabiskan untuk
      sekolah dan mengikuti berbagai kursus di luar sekolah. Saya selalu
      pusing memikirkan jadwal kegiatan Dika yang begitu rumit. Tetapi
      ternyata permintaan Dika hanya sederhana : diberi kebebasan bermain
      sesuka hatinya, menikmati masa kanak-kanaknya.

      Ketika Psikolog menyodorkan kertas bertuliskan "Aku ingin Ayahku ..."
      Dika pun menjawab dengan kalimat yang berantakan namun kira-kira
      artinya "Aku ingin ayahku melakukan apa saja seperti dia menuntutku
      melakukan sesuatu".

      Melalui beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa Dika tidak
      mau diajari atau disuruh, apalagi diperintah untuk melakukan ini dan
      itu. Ia hanya ingin melihat ayahnya melakukan apa saja setiap hari,
      seperti apa yang diperintahkan kepada Dika. Dika ingin ayahnya bangun
      pagi-pagi kemudian membereskan tempat tidurnya sendiri, makan dan
      minum tanpa harus dilayani orang lain, menonton TV secukupnya,
      merapikan sendiri koran yang habis dibacanya dan tidur tepat waktu.
      Sederhana memang, tetapi hal-hal seperti itu justru sulit dilakukan
      oleh kebanyakan orang tua.

      Ketika Psikolog mengajukan pertanyaan "Aku ingin ibuku tidak ..."
      Maka Dika menjawab "Menganggapku seperti dirinya" Dalam banyak hal
      saya merasa bahwa pengalaman hidup saya yang suka bekerja keras,
      disiplin, hemat, gigih untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan itu
      merupakan sikap yang paling baik dan bijaksana. Hampir-hampir saya
      ingin menjadikan Dika persis seperti diri saya. Saya dan banyak orang
      tua lainnya seringkali ingin menjadikan anak sebagai foto copy diri
      kita atau bahkan beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam
      bentuk sachet kecil.

      Ketika Psikolog memberikan pertanyaan "Aku ingin ayahku tidak : .."
      Dika pun menjawab "Tidak menyalahkan aku di depan orang lain. Tidak
      mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan kecil yang aku buat adalah dosa"


      Tanpa disadari, orang tua sering menuntut anak untuk selalu bersikap
      dan bertindak benar, hingga hampir-hampir tak memberi tempat
      kepadanya untuk berbuat kesalahan. Bila orang tua menganggap bahwa
      setiap kesalahan adalah dosa yang harus diganjar dengan hukuman, maka
      anakpun akan memilih untuk berbohong dan tidak mau mengakui kesalahan
      yang telah dibuatnya dengan jujur. Kesulitan baru akan muncul karena
      orang tua tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuat anak, sehingga
      tidak tahu tindakan apa yang harus kami
      lakukan untuk mencegah atau menghentikannya.

      Saya menjadi sadar bahwa ada kalanya anak-anak perlu diberi
      kesempatan untuk berbuat salah, kemudian iapun bisa belajar dari
      kesalahannya. Konsekuensi dari sikap dan tindakannya yang salah
      adakalanya bisa menjadi pelajaran berharga supaya di waktu-waktu
      mendatang tidak membuat kesalahan yang serupa.

      Ketika Psikolog itu menuliskan "Aku ingin ibuku berbicara tentang
      ....." Dika pun menjawab "Berbicara tentang hal-hal yang penting
      saja". Saya cukup kaget karena waktu itu saya justru menggunakan
      kesempatan yang sangat sempit, sekembalinya dari kantor untuk
      membahas hal-hal yang menurut saya penting, seperti menanyakan
      pelajaran dan PR yang diberikan gurunya. Namun ternyata hal-hal yang
      menurut saya penting, bukanlah sesuatu yang penting untuk anak saya.
      Dengan jawaban Dika yang polos dan jujur itu saya diingatkan bahwa
      kecerdasan tidak lebih penting dari pada hikmat dan pengenalan akan
      Tuhan. Pengajaran tentang kasih tidak kalah pentingnya dengan ilmu
      pengetahuan.

      Atas pertanyaan "Aku ingin ayahku berbicara tentang .....", Dika pun
      menuliskan "Aku ingin ayahku berbicara tentang kesalahan-kesalahan
      nya. Aku ingin ayahku tidak selalu merasa benar, paling hebat dan
      tidak pernah berbuat salah. Aku ingin ayahku mengakui kesalahannya
      dan meminta maaf kepadaku".

      Memang dalam banyak hal, orang tua berbuat benar tetapi sebagai
      manusia, orang tua tak luput dari kesalahan. Keinginan Dika
      sebenarnya sederhana, yaitu ingin orang tuanya sportif, mau mengakui
      kesalahnya dan kalau perlu meminta maaf atas kesalahannya, seperti
      apa yang diajarkan orang tua kepadanya.

      Ketika Psikolog menyodorkan tulisan "Aku ingin ibuku setiap hari
      ....." Dika berpikir sejenak, kemudian mencoretkan penanya dengan
      lancar "Aku ingin ibuku mencium dan memelukku erat-erat seperti ia
      mencium dan memeluk adikku". Memang adakalanya saya berpikir bahwa
      Dika yang hampir setinggi saya sudah tidak pantas lagi dipeluk-peluk,
      apalagi dicium-cium. Ternyata saya salah, pelukan hangat dan ciuman
      sayang seorang ibu tetap dibutuhkan supaya hari-harinya terasa lebih
      indah. Waktu itu saya tidak menyadari bahwa perlakukan orang tua yang
      tidak sama kepada anak-anaknya seringkali oleh anak-anak
      diterjemahkan sebagai tindakan yang tidak adil atau pilih kasih.

      Secarik kertas yang berisi pertanyaan "Aku ingin ayahku setiap hari
      ...." Dika menuliskan sebuah kata tepat di atas titik-titik dengan
      satu kata "tersenyum".

      Sederhana memang, tetapi seringkali seorang ayah merasa perlu menahan
      senyumannya demi mempertahankan wibawanya. Padahal kenyataannya
      senyuman tulus seorang ayah sedikitpun tidak akan melunturkan
      wibawanya, tetapi justru bisa menambah simpati dan energi bagi
      anak-anak dalam melakukan segala sesuatu seperti yang ia lihat dari
      ayahnya setiap hari.

      Ketika Psikolog memberikan kertas yang bertuliskan "Aku ingin ibuku
      memanggilku. ..." Dika pun menuliskan "Aku ingin ibuku memanggilku
      dengan nama yang bagus" Saya tersentak sekali! Memang sebelum ia
      lahir kami telah memilih nama yang paling bagus dan penuh arti, yaitu
      Judika Ekaristi Kurniawan. Namun sayang, tanpa sadar, saya selalu
      memanggilnya dengan sebutan Nang. Nang dalam Bahasa Jawa diambil dari
      kata "Lanang" yang berarti laki-laki.

      Ketika Psikolog menyodorkan tulisan yang berbunyi "Aku ingin ayahku
      memanggilku .." Dika hanya menuliskan 2 kata saja, yaitu "Nama Asli".
      Selama ini suami saya memang memanggil Dika dengan sebutan "Paijo"
      karena sehari-hari Dika berbicara dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa
      Sunda dengan logat Jawa medok. "Persis Paijo, tukang sayur keliling"
      kata suami saya.

      Atas jawaban-jawaban Dika yang polos dan jujur itu, saya menjadi malu
      karena selama ini saya bekerja di sebuah lembaga yang membela dan
      memperjuangkan hak-hak anak. Kepada banyak orang saya kampanyekan
      pentingnya penghormatan hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak
      Anak Sedunia. Kepada khalayak ramai saya bagikan poster bertuliskan
      "To Respect Child Rights is an Obligation, not a Choice" sebuah
      seruan yang mengingatkan bahwa "Menghormati Hak Anak adalah
      Kewajiban, bukan Pilihan".

      Tanpa saya sadari, saya telah melanggar hak anak saya karena telah
      memanggilnya dengan panggilan yang tidak hormat dan bermartabat.
      Dalam diamnya anak, dalam senyum anak yang polos dan dalam tingkah
      polah
      anak yang membuat orang tua kadang-kadang bangga dan juga
      kadang-kadang jengkel, ternyata ada banyak Pesan Yang Tak Terucapkan.
      Seandainya semua ayah mengasihi anak-anaknya, maka tidak ada satupun
      anak yang kecewa atau marah kepada ayahnya. Anak-anak memang harus
      diajarkan untuk menghormati ayah dan ibunya, tetapi para orang tua
      tidak boleh membangkitkan amarah di dalam hati anak-anaknya. Para
      orang tua harus mendidik anaknya di dalam ajaran dan nasehat yang
      baik.

      (Ditulis oleh : Lesminingtyas)

FW: Bagaimana Parenting Style Anda?

cuma for share... semoga bermanfaat utk kita semua....

Bagaimana Parenting Style Anda? 


Disiplin merupakan hal yang mutlak dan diperlukan dalam mengasuh serta    
mendidik anak. Tidak hanya bagi sang anak, tetapi juga bagi orangtuanya.  

Memahami parenting style atau gaya pengasuhan yang Anda lakukan akan      
memberikan masukan tentang bagaimana perilaku orangtua dan mengukur         hasilnya pada anak. Ukuran atau kategorisasi perilaku orangtua dapat      
dilihat berdasarkan respon yang diberikan anak.                            


