HARI TERAKHIR
Ya Tuhan , ajarlah kami menghitung hari2 kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana - Prophet Moses
Renungan yang diambil dari buku THE POWER of HOPE – Paulus Winarto
Saya teringat kisah saat saya berbincang-bincang dengan salah seorang pengusaha kaya raya di negeri ini. Ketika perbincangan sudah sampai ke tahap “ dari hati ke hati”, saya beranikan diri untuk bertanya hal yang lebih pribadi. “ Pak , mohon maaf , kalau saya boleh tahu adakah hal yang masih ingin Bapak wujudkan dalam hidup ini ?”
Sambil tersenyum ia berkata , “ Beberapa tahun ke depan saya akan mulai menyerahkan sebagian kepemimpinan perusahaan kepada anak anak saya dan para professional. Setelah itu, saya akan pensiun, menikmati hidup, dan lebih aktif dalam kegiatan social. Selain itu , saya kepengen bisa travelling kekota
Ketika perbincangan semakin dalam, saya beranikan juga diri saya untuk bertanya tentang apakah ada penyesalan dalam hidupnya. Sejenak ia terdiam lalu dengan mata berkaca-kaca ia berujar, “
Tahun demi tahun berlalu dan sesungguhnya saya punya dana serta kesempatan untuk melakukan itu. Hanya saja, waktu itu saya menyepelekan rencana ini. Saya pikir , nanti saja kalau kerjaan saya sudah beres. Ternyata saya terlalu asyik bekerja sehingga ibu saya keburu dipanggil pulang Yang Mahakuasa ”
Dari kisah sederhana ini, kita juga boleh belajar satu hal penting. Memang benar, tip untuk menjadi lebih berbahagia adalah dengan menganggap hari ini adalah hari terakhir hidup kita didunia. Namun, disisi lain , saya kira juga benar bahwa dengan menganggap hari ini sebagai hari terakhir, kita punya kesempatan untuk menunjukkan kasih kita kepada orang-orang yang dekat dihati kita.
Saya ingat seorang wanita karier yang kabarnya hingga hari ini masih mengalami stress berat lantaran selalu menolak permintaan anaknya untuk dimandikan. Ceritanya , selama beberapa waktu, setiap pagi sebelum sang ibu berangkat ke kantor, anaknya yang masih kecil itu meminta sang ibu untuk memandikannya. Setiap kali permintaan itu dilontarkan, selalu terdengar jawaban yang sama, “Mama
Meskipun “lagu” yang didendangkan sang ibu selalu sama, sang anak tetap tidak berubah pendirian. Ia tetap minta dimandikan. Ini terjadi selama berhari-hari dan sang ibu tetap tidak juga mau memandikannya. Suatu hari anak ini terkena demam berdarah dan beberapa waktu kemudian meninggal. Kali ini, dengan berlinang air mata ,sang ibu memandikan – bukan lagi anaknya – melainkan jenazah anaknya. Oh , betapa menyedihkan ! Benar kata orang bijak bahwa hal-hal kecil lah yang kerap membuat penyesalan terbesar di hati kita.
Beberapa jama lalu – sebelum saya menulis artikel ini – putri kami, Priscilla , tampak gelisah. Ini biasa ia alami menjelang jam tidur. Ia bolak balik dikasur. Ketika saya beranjak keluar dari kamarnya, ia menangis. Rupanya ia meminta saya me-nina bobo- kannya. Saya dan istri kemudian memainkan peranan itu. Kami sama-sama mem-pok-pok ( menepuk-nepuk secara lembut punggungnya) dan ia pun tertidur lelap. Sungguh sukacita besar bagi kami, orangtua , melihat anak kami bias tidur nyenyak. Memandang dadanya yang naik turun saat bernapas membuat kami terkadang sangat terharu sekaligus sukacita. Benar kata seorang sahabat yang kebetulan seorang pastor, “Tujuan pernikahan adalah kebahagian dan Tuhan menyempurnakan itu dengan kehadiran anak “ Terimakasih, Tuhan
Terus terang mata saya berkaca-kaca ketika menulis artikel ini. Namun, saya ingin sekali mengajak kita semua merenungkan lebih jauh arti hari terakhir. Tidak ada yang pernah tahu kapan kita akan dipanggil. Tidak ada juga yang tahu kapan orang-orang yang kita kasihi akan dipanggil.
Seorang sahabat yang juga pengusaha pernah berkomentar,” Setiap hari kita diberi kesempatan untuk mengasihi dan juga dikasihi. Itu satu paket ! Pada saat kita mengasihi, kita pun dikasihi. Terkadang karena rutinitas dan kesibukan sendiri , kita jadi lupa sehingga menganggap semuanya biasa biasa saja.” Memang , kadang kita baru betul-betul merasa kehilangan ketika semuanya itu telah pergi untuk selamanya.
Saya sendiri terkadang masih merasa menyesal karena sering menolak menolong nenek saya. Sebagai anak yang dibesarkan oleh kakek dan nenek, saya terkadang suka nakal dan manja. Ketika duduk dibangku sekolah dasar , nenek yang saya kasih agak sulit berjalan. Terkadang ia meminta bantuan saya untuk menggandengnya saat berjalan. Namun , harus jujur saya akui, terkadang saya menghindar ketika ia meminta uluran tangan saya. Penyesalan itu masih ada hingga detik ini, namun saya juga sadar bahwa saya tidak bisa kembali ke masa lalu. Nenek pun sudah berpulang saat saya duduk dibangku SMP. Seorang bijak pernah berkata,” Salah satu cara terbaik menunjukkan kasih kita kepada mereka yang telah tiada adalah dengan mengasihi orang2 yang masih hidup, khususnya orang-orang yang dekat dihati kita.” Sebuah nasihat yang amat berharga !
Jadi, selagi masih ada kesempatan, lakukanlah yang terbaik dan jadilah diri kita yang terbaik karena kita tidak pernah tahu kapan hari itu akan tiba. Kasihilah orang-orang yang paling dekat dihati kita seolah-olah hari ini adalah hari terakhir, entah bagi kita atau bagi mereka. Toh, tidak ada salahnya menganggap ini adalah hari terakhir jika kita bisa memperoleh banyak manfaat positif darinya.
Sepuluh aturan menuju hidup yang lebih berbahagia :
1. Berbagi
2. Melakukan kebaikan
3. Selalu mengucap syukur
4. Bekerja penuh semangat
5. Mengunjungi orangtua dan belajar dari pengalaman mereka
6. Memandang lekat lekat wajah seorang bayi dan mengaguminya
7. Sering tertawa – tawa adalah minyak pelumas hidup
8. Berdoa untuk mengetahui jalan Tuhan
9. Membuat rencana seperti Anda akan hidup selamanya – dan itu pasti
10. Hidup seakan akan hari ini adalah hari terakhir hidup Anda dimuka bumi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar