Sabtu, 11 Oktober 2008

Memaafkan Itu Menyembuhkan

Memaafkan Itu Menyembuhkan

Oleh: Gede Prama

Kolam kebencian tidak bertepi, mungkin itu sebutan yang cocok untuk
tahun 2001. Ada kebencian terhadap Amerika karena menyerang Afghanistan,
ada kebencian terhadap Osama karena dituduh menghancurkan gedung WTC New
York, ada kebencian terhadap pemerintah karena tidak menunjukkan kinerja
yang meyakinkan, ada kebencian terhadap DPR karena tidak habis-habisnya
dilanda skandal, ada kebencian terhadap suku atau agama lain karena
terlibat perang dan kerusuhan, ada kebencian terhadap pengusaha besar
karena dicurigai mencuri uang negara, ada kebencian terhadap oknum
aparat yang tidak berhenti-berhenti korupsi, dan masih banyak lagi
daftar kebencian lainnya.

Apa yang bisa diproduksi oleh kebencian? Kita bisa lihat sendiri
disamping pengangguran yang berjumlah puluhan juta orang, juga secara
amat meyakinkan kita sedang memproduksi masa depan yang amat menakutkan.
Tidak hanya pernikahan yang beranak pinak, kebencian bahkan bisa
menghasilkan anak, cucu, cicit dengan wajah-wajah yang lebih menakutkan.
Lihatlah sejarah, di sana sudah tertulis banyak sekali catatan tentang
kebencian yang beranak pinak, dan kemudian menghasilkan kehidupan yang
mengerikan.

Mirip dengan sebuah cerita Zen tentang dua orang pendeta yang mau
berenang menyeberangi sungai. Tiba-tiba ada wanita cantik yang berteriak
di belakang meminta digendong. Dan pendeta lebih tuapun menyanggupinya.
Dua jam setelah kejadian itu berlalu, pendeta yang lebih muda bertanya:
'kenapa abang sebagai pendeta mau menggendong wanita cantik tadi?'
Dengan sedikit kesal pendeta tua berucap: 'saya sudah menurunkan tubuh
wanita tadi dua jam yang lalu, namun kamu menggendongnya sampai dengan
sekarang'.

Demikianlah cara kerja kebencian. Oleh karena sebuah atau beberapa
kejadian yang sudah lewat di masa lalu - sebagian bahkan sudah lewat
ratusan tahun yang lalu - sebagian orang menggendong kebencian bahkan
sampai ketika dipanggil sang kematian. Sehingga praktis seumur hidup
orang-orang seperti itu isi waktunya hanya kebencian, kebencian dan
hanya kebencian. Anda pasti sudah tahu sendiri akibat yang ditimbulkan
oleh semua itu. Jangankan doa dan perjalanan menuju Tuhan, tubuh dan
jiwanya sendiri pasti dikunjungi berbagai macam penyakit.

Dalam keadaan begini, tidak ada pilihan lain terkecuali belajar dan
mendidik diri untuk melupakan kebencian serta mulai memaafkan orang
lain. Ya sekali lagi memaafkan orang lain. Inilah sebuah kegiatan yang
amat sulit di zaman ini. Berat, sulit, tidak mungkin, tidak bisa itulah
rangkaian stempel yang diberikan kepada seluruh upaya untuk memaafkan
orang lain. Saya bahkan menemukan orang-orang dengan beban tidak bisa
memaafkan dalam jumlah yang tidak terhitung.

Sehingga ini semua menyisakan pekerjaan rumah yang besar bagi saya (dan
mungkin juga Anda), terutama bagaimana berjalan dalam hidup dengan
sesedikit mungkin beban kebencian. Di titik ini, mungkin ada manfaatnya
mengutip apa yang pernah ditulis Rabindranath Tagore dalam The Heart of
God : 'when the far and the near will kiss each other, and life will be
one in love'. Bila yang jauh berciuman dengan yang dekat, maka kehidupan
menyatu dalam cinta. Mungkin kedengarannya puitis sekaligus mengundang
alis berkerut.

Yang jauh, setidaknya menurut saya, adalah kejadian-kejadian di masa
lalu sekaligus harapan-harapan kita akan masa depan. Yang dekat adalah
kehidupan kita yang riil dan nyata di hari ini. Dan keduanya tidak
mungkin disatukan oleh kebencian. Ia jauh lebih mungkin dijembatani oleh
kesediaan untuk memaafkan. Dan dari sinilah lahir bibit-bibit unggul
cinta buat sang kehidupan. Dan bibit-bibit unggul cinta ini, mungkin
saja bisa menyembuhkan orang yang dimaafkan. Tetapi yang jelas, kegiatan
memaafkan pasti menyembuhkan siapa saja yang mau dan rela memaafkan.
Seperti baru saja meletakkan beban berat yang lama tergendong di bahu,
demikianlah rasanya ketika kita rela memaafkan orang lain. Keyakinan ini
bukannya tanpa bukti, Bernie Siegel dalam karya best seller-nya yang
berjudul Love, Medicine and Miracles mengajukan sebuah bukti meyakinkan.
Sebagaimana ia tulis secara amat percaya diri di halaman 202 bukunya,
Siegel telah mengkoleksi 57 kasus keajaiban kanker. Di mana ke lima
puluh tujuh orang ini sudah positif terkena kanker, dan begitu mereka
menghentikan secara total dan radikal kebencian, depresinya menurun
drastis, dan yang paling penting tumornya mulai menyusut. Sebagai
kesimpulan, Siegel menulis : 'when you give love, you receive it at the
same time. And letting go of the past and forgiving everyone and
everything sure helps you not to be afraid'. Ketika Anda memberi maaf,
Anda juga menerimanya pada saat yang sama. Dan kesediaan untuk melepas
masa lalu dengan cara memaafkan, secara meyakinkan membantu Anda keluar
dari kekhawatiran.

Dan mohon dicatat kalau kesimpulan ini datang dari Berni Siegel yang
nota bene salah seorang ahli bedah di Amerika sana. Kembali ke cerita
awal tentang lautan kebencian yang tidak bertepi, bila kita sepakat agar
republik ini secepat mungkin mengalami penyembuhan, bisa jadi saran
Siegel ini layak direnungkan kembali. Saya dan Anda mungkin bukan
penentu di republik ini, tetapi kita bisa memulainya dengan kehidupan
kita masing-masing. Entah itu memaafkan isteri, suami, musuh, diri
sendiri, atau siapa saja. Seperti telah diingatkan Rabindranath Tagore,
bukankah itu bisa membuat sang kehidupan menyatu dalam cinta?

--

Tidak ada komentar:

Facebook