Otoriter                                                                  

Komentar orangtua: "Bukankah seorang anak harus mematuhi orangtuanya. Saya
menginginkan yang terbaik, dan disiplin adalah salah satu untuk menjaga    
anak tetap pada tempatnya. Sebagai orangtua, saya ingin melihat anak      
berhasil dan sukses dalam hidup. Adanya kontrol akan membentuknya untuk    
tidak melanggar atau membantah. Anak tidak tahu apa yang sebaiknya        
dilakukan atas dirinya. Dengan peraturan saya membentuknya untuk menjadi  
individu yang baik."                                                      

Kometar anak: "Ayah dan Ibu akan marah kalau perintahnya tidak diikuti.    
Saya tidak bisa membicarakan apa yang saya mau. Apa yang mereka bilang,    
harus dikerjakan tidak boleh ada kata tidak. Rasanya jadi tidak betah di  
rumah."                                                                    

Tipe otoriter merupakan istilah dari gaya pengasuhan dominating atau      
sering disebut authoritarian. Penekanan terhadap kontrol dan kepatuhan    
merupakan ciri utama dari gaya pengasuhan ini.                            

(-) Rendah diri, kadar kecemasan dan depresi yang tinggi, rendahnya        
kompetensi social, rasa hormat dan tanggung jawab yang moderat, performa  
akademik yang berada pada rata-rata, perilaku yang agak bermasalah,        
kecuali menerima dan mematuhi perintah.                                    

Menurut S.R. Retno Pudjiati Azhar, psikolog perkembangan dari Fakultas    
Psikologi Universitas Indonesia, orangtua yang memiliki gaya pengasuhan    
dengan kontrol sebagai kunci dalam membesarkan anak akan mengakibatkan    
anak menjadi depresi, menarik diri dari pergaulan, dan cenderung tidak    
hangat dengan orang lain, tidak hanya dengan orangtuanya anak pun menjadi  
tidak mampu bersikap hangat dengan siapapun.                              

Liberal                                                                    

Komentar orangtua: "Anak perlu learning by doing. Ia akan belajar banyak  
dari hal itu. Bila saya memberikan banyak peraturan kemungkinan juga akan  
dilanggarnya. Selain itu saya khawatir dengan adanya disiplin ketat anak  
menjadi tidak mencintai orangtuanya. Anak-anak saya izinkan untuk          
mengikuti berekspersi sesuai kemauan mereka."                              

Komentar anak: "Saya selalu diizinkan untuk melakukan apapun. Semua yang  
saya minta sudah disediakan. Saya yakin mereka sangat sayang pada saya    
karena tidak pernah mengatur. Tetapi orang lain sering berkata bahwa saya  
berlaku tidak baik."                                                      

Tipe liberal menggambarkan sikap orangtua yang permissive, kontrol berada  
di anak. Orangtua membiarkan anak untuk berekspesi serta mengatur dirinya  
sendiri. Meski kehangatan, rasa kasih sayang ditunjukkan, anak mendapatkan
izin penuh untuk berlaku sesuai keinginannya.                              
(+) : Rasa percaya diri yang tinggi, rendahnya kadar kecemasan dan        
depresi, kompetensi sosial yang tinggi.                                    
(-) : Rasa hormat dan tanggung jawab yang rendah, pencapaian akademik yang
kurang, banyaknya perilaku bermasalah.                                    

Menurut Pudjiati, melalui gaya pengasuhan ini, anak-anak menjadi immature  
atau tidak matang. Karena orangtua tidak memiliki kontrol maka semua      
keinginan akan diperbolehkan. Anak menjadi tidak mau berbagi dan menang    
sendiri. Selain itu anak akan tubuh menjadi individu yang tidak mampu      
mengeksplorasi lingkungan dan bersikap pasif karena semuanya disuapi.      

Pudjiati menambahkan, pada gaya pengasuhan liberal dengan alasan bahwa    
orangtua ingin menghindari konflik dengan anak melalui peraturan dan      
disiplin, maka perlu dipahami bahwa membesarkan anak adalah suatu proses.  
Orangtua tidak bisa menuntut anak untuk memahami keinginannya tetapi      
orangtua juga harus belajar bahwa bahwa orang lain juga memiliki          
kebutuhan, sehingga ia tidak dapat berlaku sesuai keinginannya setiap      
saat.                                                                      


Egaliter                                                                  

Komentar orangtua: "Saya menerapkan peraturan-peraturan yang perlu        
dijalankan oleh anak. Namun, menurut saya terkadang anak memilki pandangan
tersendiri yang sering tidak dipahami oleh kita sebagai orangtua. Menurut  
saya tidak ada salahnya mendengarkan keinginannya dan mencari solusi yang  
dapat disepakati bersama."                                                

Komentar anak: "Papa dan mama mengatakan bahwa terdapat                    
peraturan-peraturan harus saya laksanakan. Di rumah saya bisa mengeluarkan
keluh kesah, pendapat, dan keinginan kepada mereka. Dan biasanya mereka    
akan mengajak diskusi, peraturan tetap harus dipatuhi."                    

Tipe egaliter merupakan istilah yang menggambar gaya pengasuhan positive  
atau sering disebut juga authoritative. Pada tipe pengasuhan ini          
mengkombinasikan atau mencampur apa yang diinginkan oleh anak dan apa yang
diinginkan oleh orangtuanya. Secara umum gaya egaliter dapat dikatakan    
lebih ideal.                                                              

+ : Harga diri anak yang tinggi dan percaya diri, rasa cemas dan depresi  
yang rendah, kompetensi sosial yang tinggi (empati, komunikatif, kontrol  
emosi yang baik, dan manajemen diri), rasa hormat dan tanggung jawab yang  
baik, performa akademik yang baik, rendahnya perilaku bermasalah.          

"Melalui gaya pengasuhan yang seimbang ini anak akan memiliki kontrol diri
yang baik, Ia mampu bersikap asertif kepada orang lain karena dirinya      
sendiri pun diberikan kesempatan untuk menunjukkan apa yang ada            
dipikirannya. Tidak hanya itu anak pun akan mau mengeksplorasi            
lingkungannya dengan baik," ujar Pudjiati.                                


Tidak Terlibat                                                            

Selain ketiga pokok gaya pengasuhan di atas, Pudjiati juga menambahkan    
bahwa terdapat pula pola pengasuhan unengaged atau neglect, yaitu          
parenting style yang dianut oleh para orangtua yang tidak memilki waktu    
untuk membesarkan serta mendidik buah hatinya. Pada umumnya orangtua      
memiliki konsentrasi pada hal lain yang merupakan kepentingan diri        
sendiri. Contohnya, orangtua yang terfokus pada pemenuhan ekonomi. Meski  
tidak harus selalu mengandung arti kekurangan. Orangtua yang senantiasa    
terus bekerja dan tidak dapat membagi waktunya untuk memberikan pengasuhan
dan mungkin membiarkan orang lain atau pengaruh lingkungan yang            
membesarkan anak. Nilai dan pandangan yang akan dianut anak pun akan      
berkembang sesuai lingkungan yang mengasuhnya.                            

- : Harga diri dan kepercayaan yang rendah, tingginya rasa cemas dan      
depresi, kompetensi sosial yang sangat rendah, rasa hormat dan tanggung    
jawab yang rendah, buruknya prestasi akademik, berperilaku buruk.          


Gaya Pengasuhan Ideal                                                      

Mengungkapkan kelebihan dan kekurangan masing-masing gaya pengasuhan serta
membanding- bandingkannya merupakan sikap yang kurang bijak karena bisa    
menyebabkan orangtua terjebak dalam menentukan satu gaya yang pasti atau  
paling ideal. Orangtua adalah seseorang yang bisa menemukan cara yang      
paling pas untuk mengasuh putra putrinya dan menerapkannya pada keluarga.  

Dr. Ratih Andjayani Ibrahim, psikolog perkembangan dari Personal Growth    
menggambarkan kelebihan dan kekurangan suatu gaya pengasuhan dengan sebuah
analogi. Anggap anak sebagai sebatang pohon. Semua orang terlebih orangtua
menginginkan agar pohon tumbuh baik, sehat, subur, dan tumbuh seoptimal    
mungkin yaitu berumur panjang dan berbuah banyak. Sehat dan subur          
melambangkan keadaan anak yang sehat, bahagia, dan sejahtera. Sedangkan    
berbuah banyak dan bagus mengartikan prestasi, dan setiap orang            
mencita-citakan hal tersebut pada buah hatinya.                            

Untuk itu tanaman tersebut harus dirawat, dipupuk, disirami, disiangi,    
diberi cukup sinar matahari agar tumbuh baik. Bukan hanya itu saja, ia    
juga ditempatkan dalam wadah-wadah untuk memudahkan perawatannya. Yang    
terpenting adalah ketekunan, konsistensi, perhatian serta ketulusan dalam  
merawat pohon tersebut. Wadah, pupuk, perawatan yang diberikan kepada anak
itu menggambarkan pola pengasuhan dalam keluarga. Untuk dapat memberikan  
yang tepat, orangtua harus tahu terlebih dulu, jenis pohon yang ditanam,  
bagaimana karakteristik pohon tersebut. Biarpun sama-sama memiliki pokok  
kayu, pohon beringin berbeda dengan pohon cabai, sehingga wadah dan        
perawatannya pasti berbeda. Ada pohon yang diberi wadah sempit, ada yang  
harus diberi wadah luas. Ada yang ketika diberi wadah terlalu besar,      
banyak air dan pupuk justru mengakibatkan pertumbuhannya menjadi buruk.    
Dan ada pula yang tidak boleh kena sinar matahari langsung.                

Disiplin merupakan hal yang mutlak dan diperlukan dalam mengasuh serta    
mendidik anak. Tidak hanya bagi sang anak, tetapi juga bagi orangtuanya.  
Semakin ketat pengasuhan yang diberikan, semakin kaku disiplin yang        
diterapkan, semakin otoriter orangtua sama dengan semakin kecil wadah yang
diberikan kepada si pohon untuk tumbuh. Semakin banyak kritik, hujatan,    
omelan, berarti semakin banyak ranting dan dahan pohon yang dipangkas. Dan
jika wadahnya terlalu kecil, terlalu banyak pemangkasan, pohon tidak akan  
bisa tumbuh dengan baik dan justru akan tumbuh cacat atau bahkan mati sama
sekali. Begitu juga sebaliknya, jika pohon tidak dirawat dan dibiarkan    
liar, atau jika ternyata pupuk yang digunakan tidak cocok untuk pohon itu,
tidak sesuai dengan aturan pakainya, dan lain sebagainya.                  

