Selasa, 16 September 2008

Menyembuhkan Luka Batin

Ada sebuah kisah inspiratif yang saya ambil dari buku pertama saya,
Emotional Quality Management.

Kisahnya begini. "Ada sebuah kisah tentang sebuah rumah. yang kebetulan
dihuni seekor monster yang menetap di ruang bawah tanah.
Sang pemilik rumah tahu tentang kehadiran monster itu. Jika merasa
terusik, monster itu akan keluar menjahati, mengganggu bahkan memangsa
siapa pun yang ada di dalam rumah, kecuali pemilik rumah itu. Hal ini
membuat si pemilik rumah menyatakan perang dengan si monster. Namun,
monster itu tak pernah berhasil diusir keluar. Maka monster itu pun
dikurung di ruang bawah tanah. Tetapi, monster itu selalu mampu
menemukan jalan keluar. Bertahun-tahun, monster itu selalu mengancam
kehidupan pemilik rumah. Hingga akhirnya, pemilik rumah memutuskan untuk
membiarkan monster itu naik, dan tinggal di ruang dalam. Ruang bawah
tanah pun dihancurkannya. Monster itu, ternyata merasa tidak tahan
terus-terusan tinggal di dalam rumah. Monster itu pun pergi....
Selamanya!"

Kisah di atas saya pakai untuk menggambarkan soal berbagai 'monster'
kepahitan, rasa sakit, luka ataupun kepedihan yang kita simpan
terus-menerus dalam diri kita. Hikmahnya, selama tidak pernah
diselesaikan, kepedihan itu akan terus-menerus menghantui dan mengganggu
kehidupan kita. Itulah sebabnya, ada benarnya saat Milton Wrad, penulis
buku The Brilliant Function of Pain (Fungsi Brilian dari Rasa Sakit),
mengatakan, "Fearing pain, fighting pain, avoiding pain or ignoring
pain, only increasing it. Flow with it". Artinya, ketakutan pada rasa
sakit, melawan rasa sakit, menghindari rasa sakit dan mengelak dari rasa
sakit hanya akan meningkatkan rasa sakit kita.
Mengalirlah dengan rasa sakit itu.

Hal ini terutama benar, khususnya kalau kita bicara soal rasa sakit
emosional. Setiap orang pastilah pernah memiliki luka emosional. Bagi
segelintir orang, luka tersebut menjadi luka batin berkepanjangan.
Namun, di pihak lain ada yang bisa memilih untuk tidak menjadi terhambat
karena luka-luka tersebut.

Saya ingat, ada dua wanita yang pernah dilecehkan secara seksual oleh
orangtuanya. Satunya hidup menderita dan mulai membenci semua laki-laki.
Satunya lagi, bisa belajar memaafkan dan memulai lembaran hidup baru
dengan lebih berhati-hati memilih pasangan. Wanita yang kedua ini, bisa
kembali menjalani hidupnya secara tegar. Saat ditanya, bagaimana
filosofi hidupnya dan mengapa dia bisa bertahan, jawabnya sederhana,
"Pain is inevitable. Suffering is optional." (mengalami rasa sakit itu
lumrah, tidak akan terhindari. Tapi menderita itu adalah soal pilihan
kita). Sebuah filosofi hidup yang menarik.

6 Langkah

Nah, memasuki bulan Ramadan ini, ada baiknya juga jika kita menggunakan
momen berharga ini bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, melainkan
juga untuk membereskan luka-luka pada diri kita.
Secara psikologis, ada enam langkah proses penyembuhan luka batin yang
bisa kita lakukan pada diri kita.

Pertama, identifikasi. Yakni mengidentifikasikan kembali isu-isu lama
yang pernah membuat Anda terluka. Banyak orang enggan melakukannya,
karena takut membangunkan 'monster' yang tertidur. Namun, selama hanya
ditimbun dan tidak diselesaikan secara tepat, maka monster ini akan
terus-menerus mencari cara mengganggu kehidupan kita. Cara terbaik
adalah menghadapinya dengan gagah berani dan sikap yang positif.
Itulah sikap terbaik menghadapi luka-luka lama kita.

