Selasa, 11 Desember 2012

Jangan Menghukum Anak Saat Marah


Ini lagi...

Met baca...

Salam,
Cahyo



Jangan Menghukum Anak Saat Marah

author : Agus Surono
Thursday, 19 April 2012 - 05:05 pm

Intisari-Online.com - Hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari pendisiplinan. Ini bagian penting karena anak-anak terkadang menolak memperbaiki perilakunya kendati sudah diberi tahu berulang kali. Orangtua membentak, berteriak, mengancam, bahkan menampar, tapi hasilnya sia-sia. Hukuman bisa mengatasi semua itu. Berbagai cara digunakan oleh orangtua untuk menghukum anak-anak mereka.

Hukuman memang suatu konsekuensi negatif. Apabila digunakan secara tepat, hukuman bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku buruk. Hanya saja, menggunakan hukuman secara benar itu sulit. Perlu konsistensi yang terus-menerus. Terlalu banyak hukuman itu tidak baik. Bisa menciptakan perasaan yang tidak menyenangkan. Ia bisa menyedot energi. Kebanyaan orangtua percaya, menghukum perilaku buruk akan menghentikan anak dalam mengulangi perbuatannya. Kadang-kadang itu benar, tapi terkadang pula salah.

  • Hukuman yang baik adalah yang jarang digunakan

    Hukuman apa pun yang digunakan terlalu sering tidak akan berjalan baik. Perilaku buruk pun takkan menjadi lebih baik. Hukuman yang sesungguhnya adalah yang jarang digunakan karena jarang dibutuhkan. Ini aturan utama dari hukuman. Hukuman harus mengurangi kebutuhan akan hukuman yang lebih banyak.

    Kalau perilaku buruk tak berubah juga, maka hukuman tersebut tidak mempan. Banyak orangtua melakukan kesalahan karena lebih memfokuskan pada hukuman ketimbang perilaku buruk. Jika Anda menghukum anak Anda lima sampai enam kali sehari untuk perilaku buruk yang sama, itu berarti sebetulnya hukuman tidak berjalan. Jika Anda terus menambah hukuman dan perilaku buruknya berlanjut, hukuman tersebut tidak efektif.

    Bukan hukumannya yang penting, tapi perilaku buruknya. Hukuman harus bisa mengubah perilaku buruk. Kalau tidak bisa, ganti dengan hukuman yang lain. Anda mungkin beranggapan bahwa membentak, mengancam, memaki, dan menampar adalah hukuman yang baik. Itu hanyalah reaksi dalam melepas kemarahan Anda. Itu bukan hukuman yang baik. Amarah dan hukuman tak dapat dicampuradukkan.

  • Jangan menghukum di saat kita marah

    Tampaknya memang tidak realistis, tapi itulah yang benar. Ketika kita memberi hukuman dalam suasana marah, sebenarnya kita melakukan dua hal pada saat yang bersamaan. Kita menghukum. Kita bereaksi dengan marah. Bagaimana jadinya kalau anak kita ternyata bermaksud membuat marah kita? Bagaimana jadinya kalau anak kita ingin impas atau membalas gara-gara persoalan yang terjadi sebelumnya? Melihat kita marah itu bukan hukuman. Itu ganjaran!

    Bila kita marah pada suatu perilaku buruk, kita mengajarkan pada anak bagaimana mengendalikan emosi. Kita memberi kekuasaan pada si anak. Terbayar sudah kemauan anak. Perilaku buruknya yang semakin diperkuat, bukan hukumannya. Alhasil, perilaku buruk pun meningkat. Efek hukuman disangkal oleh ganjaran yang berupa kemarahan kita itu. Anak-anak merasa senang dengan itu karena mereka berhasil memperoleh keinginannya.

    Satu-satunya jalan untuk mematahkan siklus pembalasan tersebut adalah tidak menjatuhkan hukuman yang disertai amarah. Kalau kita sadar akan marah, pergi saja. Hilangkan dulu amarah itu, kemudian baru hadapi perilaku buruk si anak. Jangan biarkan anak berhasil memprovokasi kita.

    Jangan menghukum ketika kita marah. Redakan dulu. Tujuan hukuman adalah mengajari anak berperilaku lebih baik di kemudian hari. Tujuannya bukan untuk impas. Kadang-kadang anak bisa membuat kita hilang kesabaran, dan saat itu bukanlah waktu untuk menjatuhkan hukuman.

    Terkadang orangtua bereaksi secara berlebihan. Apa komentar Anda terhadap seorang ibu yang tidak memberi makan putranya selama lima jam ketika dia menghilangkan sweater-nyadi sekolah. Ketika kita bereaksi berlebihan karena marah, perkataan kita bisa jadi tidak masuk akal. Kita tentu saja tidak bisa membiarkan anak kelaparan selama beberapa jam. Jadi, jangan hukum anak ketika kita sedang marah. Kalau marah, kita mengajarkan kepada anak-anak bahwa hukuman merupakan bentuk pembalasan.

    Tujuan memberi hukuman adalah mengubah perilaku buruk dan mengajarkan kepada anak untuk dapat mengambil keputusan yang lebih baik. Hukuman akan sangat efektif bila ditetapkan sebelumnya dan direncanakan. Hukuman tidak akan berjalan baik bila itu berupa reaksi impulsif. Saat marah dan menghukum, kita bertindak sebagai contoh bagi perilaku negatif. Kita tidak mengajari anak-anak untuk membuat keputusan yang lebih baik.

  • Jangan menghukum untuk mempermalukan

    Hukuman seharusnya tidak mempermalukan, menghina, atau merendahkan anak. Hukuman dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa berperilaku buruk itu salah.

    Kalau hukuman itu sampai mempermalukan anak, di dalam dirinya akan timbul perasaan yang tidak sehat. Tindakan mempermalukan hanya akan menyebabkan si anak menilai kita jahat dan tidak adil. Dia tidak belajar tentang kerja sama. Anak mungkin akan menyerang balik dengan kemarahan. Ini bisa mengawali terjadinya siklus negatif.

    Jangan menghukum anak di hadapan anak-anak lainnya. Ajak dia menjauh. Beri tahu dia mengenai apa yang telah diperbuatnya dan nanti dia akan dihukum karenanya. Bicarakan masalah tersebut nanti, ketika kita berdua sudah sendirian.

  • Konsistenlah

    Hukuman harus dilaksanakan secara konsisten. Ketika memutuskan untuk menghukum perilaku buruk, lakukan selalu. Kalau kita menghukum hanya ketika menyukainya, hal ini justru akan menjadikan permasalahan kian memburuk. Kalau kita sudah mengatakan kepada anak bahwa dia akan dihukum, benar-benar lakukanlah.

    Kita harus menggunakan hukuman secara konsisten, meskipun kitaa dalam kondisi yang kurang menyenangkan. Jangan biarkan sedikit pun perilaku buruk terjadi. Banyak orangtua membiarkan hal tersebut terjadi pada saat-saat tertentu. Anak-anak menyukainya. Ini akan memotivasi mereka menguji kita - untuk menjajaki apakah kita akan menghukum mereka.

    Saya sering mendengar ibu-ibu mengeluh karena anak-anaknya tak mau menggubris apa yang dikatakannya. "Saya sudah mencoba semuanya. Tapi tampaknya tak berhasil." Setelah berdiskusi, alasannya menjadi jelas. Kebanyakan ibu menghukum secara tidak konsisten ketika anak-anak berperilaku buruk. Kadang-kadang mereka menghukum perilaku buruk, tapi di saat lain mereka membiarkannya karena menganggap tidak ada hasilnya. Anak-anak melanjutkan perilaku buruknya karena mereka sering berhasil melakukannya.

  • Gunakan hukuman yang mudah dilaksanakan

    Pilihlah hukuman yang dapat kita laksanakan dengan mudah. Jika hukuman itu merepotkan dan melelahkan, kita akan menjadi kurang konsisten. Jika hukuman yang merepotkan tidak juga membuat perilaku anak berubah, berpikirlah dengan hukuman lain. Butuh cara yang lebih efektif untuk melaksanakan hukuman.

  • Jelaskan hukumannya

    Beri tahu anak kita mengenai tujuan hukuman itu. Ketika kita menjelaskan hukuman, kita meningkatkan pemahaman dan kerja sama dari si anak. Jelaskan bahwa kita bukanlah musuh. Kita berusaha membantunya untuk memperbaiki perilakunya yang salah. Jelaskan pula bahwa kita tidak melakukan pembalasan. Mungkin kita akan menghadapi komentar yang menjengkelkan. Jelaskan sekali saja. Jangan terjebak dalam penjelasan dan perdebatan yang bertele-tele.

  • Lebih besar tidak selalu lebih baik

    Hukuman yang lunak biasanya lebih produktif daripada hukuman yang keras. Pertahankan segala sesuatunya dalam perspektif dan bereaksilah secara tepat terhadap besar-kecilnya perilaku buruk. Jangan menggunakan "meriam" bila hanya untuk "membunuh nyamuk". Semisal menyuruh anak menggantungkan handuk di tempatnya. Jangan larang anak menonton acara TV favoritnya selama sebulan hanya karena dia tidak menyelesaikan makannya, atau lupa menelepon kita sebagaimana yang telah kita suruh. Pilih hukuman yang sepadan dengan perbuatannya.

    Gunakan konsekuensi sesuai realitas. Anak yang membuat barang-barang berserakan, dialah yang akan membenahinya. Anak yang pulangnya terlambat tidak boleh keluar di hari berikutnya. Anak yang lebih suka menonton TV ketimbang mengerjakan PR akan berangkat sekolah tanpa mengerjakannya, dan itu menjadi tanggung jawabnya sendiri.

    Contoh-contoh tersebut menunjukkan konsekuensi yang relevan terhadap perilaku buruk. Semua itu akan bermakna bagi anak-anak Anda, dan membantu memberi mereka pelajaran.

    Ada anak-anak yang bisa dipercaya untuk memilih hukumannya. Ini membantu mereka belajar lebih cepat. Ini juga mendorong mereka untuk lebih dewasa dan bertanggung jawab.

    "Perilakumu sangat bagus sebelum peristiwa ini. Aku akan mempercayakan padamu untuk memilih sendiri hukumanmu atas perilaku buruk ini. Beri tahu aku apa yang kamu putuskan."

    Hukuman berat sering menimbulkan rasa marah atau pembalasan. Yang kecil, sederhana, dan berjangka pendek biasanya lebih efektif. Bila anak kita marah, hanya sedikit yang ia pelajari. Jika anak merasa Anda tidak adil dalam menerapkan hukuman, dia akan cenderung membalas dendam atau mendebat. Ini akan memicu siklus negatif. Kita menghukum, anak marah dan membalasnya dengan berperilaku buruk lagi, mungkin lebih buruk dari sebelumnya. Kita hukum lagi, mungkin dengan lebih keras, untuk menegaskan maksud kita. Anak menjadi semakin marah dan membalasnya dengan berperilaku buruk lagi.

  • Cara menghukum anak tanpa menghukum diri sendiri

    Kadang-kadang karena kekalutannya, orangtua melontarkan ancaman yang justru lebih merugikan dirinya ketimbang anaknya. "Kita tidak akan pergi ke restoran sebelum kamu membersihkan kamarmu. Restoran tutup pukul 23.00, sekarang sudah jam 22.30." Kalau Anda pergi ke mana pun dia tetap ingin ikut, ancaman itu manjur. Kalau dia ternyata tidak ingin ikut, Anda telah memberi kekuatan besar kepada anak Anda. Tak seorang pun pergi sebelum kamar dibersihkan. Anda memberi anak tersebut kendali atas seluruh keluarga. Siapa sebenarnya yang dihukum? Seluruh anggota keluarga, termasuk anak itu.

    Pilihlah hukuman yang berdampak pada anak kita, bukan pada Anda. Anak-anak yang lain juga bisa belajar bahwa hukuman hanya berlaku bagi yang berperilaku buruk.