Istilah yang digunakan untuk mengelompokkan style atau gaya pengasuhan    
oleh orangtua kepada anak tidak ada yang bersifat baku atau mutlak.        
Pengelompokkan ke dalam 3 model, otoriter, egaliter, dan liberal ini      
adalah salah satu upaya mengidentifikasi 3 kelompok besar gaya pengasuhan  
yang dilakukan dalam keluarga. Selalu ada variasi-variasi pada pola        
pengasuhan, yaitu penggabungan dari pola-pola pokok yang ada. Apakah ada  
pola pengasuhan yang paling jitu? Jawabannya adalah tidak. Ratih          
menambahkan, orangtua harus menemukan gaya pengasuhan yang ideal          
bersama-sama dengan anak. Perlakuan kepada setiap anak tidak dapat        
disamakan, karena setiap anak adalah unik. Orangtua selayaknya peka        
mengenali buah hatinya, bagaimana karakter, keunggulan dan kelemahan anak  
secara individual.                                                        

Selain itu karakter orangtua mempunyai pengaruh besar terhadap gaya        
pengasuhan yang dijalankannya. Contohnya, orangtua yang fun, kreatif,      
imajinatif, dan hangat akan memiliki gaya pengasuhan yang berbeda dengan  
orangtua yang memiliki karakteristik sebaliknya. Keluarga yang memiliki    
anak dengan kebutuhan khusus akan memiliki gaya pengasuhann yang berbeda.  
Begitupula dengan anak yang tinggal bersama keluarga besar, anak dengan    
saudara yang banyak, anak dengan orangtua tunggal, dan lainnya. Latar      
belakang sosial, status, pendidikan, budaya, agama akan sangat            
mempengaruhi pola pengasuhan anak dan warna yang melingkupinya. "Harapan  
orangtua, ekspektasinya terhadap masa depan anak akan memberikan variasi  
dalam pola pengasuhan di setiap keluarga dan pemberian label untuk setiap  
pola pengasuhan akan justru akan merumitkan para orangtua," kata Ratih.    

Pudjiati pun menambahkan bahwa ada kalanya orangtua perlu bersikap        
otoriter pada anak, yaitu pada hal yang dapat membahayakan anak. "Anak    
memang perlu learning by doing namun tidak pada setiap dan semua hal anak  
harus belajar setelah merasakan akibatnya," katanya. Contoh, soal          
obat-obatan terlarang, orangtua perlu memerlukan kontrol keras terhadap    
hal ini. Sedangkan orangtua pun ada saatnya untuk bersikap liberal, yaitu  
pada hal-hal yang tidak berbahaya dan dalam pengembangan diri. Beri        
kesempatan pada anak untuk mencoba.                                        

Dr. Ratih Andjayani Ibrahim membagi tips menemukan dan menerapkan pola    
pengasuhan yang tepat dengan konsep 5 K:                                  

Kasih : Dasari semuanya dengan kasih, sehingga orangtua tidak bertindak    
serampangan, dan semena-mena. Dengan dasar kasih orangtua juga akan mampu  
berempati kepada anak, dan juga pada pasangan.                            

Konsekuen: Bersungguh-sungguh menepati hal-hal yang sudah disepakati      
bersama anak.                                                              

Konsisten : Konsisten melaksanakannya sehingga anak paham, apa yang harus  
adalah harus, apa yang tidak adalah tidak, dan bukan lantaran mood        
orangtua.                                                                  

Kompak : Semua yang terlibat dalam pengasuhan anak haruslah kompak. Agar  
tidak membingungkan anak, menyebabkan anak merasa diadudomba.              

Kompromi : Bersikap bijak terhadap anak. Bijak berarti adil, sehingga      
biarpun harus konsukuen dan konsisten, orangtua tetap harus bisa bersikap  
fleksibel jika perlu.                                                      


Sumber: Majalah Inspire Kids

FW: Apa Bahasa Cinta Anak Anda ?

Apa Bahasa Cinta Anak Anda ?

Dikutip dari www.hypnoparenting.com


Manakah yang lebih penting menurut Anda : Orangtua yang merasa mencintai anaknya atau Anak yang merasa dicintai orangtuanya ?

Kalau Anda bingung, silakan baca kembali pertanyaan diatas Jika Anda jeli, Anda akan tahu bahwa yang lebih penting adalah yang kedua yaitu Anak yang merasa dicintai orangtuanya. Karena bila orangtua merasa mencintai anaknya, belum tentu anaknya merasa dicintai bukan ? Tetapi kalau anak yang merasa dicintai orangtuanya, sudah pasti orangtuanya mencintai anaknya.

Anehnya, problem yang seringkali kami temui dalam sesi konsultasi adalah permasalahan yang sumbernya karena anak merasa tidak disayangi, tidak dicintai, tidak diterima oleh orangtuanya. Padahal saat bertemu orangtuanya, kami diyakinkan benar-benar bahwa dia sayang sekali dengan anaknya. Anda mungkin jadi bertanya, kalau begitu kenapa anaknya merasa tidak dicintai ? Kok aneh dan kenapa bisa terjadi seperti itu ? Anda percaya saja, kasus atau kejadian seperti ini banyak sekali terjadi dan bisa saja terjadi pada Anda. Dan dalam banyak kasus orangtua tidak tahu apa salahnya mereka dan bagaimana memperbaikinya.

Anda perlu tahu bahwa anak yang bermasalah dalam hidupnya seperti terlibat perkelahian, narkoba, tidak percaya diri, tidak bisa bergaul, mudah putus asa, tidak berani mencoba dan banyak permasalahan anak lainnya, sumbernya seringkali karena dia tidak merasa dicintai atau diterima oleh orang-orang terdekatnya terutama orangtua. Ada banyak permasalahan yang terjadi karena komunikasi antara orangtua dan anak tidak terjalin dengan baik. Cara dan metode komunikasi yang bagus antara orangtua dan anak sangatlah penting bagi perkembangan diri si anak, salah satunya adalah dengan memahami bahasa cintanya.

Setiap anak memiliki bahasa cintanya sendiri-sendiri. Kalau Anda belum pernah mendengar istilah bahasa cinta, saya berikan ilustrasi. Bayangkan Anda bertemu dengan orang Jepang yang tidak bisa bahasa Indonesia dan Anda juga tidak mengerti bahasa Jepang, mulailah saling berbicara hm..hm… Apakah kira-kira Anda atau orang asing itu bakalan mengerti ? Dan berapa lama Anda tahan berbicara dengan seseorang yang tidak mengerti apa yang Anda katakan ?

Itulah yang sering terjadi antara orangtua dengan anak yang mempunyai bahasa cinta yang berbeda. Keduanya tidak akan saling mengerti apa yang dimaksud dan akhirnya percakapan hanya berlangsung singkat karena masing-masing merasa percuma ngomong, toh gak akan ngerti juga.

Bahasa cinta seorang anak adalah sebuah cara komunikasi yang sesuai dengan anak agar dia benar-benar merasa dicintai. Kata kunci disini adalah benar-benar karena anak tahu sih orangtuanya sayang dengannya tetapi anak tidak benar-benar merasa dicintai. Ok, Anda jadi sekarang ingin tahu bahasa cinta itu apa saja sih ? Ada 5 bahasa cinta, setiap orang memiliki bahasa cinta yang dominan, sedangkan bahasa cinta yang lain adalah pendukung saja.

  1. Sentuhan Fisik : memberikan sentuhan fisik seperti pelukan, ciuman di pipi, bermain yang melibatkan sentuhan fisik dan lain-lain.
  2. Kata-kata Pendukung : kata-kata positif dan mendukung pada anak.
  3. Waktu Berkualitas : melakukan aktifitas bersama dengan anak tanpa ada orang lain.
  4. Hadiah : memberikan hadiah kesukaannya.
  5. Layanan : melayani kebutuhan anak yang penting baginya.

Saat Anda mengetahui bahasa cinta anak anda, Anda bisa berkomunikasi sesuai dengan bahasa cinta tersebut dan Anak Anda akan benar-benar merasa dicintai. Anak yang merasa dicintai akan meningkatkan harga dirinya, kepercayaan diri juga meningkat, anak lebih ceria dan hubungannya dengan orangtua jauh lebih berkualitas. Bukankah itu semua yang kita mau ?

