Jumat, 26 September 2008

Kenapa gw memilih untuk menjadi single parent? 2

Salam All..dan Mbak Alvi

Nimbrung ya mbak....mohon maaf kalau kurang berkenan

Singleparent.....Bukan Pilihan Biasa ...

Kenapa sih mau bercerai? Lho kok kamu meninggalkan suamimu? Nggak takut
dicap janda? Janda itu status mengerikan lho...., bukan hanya bagi
keluargamu juga bagi sahabatmu dan orang lain. Bahkan bagi dirimu
sendiri?

Memang benar...ketika memutuskan untuk pulanng ke rumah orang tua dan
meninggalkan suami dengan konsekwensinya menjadi singleparent yang
bahasaya indahnya adalah ''Janda ''', maka pertanyaan diatas selalu
memenuhi kepalaku, bahkan bukan hanya itu..hantu ketakutan juga selalu
berusaha mencengkramkan kukunya dalam dada sehingga sesak terasa
begitu.... menyiksa.

Sanggupkah aku? Sangggupkah aku menghadapi pandangan masyarakat
sekitarku yang selama ini memandang setara bahkan ada yang menghormati
, lalu tiba tiba memandang kita sebelah mata? Wah lakinya aja
ditinggal..pantaskah itu? Bukankah suami adalah junjungan hidup, yang
dicuci kakinya, diusap dan dicium tangannya?

Sanggupkah aku?, memandang rasa iba dan cemooh sahabat dan teman temanku
dulu ? yang dulunya selalu mengadu soal cowok cowok mereka? Yang dulunya
selalu bertanya tentang pelajaran , yang dulunya memuja karena aku
aktifism sang juara kelas, sang ketua ini... ketua itu.......namun
sekarang...''Janda ''

Sanggupkah aku? Menghadapi tatapan sendu mata Bunda dan saudara saudara
lain, sanggupkah aku mengusir rasa malu Bunda karena mempunyai anak
yang selama ini dibangga banggakan ternyata akhirnya menjadi Janda?
Mampukah aku mengusap air mata Bunda yang selalu menetes melihat
putrinya harus bekerja sendiri untuk anaknya..

Sanggupkah aku ?..menghadapi tatapan ketakutan perempuan lain yang
khawatir suaminya digoda? Bukankah janda selalu '' miang '' (gatal),
bukankah janda selalu tampak lebih menggoda dari perawan biasa?.

Dan yang terpenting sanggupkah aku..menjawab tanya mata anakku yang
heran melihat bundanya tidur sendiri, yang bertanya kenapa dirumah hanya
ada dia dan bundanya saja. Sanggupkah aku menjawab sebuah tanya nantinya
: Dimana Ayah Bintang Bunda? ''

Itu masih mending..bagaimanakah aku harus membujuk anakku kalau suatu
saat nanti dia pulang dengan menangis lalu mengadu : Bunda..mereka ejek
Bintang Karena tidak punya Ayah..

Dan yang terpenting lainnya sanggupkah aku hidup sendiri terus?..karena
siapakah yang akan mau menikah dengan perempuan yang sudah punya anak,
yang pastinya ''bekas ''orang lain. Sanggupkah aku menjalani hari tua
sendirian...tanpa ada seseorang untuk teman menangis? Untuk
bersendagurau disaat renta menantang..

Pertanyaan pertanyaan ini selalu menghantuiku... bahkan masih sering
terdengar dari orang orang sekelilingku. Namun setelah aku merenungi
kedukaan dalam pernikahanku..membasuh muka dengan air mata kesedihanku
dan menolak membaca kemarahanku aku akhirnya meyakini satu hal...

Aku memang takut menghadapi tatapan rendah orang lain..namun aku lebih
takut menghadapi rendahnya penilaianku pada suamiku tercintam kelukaan
yang ditimbulkkannya pada hatiku membuat rasa hormatku padanya
berkurang...dan semakin berkurang.., Suamiku adalah Imam dalam hidupku,
aku meletakkan kepatuhanku padanya nomor dua setelah Tuha
Namun...keinginannya, nafsunya dan sifatnya membuat kepatuhanku
kepadanya berkurang. Aku memilih meninggalkan imamku..daripada aku
menjadi makmum yang durhaka padanya...biarlah aku tidak mendapatkan
pahala dengan mengusap dan mencium kakinya..namun aku juga terhindar
dari dosa melawan dan durhaka padanya..sungguh laknat istri yang melawan
suami lebih aku takuti....daripada kesabaran menghadapi pandangan mereka
yang memandang hina aku yang tak bersuami.

Aku memang takut menghadapi pandangan teman temanku..namun aku lebih
takut menghadapi kehancuranku sendiri, mengalah untuk tahun tahun yang
menyiksa, menanti perubahan yang takkan pernah ada. Sementara itu usia
semakin berlanjut dan aku terus tersiksa. Biarlah aku kalah dimata
mereka karena tidak bersuami..namun aku menang untuk kebahagiaanku...
bukankah semua orang berhak untuk bahagia? Termasuk aku..

Aku memang takut menghadapi pandangan sedih mata Ibunda,..namun aku
lebih takut menyembunyikan kebohonganku padanya, Bundaku selalu tahu
bahwa aku pulang sendiri bukan karena suami lagi lembur tapi karena kami
bertengkar, Bunda tahu sembab mataku bukan karena terlalu kurang tidur
dan terlalu banyak dikomputer namun karena aku terlalu sering
menangis..Bunda tahu..rumah ku adalah nerakaku. Mungkin ini saatnya bagi
Bunda untuk belajar bahwa anaknya adalah manusia biasa yang bisa saja
gagal.

Aku takut....menjawab tanya anakku...namun aku lebih takut kalau ia
tumbuh dalam suasana pertengkaran...dan kecamuk orang tuanya. Bintang
memang tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh, Namun ia tidak
merasakan pekik pertengkaran orang tuanya, ia tidak harus menyaksikan
bundanya menangis karena dibentak dan dimaki Ayahnya..dengan sayap
kasih saying yang hanya sebelah...Bintang mungkin agak lambat
terbang..namun ia bisa menjelajah dunia, karena hatinya..belum terluka

Terakhir...aku memang takut hidup sendiri..hingga tua .namun aku lebih
takut meratap dan menyesali nasib saat tua nanti. Karena kalau tidak
dimulai sekarang..lalu kapan aku bisa memulai langkah untuk bahagia.
Kalau memang Tuhan tidak mengirimku.... (lagi) teman untuk
menangis..maka aku akan menangis pada-Nya..Bukahkah Dia Maha Peredam
tangis?

Sekarang...TERNYATA... ketakutan itu tidak semuanya berwujud nyata...
masih banyak orang yang bisa menerima kehadiranku, ternyata banyak teman
temang yang tetap menyokongku..dan memelukku dengan hangat. ''Kamu tetap
teman kami apapun dirimu saat ini, ''.

Bundaku sudah tersenyum lagi melihat putrinya menjalani kesendirian
dengan senyum dan tawa yang lepas, saudara saudara selalu ada kapanpun
kuinginkan..dan Bintangku...dengan tawanya yang selalu terlihat Indah
...tidak perduli dengan ketiadaan Ayahnya..dia selalu gembira dan
berkata ''Bunda...Ayun..Cayang....bunda Cangat ( Sahrul Sayang Bunda
Sangat..)

Lalu....haruskah aku menyesali pilihan ini..? memang ini bukan pilihan
yang biasa

Salam manis

Tidak ada komentar:

Facebook