    Orangtua sering bertanya bagaimana caranya melarang satu anak menonton TV. Kalau harus mematikan TV, anak-anak lain juga ikut dihukum. Itu benar. Makanya, jangan matikan TV karena satu anak dilarang. Itu menghukum semua orang. Anak yang sedang dihukum harus pergi ke ruang lain. Kalau tak seorang pun boleh menonton TV gara-gara dia tak boleh menonton, kita memberi si anak kendali atas seluruh keluarga.

  • Menggunakan larangan secara konstruktif

    Larangan berarti kehilangan satu atau lebih kesenangan untuk waktu tertentu. Larangan menjadi hukuman yang berguna bagi anak dan remaja. Kita perlu menentukan apa kesenangan itu. Beberapa contohnya adalah dilarang menonton TV, tidur awal, dilarang bertemu teman, tak boleh menggunakan telepon, tidak boleh bermain video game, dilarang bermain mainan, dan sebagainya. Pilih larangan yang mudah dilaksanakan dan berdampak pada yang dihukum, bukan yang lain.

    Melarang anak berperilaku buruk menjadi format hukuman yang populer. Sayangnya, tak banyak orangtua menggunakan larangan secara efektif. Kebanyakan orangtua menentukan periode waktu yang terlalu lama. Sebagai orang dewasa, kita lupa bahwa seminggu atau dua minggu bisa terasa selamanya bagi si anak. Periode larangan yang lama sering kali merupakan hasil dari pertengkaran, rasa sakit hati, atau amarah. Ini takkan membawa hasil yang baik, karena bisa menjadikan anak merasa dianiaya. Hal semacam itu bisa menimbulkan rasa balas dendam, dan siklus pembalasan pun dimulai.

    Dalam larangan, ada masalah yang mengikuti. Anak-anak yang dikenai larangan merasa tak punya harapan. Tanpa harapan, hanya ada peluang kecil untuk berperilaku baik. "Kenapa mesti berperilaku baik? Bagaimanapun saya tak bisa keluar selama seminggu." Lalu, si anak pun berpikiran bahwa orang-orang lain itu memang menyebalkan. Ada solusi manjur untuk persoalan tersebut.

    Periode larangan seharusnya tidak lebih dari 12 hari. Periode maksimum yang efektif biasanya 12 hari. Kalau lebih lama dari itu, risiko pembalasan akan muncul. Selanjutnya, jelaskan bahwa setiap hari baik akan mengurangi hukuman satu hari di akhir periode larangan. Misalnya, Anda menerapkan larangan selama enam hari dari Rabu sampai Senin. Kalau si anak menjadi baik pada hari Rabu, larangan pada Senin dibatalkan. Jika Kamis berjalan baik, maka Minggu dihapus. Jika Jumat berjalan baik lagi, larangan di hari Sabtu pun dibatalkan. Jumat menjadi hari terakhir larangan. Anda bisa menggunakan tabel atau kalender, sehingga anak Anda bisa mencoret hari-hari itu dan melihat perkembangannya.

    Teknik tersebut bisa berjalan sangat baik. Anak-anak bisa tahu bahwa kita tetap ingin adil meskipun hukuman itu serius. Anak-anak juga menjadi tahu bahwa kita mengharapkan perilaku yang tepat kendati dalam larangan. Dilarang atau dibatasi bukan berarti tidak kooperatif. Jadi, pendekatan ini memberi anak kita insentif yang kuat untuk segera berperilaku baik. Hanya duduk-duduk di rumah selama seminggu bukanlah hal yang mengerikan.

    Keberhasilan strategi ini tergantung seberapa bagus kita mendefinisikan hari baik. Lalu, tetap berpegang pada apa yang kita katakan. Akan sangat membantu apabila kita menulis apa yang dibutuhkan.

    • Peraturan untuk membatalkan hari larangan:
    • Melakukan yang Anda minta.
    • Berbicara dengan nada yang menyenangkan.
    • Berbaik hati dan sopan pada saudara-saudaramu.
    • Pastikan bahwa hari baik itu benar-benar hari baik. Jangan batalkan hari kalau memang tidak patut dibatalkan. Jika kita terlalu mudah membatalkan hari, kita akan mengalahkan tujuan dari pendekatan ini. Walaupun terkena larangan, anak masih bisa melakukan aktivitas lainnya.
  • Gunakan dulu umpan balik positif

    Untuk menghadapi perilaku buruk yang berulang lagi, hukuman seharusnya hanya digunakan setelah kita mencoba sejumlah upaya positif. Kebanyakan orangtua mendahulukan hukuman. Mereka percaya perilaku buruk harus ditangani dengan hukuman.

    Kita bisa memperbaiki perilaku buruk dengan menggunakan umpan balik positif untuk memperkuat lawan perilaku buruk. Dua anak kita terus bertengkar. "Kalau tidak berhenti bertengkar, kamu berdua tidak boleh ikut piknik sekolah minggu depan."

    Tunjukkan kebalikannya ketimbang hukumannya. Kebalikan bertengkar adalah bekerja sama. Gunakan dorongan semangat dan umpan balik positif ketika mereka berkeja sama dan berbagi. "Sungguh menyenangkan melihat kalian bersenang-senang. Benar-benar menggembirakan melihat kalian berdua berbagi komputer."

    Banyak orangtua terjebak untuk tergesa-gesa menerapkan hukuman. Padahal ini benar-benar tidak nyaman. Salah satu cara untuk menghindarkan diri dari jebakan itu adalah memfokuskan pada perilaku positif. (The Art of Successful Parenting)

Helping Children Correct Mistakes

Sorry,
Boso londo...
Lagi cari2 konsep ttg hukuman.
Bukan untuk menghukum. tapi lebih ke correct mistakes.



Salam,
Cahyo




BYU researchers remind parents that we are always teaching our children (Young et al.). How we respond to our children's mistakes will likely teach them how to respond to their own. What will they take from us? 
Will they punish themselves harshly? 
Will they let themselves off too easily? 
Will they be pleased if they can "get away with it"? 
Or will they realize mistakes are part of growth: correct the problem, and move on? 
Sometimes all a mistake calls for is forgiveness. Most times, allowing the child to experience the consequence and handle the mistake is also in order.