FW: Mendongeng Demi Masa Depan Anak

Mendongeng Demi Masa Depan Anak

oleh :
Ariesandi S.,CHt

Pada zaman serba canggih dan praktis sekarang ini, tradisi mendongeng untuk anak-anak sudah tergusur, termasuk oleh membanjirnya informasi dalam dunia komunikasi yang berkembang cepat. Sepanjang hari mereka dihadapkan pada beragam acara TV, mereka bisa beralih ke permainan yang tak kalah mengasyikkan, video game, misalnya. Padahal, kegiatan mendongeng sebenarnya bisa tetap memikat dan banyak manfaatnya bagi anak-anak. Dahulu para orang tua mendongeng saat anak berangkat tidur. Dongeng yang dibawakannya pun bermacam-macam; bisa lucu, sedih, gembira, mendebarkan. Bentuknya bisa berupa cerita rakyat, legenda, cerita dunia binatang hingga kehidupan sehari-hari. Misalnya Bawang Merah dan Bawang Putih, Kancil, Timun Mas, atau dongeng-dongeng impor, seperti Cinderella, Hans dan Gretta, Putri Salju dan Tujuh Kurcaci, Peter Pan, dll. Sumber dongeng pun bermacam-macam, bisa dari mulut ke mulut yang diperoleh dari orang tuanya dulu, dari buku-buku cerita, atau hasil penggalian cerita rakyat yang dilakukan oleh para antropolog. Meski tema maupun sumber berbeda, banyak manfaat bisa di petik dari kegiatan mendongeng. Salah satunya, mendorong anak mencintai buku alias gemar membaca. Selain itu kegiatan ini mampu mendekatkan hubungan orang tua dan anak serta menanamkan nilai-nilai luhur. Mendongeng juga mampu memberikan pesan moral yang membantu anak-anak dalam mengatasi persaingan antar saudara, konflik dengan orang tua, dan dorongan-dorongan negatif lainnya. Menurut Lawrence Kutner, Ph.D, psikiater dari Harvard, AS, dongeng penting bagi anak agar dapat memasuki perjalanan hidupnya tanpa risiko. Anak bisa mengatasi masalahnya dengan mengidentifikasikan diri dengan tokoh cerita. Masalah yang dihadapi ketika pertama kali anak masuk sekolah, misalnya, bisa diatasi dengan enak. Bahkan Prof. Janine Despinette, pakar dan kritikus buku dari Prancis, mengataka, sejak dini anak perlu belajar mendengarkan cerita yang dibacakan orang tua atau guru mereka, sehingga mereka mampu menghargai nilai-nilai dalam cerita. Mendongeng adalah suatu proses kreatif. Pendongeng menciptakan dunia lain, yang diharapkan dapat mengirim pendengarnya akan kebenaran dunia imajinasi itu. Lalu bagaimana kiat meramu dongeng untuk anak? Kalimat pembuka, ?Pada jaman dahulu ?? akan membuat para pendengar seolah dilontarkan ke dunia yang tanpa batas waktu. Kata demi kata akan terserap dan membuat mereka tercekam. Imajinasi mereka pun berkembang sesuai dengan keinginan pendomngeng. Namun semua itu hanya bisa dicapai kalau pendongeng terampil, kreatif, serta penuh penghayatan dalam membawakan ceritanya. Semua aspek itu bisa dilakukan bila pendongeng dalam suasana hati yang baik. Seorang pendongeng harus mengetahui apa isi cerita. Ambil contoh cerita rakyat Afrika Selatan tentang seorang pria yang menikah dengan bidadari dari langit. Wanita yang dikawininya itu membawa sebuah keranjang anyaman yang indah. Namun, sebelum dikawini ia meminta agar laki-laki itu berjanji tidak akan membuka tutup keranjang itu, kecuali ia memintanya. Cerita ini tentu akan berlanjut dengan kenyataan bahwa laki-laki itu tak memenuhi janjinya. Ia membuka keranjang itu, ketika istrinya sedang ke ladang. Saat pulang istrinya tahu bahwa suaminya telah ingkar janji. Si istri pun bertanya, ?Kau telah membuka keranjangku, bukan?? ?Ya, tapi kenapa sih, keranjang kosong saja diributkan?? ?Kosong?? tanya istrinya dengan air mata mengambang. ?Memang kosong!? jawab suaminya sambil tertawa. Istri dari langit itu bergegas pergi. Katanya, bukan karena sang suami ingkar janji, namun lantaran suaminya tak dapat melihat isi keranjang itu. Menurut wanita itu, keranjang itu berisi barang-barang indah dari langit, yang diharapkan dapat dinikmati berdua. Pendongeng harus dapat menunjukkan kepada pendengarnya makna yang tersirat dalam cerita itu. Dalam hal ini pendongeng harus bisa menggunakan imajinasinya untuk menggambarkan isi keranjang yang berisi keindahan, kegembiraan, dan kebijaksanaan. Alat-alat peraga akan mempermudah pendengar membayangkan sesuatu yang diceritakan. Alat itu bisa berupa gambar, boneka, pasir warna(artsand), tali, kertas, sapu tangan, buku cerita, kain warna-warni, dll. Berbagai alat peraga tersebut akan mendorong seorang anak memiliki kemampuan membayangkan dengan baik. Kemampuan visualisasi sangatlah penting dilatih sejak dini. Dengan alat bantu pasir warna kita bisa membantu membangkitkan imajinasi anak. Letakkan pasir di dalam kotak plastik tembus pandang berukuran 20x30 cm, di atasnya kita bisa menggambarkan bermacam-macam benda, satwa, dan flora dengan telunjuk. Untuk menghapus dan mengganti gambar, kotak cukup digoyang-goyangkan sehingga permukaan pasir rata kembali. Di negara maju, seperti AS, Inggris, dan Australia misalnya, banyak dijual gambar khusus untuk keperluan mendongeng. Satu cerita terdiri atas 10-12 gambar / adegan yang di cetak 4 warna di atas kertas tebal. Selain diberi nomor urut, di balik setiap lembar gambar terdapat cerita ringkasan adegan yang bersangkutan, tujuannya agar pendongeng bisa mengingat kembali ceritanya. Seluruh gambar ditempatkan dalam satu dos yang berfungsi sebagai bingkainya. Namun, praktik mendongeng tersebut memiliki kekurangan. Selain komunikasi antara pendongeng dan pendengar, gerak tangan dan mimik pendongeng terhalang, karena pendongeng harus memegangi gambar. Fantasi anak pun kurang berfungsi dengan adanya gambar-gambar itu. Untuk memperkenalkan tokoh, alam fauna, atau satwa misalnya, bisa digunakan alat peraga boneka, buku cerita, atau buku lain. Mendongeng juga bisa dipakai sebagai sarana bila ingin memperkenalkan buku-buku tertentu kepada anak-anak. Kita tunjukkan sebuah gambar dalam buku itu, lalu ceritakan bagian yang menarik. Hentikan dongeng kalau anak ingin mengetahui kisah selanjutnya, mau tak mau mereka harus mencari buku yang dimaksud dan membacanya sendiri. Pada titik tertentu dari cerita coba tanyakan kembali pada anak apa yang baru saja didengarnya. Minta anak menceritakan kembali sebisanya. Anda juga bisa meminta anak mendongengkan suatu cerita pada adiknya. Setiap orangtua bisa mendongeng untuk anaknya, baik sekadar untuk hiburan atau maksud lainnya. Dengan bercerita orang tua menjadi kreatif, sedangkan pengalaman hidup anak bisa menjadi sumber ide. Dengan sedikit latihan, bisa diperoleh pengalaman untuk menyampaikan cinta, nilai-nilai, dan keyakinan yang disampaikan melalui dongeng. Mendongeng tampaknya mudah, namun belum tentu setiap orangtua punya kesempatan untuk melakukannya. Ada beberapa kiat kalau ingin menjadi pendongeng yang baik bagi anak-anak: 1.Upayakan hanya mendongeng kalau Anda sedang dalam suasana hati yang cerah, jauh dari resah gelisah, sehingga bisa memusatkan pikiran dan perhatian dengan baik. 2.Yakinkan diri sendiri sebelum mendongeng, bahwa Anda mengasihi dan mencintai makhluk-makhluk kecil dihadapan kita dan menginginkan mereka bahagia. Lakukan dengan penuh rasa pengabdian untuk membuat mereka tersenyum, tertawa, berjingkrak, atau menangis berurai air mata. 3.Cobalah menghayati dan meresapi dengan sungguh cerita yang Anda bawakan. Tangkap nilai-nilainya dan sampaikan pada mereka. 4.Buat ringkasan cerita diatas secarik kertas untuk dihafalkan jalan ceritanya dengan cara membaca berulang-ulang. Tulis dan hafalkan nama-nama tokoh utama dan pernyataannya. 5.Jika menggunakan alat peraga beri nomor urut sesuai jalan cerita dan susun gambar-gambar peraga sesuai urutan. Sebelum bercerita usahakan susunan ini sudah rapi. 6.Pilih adegan yang menarik dan coba mendramatisirnya berulang-ulang, sehingga pada waktunya nanti akan lancar membacakannya. 7.Ucapkanlah kata-kata dengan jelas, jangan menggumam. 8.Ajukanlah pertanyaan kepada anak-anak dengan spontan, atau cubit anak-anak pendengan seolah-olah yang mencubit itu adalah pelaku cerita, misalnya. Dengan begitu, mereka dilibatkan dengan isi cerita. 9.Usahakanlah selalu memelihara ketegangan atau merahasiakan jalan cerita sehingga anak-anak terikat, terpukau adegan demi adegan. Sekali-kali kejutkan mereka untuk merangsang pengungkapan emosi. Mendorong anak gemar terhadap dongeng memang bermuara pada peran aktif orang tua sejak dini, yakni sejak anak berusia 3 tahun. Pada usia itu anak sudah mampu mengingat dengan kuat, sehingga kemesraan dan cinta kasih yang dirasakan ketika Anda membacakan dongeng untuknya akan diingat sepanjang hayat. Demikian halnya dengan dongeng-dongeng indah yang menyentuh hatinya akan dikenang selamanya. Bukankah Anda masih ingat dongeng-dongeng yang Anda baca atau dibawakan oleh orang tua ketika kanak-kanak? Jangan lupa kebiasaan baik dan terpuji itu kelak akan ditiru oleh anak Anda. Maka jangan sia-siakan kesempatan baik ini. Sungguh kasihan kalau anak Anda tidak memiliki kenangan manis itu, padahal Anda mampu memberikannya.

FW: Orangtua Pemicu Konflik Diri Anak?

Orangtua Pemicu Konflik Diri Anak?

oleh :
Ariesandi S.,CHt

Sony sedang bermain bola di halaman. Tiba-tiba .......... pyaarrrrr! Bolanya mengenai pot tanaman mahal dan membuatnya pecah berkeping-keping. Ia sangat ketakutan karena itu adalah pot tanaman kesayangan mamanya. Ia segera menyembunyikan bolanya dan bergegas masuk ke kamar membaca buku.

Tak berapa lama ia mendengar langkah kaki mamanya baru datang dari kantor memasuki rumah sambil berteriak, "Bibi ........ siapa yang pecahkan pot tanaman di depan?" Bibi pembantu rumah tangga ketakutan melihat pot tanaman tersebut telah pecah berkeping-keping. "Bibi tidak tahu. Dari tadi Bibi di belakang menyeterika pakaian dan tak mendengar apapun. Maaf Bibi benar-benar tidak tahu hal ini terjadi!"

"Sony! Di mana kamu? Cepat ke sini!", teriakan mamanya mengejutkan Sony yang sudah gemetaran. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan wajah mamanya muncul seraya mengatakan, "Sony siapa yang memecahkan pot tanaman Mama di depan?"

Jantung Sony berdegup kencang. Apa yang harus ia katakan? Berkata jujur pasti dimarahi juga. Seperti kejadian yang lalu ia berkata jujurpun masih diomeli dan dihukum. Berkata bohong atau pura-pura tidak tahu juga dihukum. Saat itu tak ada yang bisa menolongnya. Orangtua yang menjadi tempatnya berlindung saat ini menjadi musuh yang siap menerkam dirinya. Ia bingung. Ia cemas. Ia ketakutan. Ia tak punya tempat berlindung. Konflik seperti ini yang tak pernah ia mengerti sering terjadi dalam kesehariannya. Harus bagaimanakah ia bersikap?

Anton sedang bermain dengan adiknya dan tiba-tiba saja si adik menangis dengan keras karena mainannya direbut. Anton tidak mau mengalah dan malahan mengejek adiknya. Ibunya melihat hal itu terjadi dan dengan serta merta berteriak dengan suara nyaring nan merdu, "Ayooo......, teruskan....... ya ganggu adikmu terus. Nanti Mama hukum kamu kalau terus ganggu adikmu. Kan adikmu masih kecil kamu yang lebih tua ngalah dong?"

Anton terdiam kebingungan, dalam hatinya ia berkata, "lho tadi katanya disuruh terus, lha kok kalau saya teruskan malah dihukum dan kapan adik akan jadi lebih tua daripada kakak ya?"

Anton mempunyai pikiran seperti itu karena telah sering mendengar ucapan ibunya yang seperti tadi. Setiap kali ia dan adiknya berebut mainan selalu saja adiknya akan menangis untuk menarik perhatian ibunya. Dan anehnya  ibunya selalu mengatakan hal yang sama seperti di atas kepadanya.

Sejak saat itu Anton selalu mencari makna atas perkataan orangtuanya. Ia sering bingung sendiri, tanpa disadari tentunya, apakah yang sebenarnya dimaksudkan oleh orang dewasa di sekitarnya. Jika ia sendirian seringkali memorinya memunculkan perkataan-perkataan orangtuanya dan orang dewasa di sekitarnya yang membuat ia bingung. Tanpa disadari ia tumbuh dengan sikap penuh keraguan dan susah mengambil keputusan dalam waktu cepat. Ia menjadi tidak berani memutuskan sesuatu dan lambat laun inisiatifnya untuk memulai sesuatu semakin menurun.

Cepat atau lambat kita bisa meramalkan apa yang akan terjadi pada diri anak yang sering harus  mencari makna atas setiap tindakan atau perlakuan dari orang di sekitarnya. Mereka akan tumbuh dengan sikap penuh keraguan dalam bertindak, takut dikritik, perfeksionis, tidak berani mengambil keputusan besar, kurang berinisiatif dan tergantung pada orang lain.

Sampai di sini anda mungkin berpikir, "Wah susah sekali menjadi orangtua. Kok ini salah dan itu salah ya. Saya dulu juga diperlakukan seperti itu oleh orangtua saya. Tapi kok ya .... tidak apa-apa tuh ? Sekarang hidup saya juga sukses ?!"

Oh yaaaa........ Pernahkah anda merenung dan menggali dalam diri anda apakah ada konflik-konflik kecil yang timbul yang anda abaikan saja karena tidak tahu jawabannya. Dan anda mengabaikan karena anda melihat sepintas tidak ada pengaruh besar bagi kehidupan anda. Sesekali saja muncul tapiiii .... ya tidak perlu diungkit lagi ah.

Anda benar. Anda bisa sukses dengan apa yang orangtua anda telah lakukan pada anda. Dan tahukah anda seandainya orangtua kita melakukan sesuatu yang lebih positif lagi dari apa yang telah dilakukannya maka kita bisa jadi lebih sukses daripada sekarang. Bukankah setiap akibat merupakan hasil dari suatu sebab. Dan jika sebabnya berbeda maka akibatnya berbeda juga, betul kan ?

Berhati-hatilah dengan apa yang kita ucapkan dan lakukan kepada anak-anak kita. Jika perkataan dan perbuatan itu sering diulang maka pikiran bawah sadar anak akan menangkapnya dan menyimpannya sebagai fakta kebenaran. Apapun faktanya, positif ataupun negatif, akan dianggap sebagai kebenaran dan diwujudkan dalam realita fisik si anak. Itulah yang disebut hypnosis. Kita sadari atau tidak, kita telah menghypnosis anak-anak dengan perkataan dan perbuatan kita. Kita telah menghypnosis anak-anak kita dengan lakon sehari-hari yang kita pentaskan sebagai drama kehidupan di depan mata mereka.

Jika anda ingin mengatakan sesuatu katakan dengan konsisten dan katakan apa yang anda inginkan terjadi, jangan membuat anak mencari-cari sendiri makna dari ucapan atau tindakan anda. Mereka butuh bimbingan dan kasih sayang tulus. Mereka butuh penghargaan.

Membiarkan anak mencari-cari makna atas tindakan dan ucapan kita mengandung resiko besar. Jika mereka mendapatkan makna yang benar tidak jadi soal. Tetapi bagaimana jika pemaknaan yang mereka berikan salah dan terpatri dalam pikiran mereka?
Marilah kita memikirkan ulang setiap tindakan dan ucapan kita pada anak-anak yang kita sayangiDalam tingkat tertentu orangtua menentukan nasib seorang anak melalui perkataan dan teladan yang diberikannya.

FW: Bahasa Cinta Anak: Kata-kata Pendukung

Bahasa Cinta Anak: Kata-kata Pendukung

Dikutip dari www.hypnoparenting.com

Seperti yang telah saya tulis di artikel sebelumnya Apa Bahasa Cinta Anak Anda ? bahwa banyak sekali permasalahan anak yang terjadi saat ini disebabkan karena kurangnya perasaan dicintai alias tangki cinta anak kosong. Sebab utamanya memang perasaan kurang dicintai ini tetapi symptom atau akibat yang terjadi dari sebab utama ini munculnya bisa berbagai perilaku aneh yang membuat orangtua bingung, seperti : anak tidak mau sekolah, anak tidak percaya diri, anak suka membantah atau melawan orangtua, anak sering berkelahi, anak nakal dan rewel sekali dan lain-lain. Kelihatannya tidak berhubungan bukan ? Padahal sebab utamanya sama yaitu perasaan anak yang kurang dicintai atau tangki cintanya kosong. Oleh sebab itu saya mengajak orangtua yang membaca artikel ini untuk mengenali bahasa cinta anaknya dan mulai belajar mengisi tangki cinta anak anda. Anak yang tangki cintanya penuh adalah anak yang sangat manis dan berespon positif terhadap disiplin yang diajarkan orangtua. Sebelum saya jelaskan satu per satu bahasa cinta, ada beberapa prinsip yang perlu Anda ketahui terlebih dahulu, yaitu :

  1. Anak Balita (0-5 tahun) sulit dapat diketahui bahasa cinta utamanya. Mereka masih membutuhkan seluruhnya, jadi berikan dan lakukan seluruh 5 bahasa cinta yang ada pada anak Anda.
  2. Anak diatas 5 tahun walaupun membutuhkan seluruh bahasa cinta tetapi ada 1 atau 2 bahasa yang dominan. Jadi tidak berarti bila Anda mengetahui bahasa cinta anak anda, lalu Anda tidak perlu melakukan bahasa cinta yang lain.

Ok, mari kita mulai membahas secara singkat satu per satu bahasa cinta anak. Kita mulai dengan yang pertama Kata-Kata Pendukung. Anak yang memiliki bahasa cinta kata-kata pendukung sangat merasa dicintai bila orangtua atau orang lain mengucapkan kata-kata positif yang meningkatkan harga dirinya. Anak akan tersenyum bahagia saat mendengar kata-kata yang menyenangkan ini.

Secara garis besar, kata-kata pendukung yang berarti bagi anak yang bahasa cintanya kata-kata pendukung ini terdiri atas :

  1. Kata-kata penuh kasih seperti “Mama sayang sekali dengan kamu”. Yang perlu diperhatikan adalah saat mengucapkan kata-kata penuh kasih perlu dilakukan dengan nada suara yang penuh kasih dan ketulusan. Karena kalau tidak, anak akan merasa orangtuanya hanya basa-basi atau tidak tulus.
  2. Kata-kata pujian. Berikan kata-kata pujian pada anak saat anak mencapai sebuah prestasi, sikap dan perilaku baik atau berhasil mengatasi suatu tantangan yang sulit baginya. Kita sebagai orangtua juga perlu bijaksana dalam memberikan
  3. Kata-kata yang membesarkan hati. Saat anak mengalami kegagalan, situasi yang sulit atau krisis percaya diri, kita sebagai orangtua sangatlah perlu memberikan kata-kata yang membesarkan hati atau membangkitkan semangat anak sehingga memberikan semangat dan keberanian bagi anak untuk menghadapi situasi sulit itu. Kata-kata seperti “Papa senang melihat caramu menghadapi kekalahan ini, karena dari kegagalanlah kita belajar untuk sukses” atau “Nak, kamu adalah seseorang yang berharga dan hebat di mata papa mama. Kamu pasti akan berhasil !” adalah kata-kata yang sangat berarti bagi seorang anak yang memiliki bahasa cinta Kata-kata Pendukung.
  4. Kata-kata Bimbingan ke anak adalah menjelaskan ke anak tentang nilai-nilai moral, etika dan nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan. Bagi anak-anak yang memiliki bahasa cinta ini, kata-kata bimbingan yang disampaikan dengan tepat oleh orangtua, menyuarakan Saya Peduli dan Sayang dengan Kamu. Karena bagi anak ini, orangtualah pastilah sayang dengan dirinya, kalau tidak, mana mungkin mau repot-repot membimbing dan menasehati dirinya. Cara memberikan bimbingan perlu disesuaikan dengan umur anak sehingga anak tidak merasa sedang diceramahi orangtua. Kita sebaiknya memang perlu memastikan kita sebagai orangtua yang memasukkan nilai-nilai moral, etika dan nilai kebenaran dalam hidup anak karena jika tidak, bisa saja anak akan menerimanya dari orang lain yang bertentangan nilai hidupnya dengan kita. Dan perlu diingat, jangan membimbing dengan rasa marah atau kejengkelan karena anak akan menolak apapun yang kita sampaikan dan lain kali dia juga akan merasa seperti itu.

