Minggu, 15 Februari 2009

Perceraian


 

Sekedar pemikiran tengah malam...

Tepat tengah malam, mestinya tidur sudah membawaku ke alam mimpi,
tapi seperti yang sudah2, bila ada sesuatu yang berkecamuk di benak
aku mesti mengeluarkannya dulu buat menukarnya dengan tidur lelap.
Meski kupaksa mataku buat terus terpejam, kecamuk itu tak mau diajak
kompromi dan terus berputar2 di benak mencari outlet.

Beberapa hari lalu, melalui link yang diattach seorang teman disalah
satu milis, kubaca blog seorang selebritis yang tengah dalam proses
perceraian, buatku tulisannya cukup menarik, pertama dari
penyajiannya karena ia memang seorang penulis, kedua, buatku
pemikirannya cukup bijak. Lalu kenapa itu menjadi pengganggu benak?
Karena beberapa komentar disana memberikan judgement, bahkan ada
yang mengatakan bahwa selebritis itu mengingkari kenyataan bahwa
anaknya telah menjadi korban dari perceraian orang tuanya.

Lebih dari setahun lalu, satu statement pernah membuatku begitu
marah, seorang kawan melontarkannya persis dimukaku, `Perceraian
adalah satu kebodohan'… begitu marahnya aku hingga begitu kusut
kata2 yang berjumpalitan dilaptop ku saat kucoba keluarkan, hingga
akhirnya aku menyerah tak sanggup menuangkannya dalam tulisan dan aku
harus mendinginkan kepala dengan satu pemikiran, `biarlah, sejuta
orang punya sejuta mulut dan sejuta otak, mereka boleh berpikir dan
berkata apapun'.

Tapi malam ini, tak ada emosi dan kata2ku bisa runut berbaris rapi
keluar dari benakku. Kenapa stigma masyarakat terhadap perceraian
begitu buruk? Dan pada negara2 tertentu, perempuan seringkali berada
disudut ring, tak berhak maju ketengah memperjuangkan hak walaupun
hanya sebuah hak buat bersuara mengeluarkan isi hati. Kenapa? Aku pun
tak tahu jawabnya, entah mengapa, perempuanlah yang pertama dipandang
dengan picingan mata yang menghujam seribu tanya saat ide tentang
perceraian dilontarkan. Para janda pula yang notabene perempuan
yang seringkali mendapat tatapan sinis dari sesamanya dan pandangan
miring dari lawan jenisnya sementara predikat duda kadang2 ajaibnya
malah mendongkrak pasaran, pernah kan dengar istilah "duren"?

Perceraian memang dibenci oleh Tuhan, tapi mengapa exit permit itu
masih diberikan walaupun dengan prosedur berbelit dan benar2
difungsikan sebagai `emergency exit'. Dalam nalarku yang sungguh
sangat terbatas, ditunjang dengan tingkat keimananku yang
befluktuatif tajam seperti harga saham, aku hanya mampu menganalisis
bahwa Tuhan masih memberikan exit permit itu karena Ia sebagai
Creator paham betul esensi dari hasil kreasinya, bahwa manusia adalah
makhluk yang paling rentan berbuat salah. Maka pada saat manusia
telah melakukan kesalahan yang paling fatal dalam memilih pasangan
hidupnya dan tak mungkin lagi diperbaiki, pilihan hanya ada dua,
melanjutkan kesalahan itu by putting their life at stake, atau
berhenti dengan harapan kehidupan selanjutnya akan lebih baik.

Mereka yang mendapat anugerah tak terkira dariNya, memiliki keluarga
yang harmonis, layak buat terus bersyukur. Tapi tak sedikit yang tak
luput dari kesalahan. Di saat bibir seorang istri mestinya merah
merona oleh lipstick ternyata memerah karena pekatnya darah, dan
trend smokey eyes hasil karya hantaman tangan suami menjadi dandanan
sepanjang pernikahan, maka hak paling mendasar dari seorang manusia
untuk dihargai telah dikoyak. Pada saat anak2 belajar bahwa
keluarganya seperti bisu, tak ada tegur sapa penuh cinta dari dan
antara orang tua, tak ada peluk hangat yang menentramkan, dan caci
maki menjadi menu utama sarapan pagi hingga makan malam, maka justru
keutuhan jiwa mereka dipertaruhkan oleh kelangsungan suatu perkawinan.