Let consequences do their work

One child is found in his room, serving a self-imposed timeout. Another child would look you straight in the eye and say he didn't do it, even if he did. 
Kids come with differing levels of tolerance for making mistakes and their own levels of wanting to correct them. 
Parents have the privilege and responsibility to discipline. "Children need clear expectations and standards provided by responsible adults to help guide and direct their lives" (Young et al. 13). 
Loving parents teach their children how to cope effectively with mistakes. This includes not removing the natural consequences that accompany them.

Mistakes as opportunities

Parenting experts Cline and Fay have a chapter in Parenting with Love and Logic titled "Children's Mistakes Are Their Opportunities" (51). 
They write, "Oftentimes we impede our kids' growth. We put ourselves exactly where we shouldn't be: in the middle of their problems. Parents who take on their kids' problems do them a great disservice" (52). 
"When a child causes a problem, the adult shows empathy through sadness and sorrow and then lovingly hands the problem and its consequences back to the child" (55). 
A parent who allows his child to correct her own mistakes will teach that child she is powerful.

Teaching, not "I told you so"

BYU researchers led by K. Richard Young suggest we treat our children with respect, and make sure our messages are "clearly and precisely explained" (12). 
This means that a child's mistake is not a moment where we get to add any insult to injury (although we may be tempted to say I told you so). Mistakes are often opportunities for teaching what a more correct choice would have been. 
Modeling is one of the best ways to teach correct behavior. This works especially well with younger children (Young et al. 12). If you have a child who is pushy on the playground, model how he could deal with his emotions in a positive way. Let him role play correct behavior with you. 
With older children and their mistakes, they may use you as a sounding board, but typically need to figure out solutions on their own.

Selasa, 27 November 2012

Tentang Anak


Anak adalah dirinya, bukan dirimu dan bukan engkau yg dulu.....!! 

Anakmu ada karena kasih Allah, ia buah hati dan bukan anak buah..., 

Dari anak kadang kita mendapat ujian. Anak bukan bahan pujian, tapi butuh perhatian.. 

Anakmu adalah kekasih. 
Kasihilah dengan sepenuh hati dan bukan sesuka hati... apalagi menyakiti hati... 

Anakmu adalah cinta; dan cinta tidak pernah lelah. 
Maka belajarlah untuk mencintai kelelahan ... 

Jgn katakan,"Aku lelah membesarkanmu... kamu sulit diatur..." 

Tapi katakanlah, "Aku mencintai kelelahan ini... dan Allah-lah yg Maha Mengatur..." 

Anak itu fana..... 
Allah itu abadi.... 

Dan bagi engkau yg sedang punya masalah dengan anakmu.. 

Sungguh, masalahmu sebenarnya adalah dengan Tuhanmu.. 

Sebab, anakmu hanya perantara ujian ... 

Agar engkau tetap bertahan dan berTuhan... 

VITAMIN F......

VITAMIN F......

I loved this and wanted to share it with you...

Why do I have a variety of friends who are all so different in character?
How can I get along with them all?

I think that each one helps to bring out a "different" part of me.

With some of them I am polite.
With others, I joke.

I sit down and talk about serious matters with some.
With others I laugh a lot.
I listen to some friend's problems.

Then I listen to other's  advice for me.

My friends are like pieces of a jigsaw puzzle.
When completed, they form a treasure box.
A treasure of friends!

They are my friends who understand me better than I understand myself.

They're friends who support me through good days and bad.

We pray together and play together.
Real Age doctors tell us that friends are good for our health.

Dr. Oz calls them Vitamin F (for Friends) and counts the benefits of friends as essential to our well being.

Research shows that people in strong social circles have less risk of depression and terminal strokes.

If you enjoy Vitamin F constantly you can be up to 30 years younger than your real age.
The warmth of friendship stops stress and even in your most intense moments, it decreases the chance of a cardiac arrest or stroke by 50%. 
I'm so happy that I have a stock of Vitamin F!

In summary, we should value our friends and keep in touch with them.
We should try to see the funny side of things and laugh together and pray for each other in the tough moments.

Thank you for being one of my Vitamins!

tips agar hubungan Anda terhindar dari perselingkuhan

Vemale . com -

Oleh: Agatha Yunita

Selingkuh. Sebuah kata yang dikutuk banyak orang, tetapi sekaligus membuat orang terjatuh di dalam lubang kutukannya sendiri.

Dalam sebuah hubungan, ternyata setidaknya seseorang pernah berselingkuh dari pasangannya. Ada saja cara godaan itu datang, entah dari lingkungan kerja yang sama, komunikasi yang kurang lancar dengan pasangan, rasa tidak puas, hingga alasan materi yang menyesakkan.

Bahkan, ketika sudah punya pasangan yang bisa dikatakan 'sempurna' tak jarang perselingkuhan itu tetap muncul.

Ketimbang sesumbar 'aku tak akan pernah selingkuh' lebih baik baca tips agar hubungan Anda terhindar dari perselingkuhan berikut ini.

STOP membandingkan

Bahan pokok pertama yang memancing seseorang berselingkuh dari pasangannya adalah membanding-bandingkan dengan orang lain. Biasanya ini terjadi pada pasangan muda yang umur pernikahannya masih seumur jagung. Istilahnya rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Tak heran jika akhirnya pernikahan yang manis jadi mulai diisi dengan pertengkaran-pertengkaran dan perselisihan. Padahal toh setiap orang diberi kelebihan yang berbeda-beda dalam sebuah hubungan.

Jangan mudah tergoda

Umumnya orang terlibat perselingkuhan akibat 'cinta lokasi' entah itu di sebuah kegiatan, atau di lingkungan tempat kerja yang berbeda dengan pasangan. Karena intensitas bertemu lebih banyak, timbul interaksi yang lebih dekat. Dan apabila tak bisa menahan diri, maka mudah sekali terjadi perselingkuhan.