Ada hal penting yang perlu Anda ketahui lagi yaitu jika anak Anda memiliki bahasa cinta kata-kata pendukung maka :

  • Dia akan lebih sakit hati saat dimarahi, dikritik atau dikata-katain dengan kasar dibanding dengan anak yang memiliki bahasa cinta yang lain.
  • Sikap menyalahkan akan melukai semua anak tetapi akan lebih merusak pada anak yg bahasa cintanya Kata-kata Pendukung.

Bagaimana solusi agar jangan sampai terjadi hal diatas ?

  • Tidak ada jalan lain kecuali orangtua perlu meningkatkan kesadaran dirinya dan lebih sehat secara emosional sehingga mampu berespon lebih terkontrol dan bijaksana.
  • Dan jika Anda sudah terlanjur berkata-kata kasar atau bersikap menyalahkan pada anak ini, mintalah maaf pada anak. Hal itu sangat berarti bagi anak-anak yang memiliki kata-kata pendukung ini.

FW: Bagaimana Cara Mengetahui Bahasa Cinta Anak Saya ?

Bagaimana Cara Mengetahui Bahasa Cinta Anak Saya ?

Dikutip dari www.hypnoparenting.com


Jika Anda sudah membaca artikel sebelumnya mengenai Apa Bahasa Cinta Anak Anda ? dan penjelasan tentang masing-masing bahasa cinta yaitu Kata-kata Pendukung, Waktu Berkualitas, Sentuhan Fisik, Hadiah dan Layanan, maka sekarang Anda tentu ingin tahu bagaimana cara yang tepat untuk mengetahui apa bahasa cinta anak anda bukan ? Di artikel ini Anda akan belajar beberapa cara untuk mengidentifikasi atau menentukan bahasa cinta utama dari anak anda. Walaupun anak senang bila kita melakukan kelima bahasa cinta padanya, tetapi anak Anda pasti mempunyai bahasa cinta utama dan kedua yang dominan. Nah itulah yang ingin kita identifikasi.

Yang penting perlu Anda ketahui adalah mempelajari bahasa cinta itu membutuhkan waktu, demikian pula untuk menentukan bahasa cinta anak anda, membutuhkan waktu pengamatan paling tidak 2 minggu sampai dengan 1 bulan. Ok, jadi inilah cara-cara yang bisa Anda gunakan untuk mengetahui bahasa cinta utama anak anda.

  1. Amati Cara Anak Mengungkapkan Cintanya ke Anda sebagai Orangtuanya. Anak kecil cenderung mengungkapkan cintanya dengan bahasa cinta yang paling diinginkannya. Apabila anak berusia 5 hingga 8 tahun sering mengucapkan kata-kata penghargaan seperti “Ibu, saya senang sekali dengan makan malamnya” atau “terima kasih ya atas bantuannya mengerjakan PR ku” atau “Mama, saya sayang Mama”, Anda boleh menduga dengan tepat bahwa bahasa cinta utamanya adalah kata-kata pendukung.
    Metode identifikasi ini agak kurang efektif pada anak berusia 12 tahun keatas, terutama dengan mereka yang pernah berhasil memanipulasi yaitu anak mengetahui bahwa orangtua cenderung mengikuti kehendaknya bila dia mengucapkan kata-kata manis ke orangtuanya. Itu sebabnya metode ini paling baik digunakan pada anak berusia 5 hingga 10 tahun.
  2. Amati Cara Anak Mengungkapkan Cintanya kepada Orang Lain. Apabila anak kelas satu selalu ingin memberi gurunya sesuatu (dari keinginan anak sendiri, bukan suruhan kita sebagai orangtua), hal ini mungkin menandakan bahwa bahasa cinta utamanya adalah menerima hadiah. Seorang anak yang bahasa cintanya adalah hadiah, akan senang luar biasa sewaktu ia menerima hadiah dan ingin orang lain juga menikmati kesenangan yang sama.
  3. Mendengarkan Permintaan yang Paling Sering Diajukan Anak. Apabila anak anda seringkali mengajak Anda bermain dengannya, mengajak Anda berjalan-jalan bersama atau duduk dan membacakannya sebuah cerita, berarti ia sedang meminta waktu berkualitas. Apabila banyak permintaanya yang cocok dengan pola ini, kemungkinan besar bahasa cintanya adalah Waktu Berkualitas. Memang semua anak butuh perhatian dari orangtuanya, tetapi bagi anak yang bahasa cintanya adalah Waktu Berkualitas, jumlah permintaannya akan waktu bersama akan jauh lebih banyak daripada permintaan lain.
    Apabila anak anda terus-menerus meminta anda komentar tentang hasil kerjanya seperti “Menurut mama gambar buatan saya ini bagaimana ? bagus gak ?” atau “Ma, aku pakai baju ini tampak cantik gak ma ?”, mungkin bahasa cintanya adalah Kata-kata Pendukung. Memang semua anak membutuhkan dan menginginkan kata-kata seperti ini tetapi anak yang punya bahasa cinta kata-kata pendukung cenderung permintaan ini yang dominan.
  4. Perhatikan Keluhan yang Paling Sering Disampaikan oleh Anak. Jika anak sering mengeluh tidak menerima sesuatu dari orangtuanya seperti “Ibu / Ayah tidak pernah punya waktu buat saya” atau “Ibu selalu harus merawat bayi” atau “Kita tidak pernah pergi bersama-sama”, kemungkinan bahasa cintanya adalah Waktu Berkualitas. Kalau dia hanya sekali-sekali mengeluhkan kurangnya waktu bersama, memang tidak langsung berarti bahasa cintanya adalah waktu berkualitas. Setiap anak kadangkala memang lagi suka mengeluh, tetapi bila pola keluhannya konsisten, itu dapat menjadi petunjuk dari bahasa cintanya.
  5. Membiarkan Anak Memilih Satu dari Antara Dua. Anda bisa mengetahui bahasa cinta utama anak Anda dengan membuat dia memilih salah satu dari dua bahasa cinta. Sebagai contoh, seorang ayah mungkin berkata ke anaknya yang berusia sepuluh tahun “Budi, Ayah akan pulang lebih awal Kamis sore, kita bisa pergi mancing bersama atau membantumu memilih sepatu basket baru. Mana yang kau sukai ?” Anak mempunyai pilihan di antara Waktu Berkualitas dan Hadiah. Seorang ibu bisa mengatakan kepada puterinya “Sore ini ibu punya waktu luang, kita bisa jalan-jalan bersama atau memperbaiki rok barumu. Mana yang lebih kau sukai ?” Pilihan ini jelas adalah antara waktu berkualitas dan layanan. Pilihan-pilihan ini bisa memberi petunjuk tentang bahasa cinta anak anda.
    Berikan beberapa pilihan selama beberapa minggu dan catatlah pilihan si anak. Apabila sebagaian besar pilihannya konsisten di salah satu bahasa cinta, kemungkinan besar Anda telah menemukan bahasa cinta anak Anda. Jika Anak anda tidak menginginkan kedua pilihan Anda, coba lagi dengan pilihan lain. Dengan waktu dan ketekunan, Anda akan menemukan pola yang konsisten ini.

Itulah 5 metode / cara yang bisa Anda gunakan untuk mengetahui bahasa cinta utama anak Anda. Dengan mengetahui bahasa cinta utama anak Anda, anda sebagai orangtua akan memiliki sebuah cara yang efektif dalam mengisi tangki cinta anak Anda.

FW: Ada 3 Tipe Orangtua : Anda tipe yang mana ?

Ada 3 Tipe Orangtua : Anda tipe yang mana ?

Dikutip dari www.hypnoparenting.com


”Halo, selamat siang Pak. Saya Indri pembaca buku Hypnoparenting. Saya ingin minta waktu Bapak untuk konsultasi tentang masalah anak saya. Apakah Bapak ada waktu?”, demikian suara di seberang telepon. Setelah saya tanyakan apa masalahnya kemudian kami menyepakati jadwal bertemu.

Masalah Irwan, anak Ibu Indri, adalah masalah motivasi belajar. Irwan duduk di kelas dua sekolah dasar. Karena ”malas” belajar maka nilainya jelek dan akhirnya ia jadi minder di hadapan teman-temannya. Tidak berhenti sampai di situ saja. Ia sering berkelahi dengan temannya dan berselisih dengan guru dan orangtuanya. Ibu Indri sering dipanggil oleh guru Irwan dan sang guru sudah angkat tangan terhadap masalah tersebut.