Kedua, kaitkan. Tanyakanlah pada diri Anda bagaimana luka-luka batin itu
berpengaruh terhadap kehidupan Anda sekarang. Bagaimanakah hal itu
mengganggu proses Anda sekarang. Kaitkan isu lama Anda dengan situasi
yang Anda alami sekarang. Biasanya luka batin serta pengalaman tak
menyenangkan pada masa lampau memberikan pengaruh terhadap apa yang
terjadi saat ini. Semakin banyak Anda terpengaruh, semakin Anda perlu
membereskan.

Ketiga, pikirkan. Pikirkan apa yang mau diubah. Pikirkan pula, apa
akibatnya bagi diri Anda jika hal tersebut dapat diubah dan
diselesaikan. Pikirkan pula apa akibatnya jika ternyata Anda tidak
mengubahnya sama sekali.

Keempat, afirmasi. Di langkah keempat ini, lakukanlah afirmasi
terus-menerus kepada diri sendiri, bahwa Anda perlu, ingin serta memilih
untuk berubah. Berlajarlah untuk mengatakan, "Luka ini menyiksaku,
tetapi saya lebih kuat dan saya ingin menyelesaikan sehingga luka ini
tidak lagi menghalangi hidupku", Ayo. Diriku lebih kuat dari luka ini."
Saya tidak akan membiarkan luka ini mengganggu hidupku. Itulah
pilihanku".

Kelima, ventilasi emosi. Di sinilah kita ditantang untuk memventilasikan
emosi kita secara positif. Arti sederhananya, Anda perlu mencari cara
untuk menyalurkan kemarahan tersebut secara sehat.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas atau kegiatan seperti
menulis diary, membagikan dengan orang lain, berbicara dengan seorang
ahli, berolah raga, yoga, meditasi, dan masih banyak aktivitas lainnya.

Akhirnya, tahap keenam penyembuhan. Di sinilah kita mencoba melakukan
proses penyembuhan baik secara mental maupun spiritual. Dalam tahapan
ini, kita bisa membingkai ulang dengan memaknai secara berbeda apa yang
terjadi ataupun mengganti kesan kita yang negatif soal luka itu, dengan
pikiran positif.

Sebenarnya, hingga di langkah keenam ini, kita sudah menyelesaikan
secara pribadi. Namun, jika diperlukan, langkah ini pun bisa dilanjutkan
dengan menyelesaikan hal ini dengan penyebab luka batin Anda yang masih
hidup.

Misalkan ada seorang anak dari istri pertama yang diusir keluar rumah
oleh ayahnya, setelah ayahnya menikah dengan istri kedua. Hal ini
menimbulkan luka batin cukup lama, tapi akhirnya setelah belajar proses
di atas, dia bisa menelepon papa-nya dan mengatakan, "Papa, meskipun
papa pernah usir saya dan saya terluka, saya mau bilang saya memaafkan
papa hari ini." Bertahun-tahun kemudian, saat ditanya sahabatnya
bagaimana dia mampu melakukannya, dia hanya berkata, "Saya menerima papa
untuk menunjukkan bahwa diri saya lebih baik dari diri papa!" Dalam
kesempatan ini pula, mari kita belajar perlakukan luka batin kita dengan
ramah. Lihat kembali luka itu, dan jangan ditolak.
Belajarlah menerima kenyataaan dan perlakukan rasa sakit kita tersebut
dengan ikhlas. Itu semua adalah pelajaran penting dalam hidup kita.
Hingga akhirnya, kita harus belajar mengatakan "Terima kasih luka
batinku. Ini nggak nyaman tapi terima kasih. Kau sudah memberikan
pelajaran penting bagi hidupku!". Pada akhirnya, semua luka batin yang
tersembuhkan dalam hidup kita akan menjadi kebijaksanaan yang penting.
Itulah sebabnya orang mengatakan, "Wisdom is a healed pain".

Begitulah. Rasa sakit dan luka batin yang telah disembuhkan, akan
menjadi kebijaksanaan baru buat kita!

Selamat menjalankan ibadah puasa dengan hati yang damai.

Sumber: Menyembuhkan Luka Batin oleh Anthony Dio Martin, Managing
Director HR Excellency

Tidak ada komentar:

Facebook