Namanya juga ada waktu dan kesempatan, seseorang bisa dengan mudah berbuat curang pada pasangannya. Tinggal bagaimana ia menjaga hubungan cinta di belakang pasangannya. Kalau memang jalinan hubungan itu kuat, maka tak akan ada seorangpun yang bisa mengalihkan perhatian dan cinta.

Ingat komitmen

Saat waktu dan kesempatan itu ada, ingatlah kembali pada komitmen awal Anda dan pasangan menjalin hubungan. Ingat pula masa-masa sulit yang pernah Anda lewati bersamanya. Masa iya sih Anda tega mengorbankan masa sulit tersebut hanya demi hubungan dan kesenangan sesaat saja?

Selalu bersyukur

Memang sih rumput tetangga terkadang kelihatan lebih hijau, tapi coba lihat rumput Anda sendiri yang tak kalah hijaunya. Yang perlu Anda lakukan adalah memelihara rumput sendiri agar tetap hijau, sehingga tak perlu lagi melirik rumput tetangga.

Selalu syukuri hubungan yang Anda miliki. Walaupun mungkin ia tak setampan pasangan orang lain, namun ia tahu benar bagaimana mengatasi Anda yang sedang marah. Dan, tak semua orang bisa melakukannya bukan?

Waktu dan kesempatan untuk berselingkuh itu akan selalu ada. Namun yang terpenting adalah, kemauan Anda untuk menjaga hubungan agar tetap selalu langgeng.

Jangan lupa Share artikel ini agar hubungan-hubungan cinta di sekeliling Anda selalu langgeng dan jauh dari perselingkuhan #PeduliCinta

(vem/bee)

Keluarga

Bill Havens, seorang pendayung hebat berkaliber Internasional dalam masa karantinanya menjelang piala dunia mendayung, menerima berita bahwa istrinya akan segera melahirkan.

Setelah mendengar kabar tersebut ia memilih untuk pulang & tidak mengikuti kejuaraan dunia & memutuskan untuk menunggui istrinya yg akan melahirkan.

Belasan tahun kemudian th 1952,
Bill menerima telegram dari putranya,
Frank yang pada saat itu baru saja memenangkan medali emas cano 10.000 meter pada Olimpiade di Finlandia.

Telegram itu isinya:
"Ayah, terimakasih karena telah menunggu kelahiran saya.
Saya akan pulang membawa medali emas yg seharusnya ayah menangkan beberapa tahun yg lalu.
Anakmu tersayang, Frank..."

Dari kisah diatas kita bisa belajar bagaimana kehadiran keluarga berdampak sangat besar bagi anggota keluarga tersebut.

Theodore Roosevelt, mantan Presiden AS berkata: "Aku lebih suka melewatkan waktu bersama dgn keluargaku daripada dgn petinggi2 dunia manapun.

Sahabat...
Pada akhirnya kita akan sampai pada suatu titik dimana pada dasarnya semua yg kita lakukan,
semua jerih lelah kita dalam pekerjaan,
semua untuk mereka,
keluarga yang kita cintai.

Pada akhirnya kita akan menemukan bahwa jabatan, prestasi, & promosi tidaklah seberarti kebersamaan diantara keluarga.

Jadi relakah saudara menukar kehangatan dalam keluarga anda dgn kesibukan dalam pekerjaan anda yg mungkin sudah sangat berlebihan?
Selalu ada hasil yg terbaik dari kerja keras yg terbaik pula

Jika anda Marketer : Keluarga adalah nasabah utama anda .

Jika anda karyawan : Keluarga adalah boss anda sesungguhnya

Jika anda investor : investasi yg paling berharga adalah nilai2 yg anda tanam dlm Keluarga anda .

Pastikan ketika anda diposisi puncak gunung kesuksesan, anda mengibarkan bendera kemenangan dgn pelukan keluarga disekitar anda, dan bukan dalam keadaan mereka tertinggal dibawah sambil mereka menangis krn kehilangan anda.

Quite nice to share (◦'⌣'◦)

 Quite nice to share (◦'⌣'◦) 



 ANGRY vs SMILE  

Korek api mempunyai kepala, 
tapi tidak mempunyai otak, 
oleh karena itu setiap kali ada gesekan kecil, 
sang korek api langsung terbakar. 

Kita mempunyai kepala dan juga otak, 
jadi kita tidak perlu kebakaran jenggot hanya karena gesekan kecil. 
Jadi dengan menggunakan otak, kita dapat mengurangi stress. 

Siz n brow, 
Taukah anda bahwa untuk setiap detik yg diluangkan dalam bentuk kemarahan, 
maka satu menit kebahagiaan telah terbuang? 

Mari belajar untuk mengendalikan diri, 
karna ketika anda bekerja dgn emosi yg stabil, 
anda dapat menyikapi kehidupan dgn lebih arif dan bijaksana. 

Semua yg dimulai dgn rasa marah akan berakhir dgn rasa malu dan menyesal. 

Coba bayangkan, 
Apakah bisa dgn maksimal bila anda bekerja dgn cemberut? 

Coba ganti cemberut anda dengan senyum, 
Pasti hasilnya akan berbeda. 

S*M*I*L*E 
,,, 
(ˆ⌣ˆ ) 
 ≥ 
☁ίί☁ 
Not Because 
Everything 
Is Fine .. 

But (ˆ⌣ˆ) 
Because when 
we [ smile ], 
everything is 
going to Be 
Fine .. 

So .. Just smile :) 

SMILE means.... 
S...........See 
M..........Miracle 
I............In 
L...........Life 
E...........Everyday... 

So have a Great Day full of smiles.. :) 


Salam-Yo (^⌣^) 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK & UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Bahan diskusi....

tentang PENELANTARAN ANAK (maksudnya kalo si X tercinta tidak memberi nafkah yang bener kepada anaknya).... 
hehehehe.... seolah-olah lagi kesel banget nih....

Berikut CUPLIKAN pasal pasal Terkait:


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2004

TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

 

Pasal 2

(1)   Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:

a.  suami, isteri, dan anak;

b.  orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud  ada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

(2)   Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

 

 

Pasal 9

1.    Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

2.       Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang  mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

 

Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:

a.      menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

b.      menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).

 

 

 

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2002

 

TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK

 

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1.   Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

 

Pasal 13

(1)    Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

 

(2)   Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

 

KETENTUAN PIDANA

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan :

a.  diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b.  penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial,

c.    dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


catatan:
Jangan terlalu dipahami bahwa pelaksanaannya dilapangan selalu sejalan dengan teks.... jadi jangan terlalu emosional memahaminya.... santaaai ajaa...

Coba Renungkan

Coba renungkan. Tutup mata dan bertanyalah kepada diri anda sendiri.

Hidup ini untuk apa ?.

Apa gunanya anda di lahirkan walau anda org yg sangat sukses. Setelah
itu mati dan dilukapan. Bahkan cucu anda sendiripun enggan untuk
menyimpan foto anda.
Padahal anda berjuang mati2an untuk mereka.

Hidup ini untuk apa ?.


REFLEKSI,

Pattie, mengalami pelecehan seksual sejak usia 5 thn, tdk berani
mengadukan nasibnya ke pihak berwajib, melarikan diri ke dlm dunia
narkoba. Usia 15 thn hidup di jalanan dan gelimang dosa. Usia 17
berusaha bunuh diri dengan mencoba menabrakkan dirinya ke truk yg
sedang melaju. Tetapi truk berhasil menghindar.

Hidup ini untuk apa ?.


Di bawa ke rmh sakit, tdk ada teman dan orang2 yg dikenalnya. Sampai
seorang pendeta dari pusat Anak Muda datang mengunjunginya. Membawakan
bunga dan berkata " Tuhan menyuruh saya membawa bunga mawar ini
kepadamu dan DIA mau berkata bahwa DIA melihatmu sama seperti DIA
melihat bunga yg indah ini."

Awalnya Pattie tdk merespon. Tetapi pria ini mengatakan "Kau mencoba
bunuh diri. Kau tdk mau hidupmu. Tuhan menciptakanmu dengan satu
tujuan. Mengapa tdk kau berikan Tuhan kesempatan dan melihat apa
rancanganNYA dlm hidupmu. Apa yg bisa DIA lakukan untukmu",  kalimat
ini membuat dia membuka hatinya.

Justin Bieber, penyanyi remaja fenomenal, tiketnya habis terjual dlm
waktu 22 jam di tempat pertunjukkan paling bergengsi di Amerika,
adalah buah didikan wanita ini. Seorang ibu yg berhasil mendidik
anaknya seorang diri. Ia adalah Pattie Elizabeth Mallete.

RancanganKu bukanlah rancanganmu... Jangan kita pernah menyerah dalam
setiap pergumulan yang kita hadapi!!! RancanganNya selalu indah pada
waktuNya...

"Jangan hanya tertarik dengan apa yang dicapai orang sukses,
tertariklah dengan air mata yang mereka keluarkan untuk mencapainya"


Yukk...semangat ya!

Lirik Hello - Single Parent

Lirik Hello Single Parent

Apakah hidupku begini, terus begini
Apa-apa ku tanggung sendiri
Kau tinggalkan aku di sini dan buah hati 
Yang selalu setia menemani

Namun diriku akan tetap tegar
Menjalani semua ini

Single parent, inilah hidupku
Inilah jalanku, aku ikhlaskan sayang
Walau berat keadaan ini harus ku hadapi
Meski aku seorang diri

Apakah hidupku begini, terus begini
Apa-apa ku tanggung sendiri
Kau tinggalkan aku di sini dan buah hati 
Yang selalu setia menemani

Namun diriku akan tetap tegar
Menjalani semua ini

Single parent, inilah hidupku
Inilah jalanku, aku ikhlaskan sayang
Walau berat keadaan ini harus ku hadapi
Meski aku seorang diri

(single parent, inilah hidupku
Inilah jalanku, aku ikhlaskan sayang
Walau berat keadaan ini harus ku hadapi
Meski aku seorang diri)

Single parent, inilah hidupku
Inilah jalanku, aku ikhlaskan sayang
Walau berat keadaan ini harus ku hadapi
Meski aku seorang diri



hihi edsi iseng kala sore browsing sambil nyeruput hot chocolate..ko ya nemu lagu baru nya Hello jadi tergelitik buat download dan menikmatinye

yuks ah lanjut nge browsing maning

Salam,

WJ

MAKNA KOMPETENSI DAN PERSAINGAN BAGI ANAK

MAKNA KOMPETENSI DAN PERSAINGAN BAGI ANAK


Akhir-akhir ini topik tawuran sedang menjadi topik yang hot. Berbagai pihak ikut meramaikan masalah ini dengan memberi komentar, yang positif maupun yang negatif, malah banyak yang menuding kesalahan ini terjadi akibat kelalaian pihak tertentu, dalam hal ini sekolah dan guru sebagai pihak otoriter karena yang tawuran itu murid sekolah! Akar dari semua itu bisa saya simpulkan berangkat dari adanya persaingan (sehat tidak sehat). Lantas muncul banyak pihak mempersalahkan kurikulum kita, menyalahkan mengapa sampai terjadi persaingan. Pro dan kontra terus bergulir: apakah persaingan itu sendiri tidak baik dan hanya merusak mental pelajar? Kalau persaingan ditiadakan apakah kemudian para pelajar tidak termotivasi untuk melenjitkan potensi diri melebihi potensi orang lain?


Kata kompetensi dan persaingan berasal dari akar kata COMPETE, yang berarti bersaingan, berlomba atau usaha untuk mengalahkan pihak lain. Kata COMPETE setelah mendapat akhiran menjadi kata COMPETENCE, makna keduanya menjadi berbeda sama sekali. Competence atau kompetensi berarti mempunyai kemampuan, skill, keahlian di bidang tertentu. Contoh makna kompetensi misalnya:

·        Uji kompetensi guru berarti menguji kemampuan seorang guru untuk mengajar di bidangnya. Ujian ini yang akhir-akhir ini juga sedang marak menghiasi media cetak kita di tanah air.