Pada hari yang telah disepakati saya menemui Ibu Indri dan Irwan. Setelah ngobrol ringan beberapa saat saya mengetahui bahwa Ibu Indri dan suaminya adalah tipe orangtua ketiga. Orangtua tipe pertama adalah orangtua ”pencegah masalah”, orangtua tipe ini sering saya jumpai dalam seminar ataupun pelatihan intensif yang saya berikan. Orangtua tipe kedua adalah orangtua ”pencari solusi”. Mereka mencari solusi atas permasalahan anaknya. Tipe ini juga sering saya jumpai di seminar saya dan tak jarang berlanjut ke janji konsultasi dan terapi. Tipe ketiga adalah orangtua ”tahu beres”. Tipe ini hampir tidak pernah saya temui dalam seminar saya tetapi sering langsung datang ke ruang konsultasi dan terapi.

Orangtua tipe ketiga, seperti Ibu Indri dan suaminya, datang ke ruang terapi dengan harapan bahwa masalah anaknya langsung beres. Mereka berharap saya adalah makhluk ajaib yang langsung bisa menghipnosis anaknya untuk menuruti keinginannya.

Ketika mereka tahu bahwa proses perubahan anaknya menuntut proses perubahan diri mereka sendiri maka mereka jadi terheran-heran. Orangtua tipe ketiga sering tidak menyadari bahwa permasalahan anaknya bersumber dari pendekatan yang salah yang mereka lakukan sejak anak tersebut menjalani proses tumbuh kembangnya. Orangtua tipe ketiga sering menganggap bahwa anaklah yang sepenuhnya bertanggung jawab atas masalahnya. Mereka benar-benar susah untuk menerima kenyataan bahwa merekalah pemicu utama dari tindakan anak-anaknya.

Mengapa bisa begitu? Karena pada awal mulanya anak-anak hanya merespon sikap dan tindakan orangtuanya. Ketika orangtua mengulangi sikap dan tindakannya maka si anak juga mengulang respon yang sama. Dan akhirnya karena sering diulang maka hal ini menjadi kebiasaan dan karakter si anak.

Setelah saya memberikan masukan pada Ibu Indri dan suaminya tentang masalah Irwan kemudian saya mulai membantu Irwan secara pribadi untuk mulai mengubah cara pandangnya. Pada dasarnya ia anak yang sangat baik dan cukup punya pengertian tentang berbagai masalahnya. Ia mulai menyadari bahwa kejengkelan terhadap orangtuanya yang sering menjadi pemicu dari sikapnya. Saya meyakinkan padanya bahwa papa mamanya akan mengubah pendekatan mereka padanya. Setelah itu kami berpisah.

Satu bulan kemudian Ibu Indri menelepon saya untuk minta waktu lagi. Ia mengatakan bahwa perubahan anaknya hanya terjadi dua minggu saja. Setelah itu sikapnya balik lagi seperti semula.

Singkat cerita kami bertemu kembali. Dan saya tahu apa yang harus saya katakan pertama kali untuk memeriksa kembali kasus ini. Pertanyaan saya pertama adalah seberapa konsisten ibu Indri dan suaminya menjalankan apa yang saya minta. Mereka langsung mengatakan bahwa mereka susah sekali untuk mengubah pola pendekatannya ke Irwan. Mereka sering kembali lagi ke pola lama mereka yang menggunakan bentakan, cemoohan dan perkataan yang merendahkan secara tidak langsung. Mereka sering mengambil jalan pintas.

”Lalu saya harus bagaimana lagi. Saya sudah jengkel dan tak sabar melihat sikapnya. Saya kan masih banyak pekerjaan lain. Saya tidak mengurusi dia saja kan?”, demikian Ibu Indri membela dirinya.

”Kalau begitu siapa yang harus mengurusi Irwan yang masih sekecil itu?”, demikian saya ingin tahu jawabannya. ”Lha saya kan sudah sekolahkan dia. Saya sudah panggilkan guru les ke rumah untuk menemaninya belajar. Saya sudah sediakan pengasuh khusus untuknya. Apa lagi yang harus saya lakukan?”, demikian katanya setengah putus asa.

”Hmmmm tapi bukan itu saja yang dibutuhkan Irwan. Mereka semua tidak bisa memenuhi tangki cinta Irwan. Hanya Ibu dan Bapak yang bisa melakukannya. Dan Irwan benar-benar mengharapkan hal itu dari Bapak dan Ibu tetapi ia jarang mendapatkannya. Kedekatan fisik Bapak Ibu tidak berarti kedekatan emosional. Masalah ini hanya bisa diselesaikan jika bapak Ibu berkomitmen pada diri sendiri untuk melakukan perubahan sehingga akhirnya Irwan akan meresponnya dengan cara berbeda pula. Bapak Ibulah yang menjadi terapis utama bagi Irwan bukan saya! Secanggih-canggihnya saya melakukan hipnoterapi pada Irwan tetapi jika Bapak Ibu di rumah, yang jelas lebih banyak berhubungan dengan Irwan, tidak mendukung tumbuhnya kebiasaan baru maka cepat atau lambat hasil terapi akan terkikis habis!” demikian saya menjelaskan.

Dari contoh kasus di atas jelas sekali bahwa peranan orangtua sebagai terapis bagi anaknya sendiri sangat besar. Orangtua adalah akar dari sebuah pohon yang akan menyerap segala nutrisi yang ada di sekitarnya dan kemudian menyalurkannya ke anak sebagai buah yang ada jauh di atas pohon. Untuk menghasilkan buah yang baik maka akarnya yang harus diperhatikan agar bisa menyalurkan nutrisi yang baik dan berguna bagi bakal buah yang akan berkembang. Ketika buah sudah sudah muncul maka perlakuan kita untuk mengubahnya hanya mempunyai pengaruh yang kecil atau bisa jadi terlambat.

Bagaimanakah dengan diri kita sendiri? Termasuk tipe orangtua manakah kita? Saya percaya artikel ini jatuh ke tangan orangtua tipe pertama dan kedua. Orangtua tipe ketiga yang tahu beres tidak akan mau repot membaca artikel ini. Bila Anda punya teman atau kerabat yang tipe ketiga, email atau beritahukan artikel ini pada mereka agar cepat sadar / tobat demi masa depan anak-anaknya. Salam hangat penuh cinta.

FW: Apakah Anda Orangtua yang Terlalu Protektif ?

Apakah Anda Orangtua yang Terlalu Protektif ?

Oleh ariesandi  dari  www.hypnoparenting.com


Antara menjaga keselamatan anak dan terlalu protektif terdapat batas yang tipis. Orangtua yang berhasil adalah yang tahu kapan harus melangkah mundur dan membiarkan anak terbang begitu dia siap. Di zaman seperti ini, rasanya semakin sulit menjaga anak agar selalu sehat dan selamat. Masih bayi dan berada di rumah sendiri pun sudah sudah dikelilingi berbagai bahaya, dari benda-benda tajam, cat yang mengandung timah, sampai virus-virus misterius penyebab penyakit berbahaya.

Sejalan dengan pertumbuhan anak Anda, rasa cemas Anda juga ikut tumbuh bersamanya. Untuk tumbuh menjadi anak yang sehat sejahtera, anak Anda memerlukan perhatian dan perlindungan. Perhatian dan perlindungan yang berlebihan membuat anak sulit mengembangkan rasa percaya diri dan ketangguhan yang diperlukan di kemudian hari. Karena itu, sebagai orangtua, Anda dituntut untuk menemukan keseimbangan antara tidak melindungi, di mana anak-anak Anda mengalami sesuatu yang sebenarnya mereka belum siap hadapi. Dan terlalu melindungi, menghilangkan kesempatan penting untuk perkembangan dan meruntuhkan kemampuan mereka untuk bernegosiasi dengan tantangan-tantangan kehidupan.

Perlu diingat, orangtua yang sukses adalah yang mendidik anak yang bisa mengurus dirinya sendiri. Untuk itu, Anda harus mengizinkan anak Anda menguji sayapnya. Anda tidak mendorongnya keluar dari sarang sebelum dia dipersiapkan untuk terbang. Anda juga tidak menahannya ketika dia sudah siap.

Berikut langkah bijak bagi orangtua dalam memberikan perlindungan sejalan dengan pertumbuhan dan usia anak, dari Dr. Ava L. Siegler, Ph.D., ahli psikologi anak dalam buku The Essential Guide To The New Adolescence.


1. Lahir sampai 1,5 tahun : Bayi perlu keterlibatan total dari Anda
Saya selalu menenangkan bayi saya kalau dia menangis. Tapi suami saya bilang, saya terlalu protektif dan bahwa saya harus membiarkannya agar lebih kuat dan tidak manja. Apakah dia benar ?

Seorang bayi masih tergantung pada bujukan dan hiburan Anda untuk merasa nyaman. Mencoba bersikap lebih keras terhadap bayi bisa menimbulkan hasil yang bertentangan dengan apa yang Anda inginkan, yaitu seorang bayi yang tergantung dan rewel daripada seorang bayi yang tenang yang makin lama makin bisa berbaur dengan lingkungannya. Mendengarkan dengan cermat sinyal bayi Anda dapat membantu Anda mengetahui tingkat keterlibatan yang diperlukan dari Anda. Jika dia hanya merengek, Anda mungkin bisa menggunakan suara Anda untuk menenangkannya. (Oh, sayang, Mami ada di sini, kok. Lagi cuci piring. Mami ingat, ada anak Mami yang manis di sana.)

Saat bayi Anda memulai latihan ketrampilan motoriknya (duduk, merangkak, dan berjalan) , Anda mungkin akan sulit menentukan batasan antara terlalu protektif dan tidak protektif. Bersama bayi, keamanan selalu merupakan prioritas utama, tetapi perlu diingat juga bahwa bayi perlu mengambil beberapa risiko untuk tumbuh dan berkembang. Jika anak Anda yang berusia 7 bulan berdiri dengan berpegangan pada jeruji boks, dia ingin memberitahu Anda bahwa dia sudah siap menerima tantangan fisik, walaupun dia masih perlu bantuan Anda untuk bisa duduk kembali.


2. Umur 1,5 sampai 3 tahun : Anak balita yang serba ingin tahu harus belajar berhati-hati
Putri saya, 2 tahun, senang main di bak pasir di taman. Tapi menurut tetangga saya, saya harus melarangnya karena tak tahu apa yang akan ditemukannya di sana. Apakah kekhawatiran tetangga saya itu benar ?

Keselamatan merupakan masalah paling penting bagi orangtua yang mempunyai anak balita di bawah 3 tahun karena kelincahan geraknya. Di saat anak balita Anda memulai penjelajahannya, Anda harus memberikan pengawasan penuh dan hati-hati. Akan tetapi, terlalu banyak ‘jangan’ pada usia anak yang masih terlalu dini dapat menghambat rasa ingin tahu yang merupakan dorongan untuk belajar, dan mempengaruhi motivasi normal yang mendorongnya untuk berprestasi.

Jadi, bagaimana caranya mendorong otonomi sambil memperhatikan keselamatan anak? Salah satu solusi adalah menggunakan perkembangan kecerdasan anak Anda untuk mengajari dia tentang kehati-hatian yang wajar dan tepat. Daripada sekedar berteriak, ‘jangan!’ pada waktu anak Anda meraih cangkir, sebaiknya dapat Anda jelaskan, “Kopinya panas, bisa membuat tanganmu sakit. Sesuatu yang panas, bisa membuat kamu sakit, seperti kompor panas, cahaya lilin, dan lampu terang”.

Jika Anda mencoba melindungi anak Anda dengan tak pernah semenit pun melepaskannya dari pengawasan Anda, berarti Anda terlalu protektif. Anda membuatnya terlalu tergantung kepada Anda untuk memproses informasi tentang keadaan sekelilingnya dan tidak mendorongnya untuk berpikir untuk dirinya sendiri melalui situasi-situasi baru. Anak-anak sama seperti kita, belajar lewat pengalaman.

Cara lain dengan menciptakan lingkungan yang aman bagi anak, misalnya daripada melarangnya bermain di bak pasir, lebih baik membersihkan pasirnya dari kotoran-kotoran atau benda-benda berbahaya sebelum dia masuk ke dalam bak atau daripada berkata ‘jangan !’ setiap kali dia menarik kabel peralatan listrik, lebih baik amankan ruangan Anda sehingga anak Anda bebas menjelajahinya tanpa takut menghadapi masalah. Anak Anda akan matang lebih cepat jika Anda menyediakan beberapa peluang untuk kebebasan yang aman tetapi tetap di bawah pengawasan.


3. Umur 3 sampai 6 tahun : Anak pra sekolah harus belajar pelajaran hidup yang penting
Saya khawatir, anak saya, 4 tahun, terlalu ramah. Apakah bijaksana jika saya bersikap lebih keras terhadapnya ?

Pada usia ini, kepribadian anak Anda mulai terbentuk dan bisa dijadikan ukuran untuk menentukan jenis keterlibatan yang diperlukannya dari Anda. Dalam masalah fisik misalnya, anak yang berani dan tak bisa diam mungkin perlu bantuan Anda untuk belajar bagaimana cara mengendalikan dorongan-dorongannya. (Lompatan itu terlalu tinggi. Dan saya kira, kamu bisa jatuh di semen itu. Jadi, coba lompat di rumput saja). Anak penakut memerlukan dorongan Anda untuk percaya pada kemampuan fisiknya. (Lompatan itu tinggi. Tapi saya kira akan aman karena kamu akan mendarat di pasir. Kalau kamu ingin coba, saya akan menyambut kamu kalau jatuh).

Dalam masalah sosial, anak pemalu mungkin perlu dorongan untuk bicara. (Pak Toni sangat senang waktu kamu menyapanya. Dia benar-benar senang sama kamu). Anak yang terlalu ramah mungkin perlu diajari untuk membatasi keramahannya. (Kamu boleh saja mengucapkan selamat pagi. Tapi tak boleh duduk di pangkuan orang yang baru dikenal)

Ini merupakan usia di mana ketrampilan sosial anak Anda perlu dipoles. Dia masih memerlukan Anda untuk mengatur jadwal bermain dan aktivitas-aktivitasnya. Tapi jangan mencampuri dan mengendalikan permainan mereka. Setiap kali Anda melangkah mundur, Anda membantu anak Anda mengatur dirinya sendiri.

Karena anak Anda sudah cukup besar untuk menghabiskan waktunya bersama orang dewasa lainnya (tetangga, guru, penjaga toko dan sebagainya), tapi masih terlalu mudah untuk dibohongi, ini merupakan waktu yang paling baik untuk menanamkan aturan-aturan dasar tentang keselamatan dirinya. (Jangan bicara pada orang asing, walau mereka minta bantuan sekali pun. Jangan menerima makanan atau minuman dari siapa pun yang tidak kamu kenal. Jangan berdiri di dekat pintu mobil orang asing. Jangan pergi kemana-mana dengan seseorang tanpa seizin saya, walaupun dia bilang, dia akan membawa kamu bertemu dengan saya ). Cara terbaik untuk membantu anak Anda menyerap informasi ini adalah lewat permainan peran. Tanyakan dia, misalnya ada seorang anak remaja yang tidak kamu kenal minta tolong dicarikan anak kucingnya yang hilang ? Apa yang akan kamu lakukan ? Beritahu langsung anak Anda apa yang harus dilakukannya jika menghadapi situasi ini. Cepat lari dan cari orang dewasa yang kamu kenal atau polisi.


4. Umur 6 sampai 9 tahun : Anak usia sekolah harus berpikir untuk diri mereka sendiri
Waktu membantu anak kami mengerjakan pekerjaan rumah, saya jadi bertanya-tanya, apakah bantuan itu lebih banyak baiknya atau lebih banyak buruknya ?

Tahun-tahun antara umur 6 dan 9 merupakan masa yang penting untuk pencapaian ketrampilan intelektual dan sosial. Saat anak masuk sekolah dasar, Anda pasti akan mendorongnya agar berusaha keras belajar dan berprestasi. Tapi ingat, anak Andalah yang kini bertanggungjawab untuk belajar, bukan Anda.

Pekerjaan rumah khususnya, mungkin bisa menjadi penyebab perang antara anak yang suka menunda dengan orangtua yang pencemas. Orangtua yang terlalu ambisius untuk anaknya biasanya menjadi cemas dengan kinerja anaknya sampai akhirnya mereka mengerjakan tugas-tugas anaknya. Hal ini tidak hanya membuat anak merasa usahanya tidak ada harganya, tetapi juga membuat gurunya jadi tidak mengetahui perkembangan anak yang sebenarnya. Yang mana yang belum dimengerti dan mana yang sudah.

Ini juga merupakan waktu bagi Anda untuk tidak lagi mengatur waktu main atau main dengan siapa. Dorong anak Anda untuk membuat rencananya sendiri. ( Ada film baru di mall. Kenapa kamu tidak ajak Tessa untuk nonton bersama kita ? Sesudah itu, kita bisa makan pizza bersama ). Dengan cara ini, pesan yang ingin Anda sampaikan adalah bahwa ini waktu untuknya untuk mengatur hidupmu sendiri dan menjalankan segalanya untuk diri sendiri.


5. Umur 9 sampai 12 tahun : Anak pra remaja menantang perlindungan Anda
Anak saya, umur 10, senang masuk ruang internet dan saya khawatir, dia melihat sesuatu yang tak pantas. Apakah saya harus membatasi atau melarangnya ?

Menurut Dr. Ava, saat anak mendekati masa remaja, adalah normal jika mereka menolakusaha Anda untuk melindungi mereka. Mereka bukannya mau melawan, tapi latihan mengatur diri sendiri tanpa campur tangan Anda. Suatu perkembangan yang penting sebagai langkah menuju otonomi masa dewasa. Anda tetap harus memberikan perhatian pada masalah internet yang terus membayang-bayangi kehidupan anak pra remaja karena terlalu banyak stimulasi tanpa pembatasan atau larangan, sehingga mereka mereka bisa dengan bebas melihat apa yang mereka inginkan. Memang, Anda bisa membeli perangkat lunak untuk menyaring informasi-informasi elektronik yang berbahaya, tetapi cara terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengusahakan agar anak pra remaja Anda menggunakan internet untuk sesuatu yang berguna, atau paling tidak untuk sesuatu yang pantas dan wajar.

Pada masa ini, melebihi masa sebelumnya, Anda harus mengemukakan harapan-harapan Anda pada anak-anak Anda, menegaskan kembali nilai-nilai dan standar-standar Anda. Tetapi tetap penting untuk membiarkan anak pra remaja Anda mengambil peluang dan kemungkinan berbuat salah. Banyaknya jumlah perlindungan yang sering diikuti dengan sedikitnya jumlah kebebasan pada usia ini bisa menimbulkan tindakan yang oleh Dr. Ava disebut lie or defy (berbohong atau menentang). Pembatasan yang tidak masuk akal bisa membuat anak Anda menghindar atau tak mau mengakui perbuatannya secara terbuka. Hal ini bisa menciptakan suasana saling tidak percaya dan konflik dalam keluarga. Yang lebih buruk lagi adalah, terlalu memberikan perlindungan pada usia ini bisa mengakibatkan anak pra remaja yang begitu bergantung pada keluarganya, sampai tak bisa berpisah dari keluarganya. Terlebih lagi, tak bisa menciptakan hubungan baru dengan anak-anak seusianya atau membangun karakter yang merupakan perkembangan wajib yang penting pada masa remaja.


Jadi menurut Anda, apakah Anda orangtua yang terlalu protektif ? Hanya Anda yang tahu jawabannya. Semoga bermanfaat.

Facebook