·      Murid perlu menunjukkan kompetensinya di mata studi tertentu untuk menunjukkan bahwa ia telah memahami, menguasai apa yang telah ia pelajari. Salah satu barometer yang digunakan (atau mungkin satu-satunya!) adalah melalui ujian atau ulangan, sidang skripsi.

·       Uji Kompetensi Hakim (UKH) berarti menguji kelayakan seseorang menjadi hakim yang adil, bijak agar mampu mengemban tugas berat yang diberikan karena menyangkut nasib orang lain.

Di artikel ini saya membatasi bahasan kompetensi hanya di dunia pendidikan dan anak didik. Ada hubungan yang sangat relevan antara persaingan dan kompetensi anak. Anak bersaing merupakan suatu perilaku. Para psikolog mengatakan bahwa perilaku bisa merupakan bawaan (nature) dan hasil didikan (nurture).


Perilaku Alamiah (Nature)

Ketika seorang anak dilahirkan, secara alamiah instink dia untuk mempertahankan kelangsungan hidup, kenyamanan dan keamanan dia telah ada. Ini bisa kita lihat saat anak ini mendapat adik baru atau adanya kehadiran anak lain yang seusia ia atau lebih kecil/besar dan orang tuanya memuji, memperhatikan atau menggendong anak tersebut. Secara naluri dia akan merasa terancam dengan kehadiran anak baru itu dan tingkah laku yang diperlihatkan pada saat itu bisa berupa: ngambek, mencakar, menjambak, memukul, cemberut diam seribu bahasa atau menangis. Hal ini ia lakukan karena ia ingin perhatian orang tuanya murni tercurah kembali kepadanya.


Perilaku Hasil Didikan (Nurture)

Seorang teman saya mengatakan anak adalah video recorder terbaik di dunia. Anak akan merekam semua ucapan yang Anda ucapkan, perbuatan yang Anda lakukan, perasaan yang dia rasakan dan memutar kembali semuanya tanpa salah sedikitpun. Dan sejalan dengan perkembangan umur dan kemampuan berpikirnya, ia akan mengembangkan apa yang telah ia rekam: apa yang ia dengar, lihat dari Anda dan apa yang ia rasakan saat itu! Ia akan mempunyai persepsi, nilai yang dibentuk di benaknya sendiri dan semua itu akan tertuang kembali dalam bentuk perilaku. Ada orang tua yang kemudian berkata: "Dari mana ya dia belajar itu semua? Tidak mungkin kami mengajarkan yang jelek-jelek kepadanya." Lebih parah lagi bila orang tua tersebut tidak mau introspeksi diri dan kemudian melemparkannya kepada baby-sitter, orang tua/mertua atau orang yang membantu mengasuh anak tersebut.


Sudahlah, itu mengenai perilaku. Mari kita fokuskan kepada kompetensi. Kompetensi penting sekali bagi seorang anak karena kompetensi adalah barometer ia berhasil mempelajari sesuatu yang berguna bagi masa depannya, meningkatkan harkat - martabat dan kemandiriannya kelak. Tapi apa cara pengukuran yang paling efektif? Apa barometer yang benar-benar akurat?


Orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Selama ini barometer yang digunakan adalah nilai! Bila seorang anak mencapai nilai tinggi atau ranking pertama di kelas, dia dianggap kompeten. Maka para orang tua berlomba memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Nursery dan playgroup sampai dengan Taman kanak-kanak, juga tingkat selanjutannya pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Jenis tawaran bentuk pendidikan pun beraneka ragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya, ada yang menggunakan Rupiah, ada yang menggunakan US dollar. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Dari kursus yang berjanji dapat membuat otak anak cerdas, menggunakan otak kiri-kanan-tengah, pintar berhitung, cakap cas cis cus dalam berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul memasuki era penuh kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua...namun orang tua tidak keberatan. Kata mereka: "Demi masa depan anak." …. "Untuk siapa lagi kita cari uang kalo bukan untuk mereka."


Ya, orang tua jaman sekarang memang gampang merogoh saku mereka bila itu untuk putera puteri mereka. Berbeda dengan beberapa dekade yang lalu. Ada beberapa hal yang mendasari tindakan orang tua. Satu, karena anak-anak dalam suatu keluarga jauh berkurang dibanding dengan keluarga di era 1950-60an di mana dalam satu keluarga bisa ada 10-15 anak dari satu ayah dan satu ibu. Keluarga sekarang hanya ada satu atau dua anak. Jaman sekarang juga kebanyakan suami isteri berperan sebagai pencari nafkah sehingga kesejahteraan keluarga di bidang materi terjamin. Keluarga-keluarga ini mampu membiayai pendidikan anak-anaknya, formal maupun informal.


Hal kedua lebih bersifat psikologis. Pasangan orang tua yang mencari nafkah merasa ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk putera-puteri mereka. Untuk itu berapapun biayanya mereka akan berusaha memenuhi, sebagai pengganti kehadiran mereka dalam peranan mendidik anak. Di jaman sekarang iklan dalam berbagai bentuk berusaha mencapai orang tua seperti ini, mereka tidak segan-segan menjanjikan hasil yang amat menakjubkan dengan menggunakan berbagai metode pendidikan.


Hal lainnya adalah keinginan orang tua agar putera-puteri mereka menjadi anak super. Anak-anak dipaksa menjadi lebih cepat matang, lebih cepat dewasa dari pada umur mereka. Kadng saya terenyuh melihat orang tua yang demikian. Mereka tidak segan-segan mendaftarkan anaknya pada nursery yang berjanji bisa mengajar anak mereka yang berusia 1 tahun untuk mampu membaca. Tanyalah pada dokter-dokter, apakah mata bayi berumur satu tahun sudah waktunya dipaksa fokus untuk mngenal alphabet dan membaca. Mungkin hanya di Indonesia hal ini terjadi, namun program ini laris manis untuk ditawarkan kepada orang tua.


Perilaku orang tua yang berlomba-lomba untuk membentuk anaknya menjadi anak super, tidak mau kalah dengan temannya yang anaknya mampu ini dan itu, ditafsirkan anak sebagai persaingan. Mereka belajar persaingan dari orang tua mereka. Mereka mencerna bahwa bila ingin diakui, dihormati dan disegani seseorang perlu punya kelebihan yang bisa dilihat, didengar, diperlihatkan dan dibuktikan. Mereka memaknai kompeten sebagai kompetensi!

Anak-anak yang dipaksa matang sebelum waktunya akan berdampak pada perkembangan emosi dan psikisnya. Mungkin secara intelektual tidak bisa diragukan. Terbukti sering kita dengar: "Anak-anak sekarang pintar-pintar ya?" Namun emosi mereka belum berkembang sejalan dengan intelektualnya. Mereka labil, dan hal itu muncul dengan sikap mereka yang acuh, pembangkang, tidak mau bergaul dan sejumlah permasalahan. Semua itu muncul sebagai keinginan batin mereka untuk berkominaksi keada orang tua mereka: "Saya ingin didengarkan, diperhatikan dan saya belum siap dengan pengetahuan yang saya pelajari dan ketahui!"


Saat ini pemerintah, para tenaga pendidik, pemerhati pendidikan sedang merencanakan menyusun kurikulum baru yang lebih bersahabat dengan siswa di setiap jenjangnya.  Apa yang diharapkan dari kurikulum baru? Kurikulum baru idealnya memperhatikan minimal kebutuhan dan dunia anak zaman sekarang. Semoga kurikulum pendidikan yang baru tidak lagi terlalu menekankan segi kognitif. Para siswa tidak hanya terbatas pada mencari nilai angka, namun lebih mengajarkan mereka kemampuan menganalisis secara kritis dan mendalam suatu bahan, mampu berpikir kreatif dan mempunyai nilai karakter yang kuat.  Anak-anak, terutama di usia muda, amat membutuhkan nilai karakter yang kuat agar mereka kelak menjadi manusia Indonesia yang mandiri, bermartabat, cinta tanah air dan penuh kasih sayang kepada sesame, serta mampu menerima perbedaan, mengingat kaya dan beragamnya budaya bangsa Indonesia.


Kita perlu memperjelas tujuan pendidikan pada jenjang masing-masing SD, SMP, SMA. Harapan yang ingin dicapai bila anak lulus SD, SMP, dan SMA harus jelas dan realistis? Kita boleh saja tetap menuntut kompetensi dari mereka sebagai bukti bahwa mereka telah paham dan menguasai apa yang telah dipelajari di setiap jenjang pendidikan.  Yang sangat perlu ditekankan adalah mereka memahami kompetensi itu berbeda dengan bersaing. Boleh saja mereka ingin lebih baik, itu semangat yang sangat bagus. Tugas orang tua, pendidik dan edukator ada baiknya sedari dini mengubah paradigma mereka. Menjadi lebih baik itu tidak berarti lebih kuat, lebih pintar, lebih kaya, lebih dari pada orang lain.


Semoga kurikulum yang baru membuat mereka mengerti arti kompetensi Saya Lebih Baik (I AM BETTER) itu berarti saya hari ini lebih baik, lebih sehat, lebih pintar dari pada saya yang kemarin! Mulailah sedari dini menanamkan kepada mereka arti konsep 'lebih baik' itu. Dengan begitu secara otomatis mereka juga akan berusaha menjadi lebih baik setiap harinya. Tanpa perlu mengalahkan orang lain secara menggebu-gebu bukan? Tujuan sekunder lain yang bisa tercapai antara lain: anak paham nilai sehat jasmani dan rohani, anak mau berempati dan mengakui kelebihan orang lain secara lapang dada, anak temotivasi memperbaiki diri sendiri dengan mengubah perilaku diri sendiri yang kurang baik.


Semoga para penyusun kurikulum yang baru untuk tahun 2013 bersedia mempertimbangkan usul ini. Tanggung jawab mendidik anak Indonesia tidak hanya merupakan tugas Menteri Pendidikan, kaum guru, para edukator, orang tua dan pemuka agama. Kita tidak bisa membebankannya hanya kepada sekolah dan guru. Alangkah tidak adilnya bila status suatu sekolah harus diturunkan bila ada murid dari sekolah itu tawuran. Pemerintah lepas tangan. Orang tua menganggap selama anak ada di jam sekolah maka tugas dan tanggung jawab mendidik adalah tugas guru dan sekolah. Kita tidak boleh lupa bahwa perlaku seorang anak tercipta dari berbagai unsur.


Proses pendidikan adalah suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dimulai pada saat ia dilahirkan. Hal ini berarti keberhasilan seorang anak terbentuk dari pendidikan yang diterimanya, yakni dari: keluarga, sekolah dan lingkungan atau komunitas di mana anak tersebut tumbuh (dibesarkan). Dan sifatnya adalah jangka panjang dan berkelanjutan. Anak-anak hanya akan tumbuh menjadi pribadi yang matang bila dibesarkan di lingkungan yang berkarakter, sehingga hakekat setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Dan karakter yang ini terbentuk dari suatu kebiasaan (habit) yang terus menerus dipraktekkan. Mari kita sadari bahwa semuanya punya andil dalam mendidik, agar bisa menghasilkan insan Indonesia yang lebih baik, yang tidak kalah derajatnya dengan warga Singapura, Amerika Serikat, Australia dsb.  Anak Indonesia juga penuh potensi yang bisa dikembangkan!

 

Penulis: Ling Majaya

Email: Majaya@JadiKreatif.com

"Thinking is my lifestyle."

 

PS: Penulis dengan senang hati menerima tanggapan, kritik, sanggahan dan masukan dari para pembaca karena dengan demikian terjadi proses belajar tiada henti dalam dunia pendidikan. Tugas mendidik merupakan tugas orang tua, guru, edukator dan masyarakat. Mari bangun Indonesia yang lebih baik melalui peningkatan potensi dan karakter putera-puteri kita.

__._,_.___

Facebook