Beberapa waktu lalu pada suatu pertemuan kembali dengan beberapa
kawan lama, aku sedikit dikejutkan dengan kenyataan bahwa kawan2 yang
dulu begitu cantik dan popular di sekolah, beberapa telah bercerai
dengan alasan KDRT. Padahal waktu bertemu masih terlihat jelas gurat
kecantikan di wajah mereka. Saat berbincang santai dengan seorang
kawan laki2, kulontarkan cerita itu, sambil melemparkan pertanyaan
yang awalnya kumaksudkan sbg retorika, `apa ya, yang dicari sama
laki2, udah dapet istri cantik, masih juga digebukin'. Jawaban si
kawan ini lebih mengagetkan dari kenyataan yang kudapati
sebelumnya "berasa cantik kali tu perempuan2, mungkin aja mereka
flirting2 sama co lain"… Busyet, sebegitu merasa superiornya kah
seorang laki2 terhadap perempuan? Let's say, mereka memang flirting,
lalu apakah itu memberikan justifikasi buat suami2 mereka untuk
menghancurkan keindahan ciptaanNya?

Kembali pada soal perceraian. Buatku adalah opsi. Aku paham dengan
kata2 si selebritis itu dalam tulisannya, bahwa perceraiannya adalah
untuk menjaga keutuhan jiwa. Karena buatku, suatu pernikahan adalah
pengikatan jiwa. Segala sesuatu yang buruk yang menimpa suatu
pernikahan, tak usah bicara soal perceraian dulu, selingkuh, atau
kematianpun adalah sesuatu yang mengoyak keutuhan jiwa dua manusia
yang berada di dalamnya.

Tak sedikit mereka yang memilih bertahan dalam bahtera dengan layar
yang sudah compang-camping didera badai. Seorang sahabat kerap
menemukan suaminya meniduri segala jenis perempuan, saat dengan gemas
kutanya kenapa dia tak minta cerai, singkat dia menjawab, `mo gw kasi
makan apa 4 orang anak gw??'. Satu maghrib seorang tetangga
menerobos masuk rumahku membawa anaknya sambil menangis, `bu, gimana
sih caranya minta cerai dari suami, saya dah ga tahan, dia main
perempuan terus, sementara saya yg nanggung idup dia sama ibunya yang
dah ga bisa bangun dari tempat tidur'. Aku hanya diam, tak berani
berkomentar apapun, karena aku tau persis suaminya adalah preman
bertato banyak yang kerjanya sehari2 cuma menyabung ayam (dan aku tak
mau mencari masalah dengan org spt itu). Sementara di cafe baru saja
kudengar curhatan seorang kerabat yang baik suami maupun istri
berpendidikan tinggi, terlihat harmonis bila berjalan berdua, namun
keduanya menyekam api dalam hati masing2 dan memiliki oase-nya
masing2 (pil & wil). Bertahankah mereka dalam perkawinan? Ya. Si
sahabat dengan alasan ekonomi, si istri preman dengan alasan malu
sama tetangga kalau bercerai, si kerabat dengan alasan bertahan untuk
anak2.

Dinamika dalam kehidupan manusia adalah suatu asas keabadian,
karenanya manusia berubah, manusia berbuat salah, tapi esensi nurani
yang di implan pada setiap manusia adalah agar kita terus berusaha
mencapai kebaikan melalui perbaikan terus menerus.
Perceraian, suatu musibah atau anugerah adalah tergantung sangkaan
kita terhadapNya. Tak ada yang menginginkan perceraian seperti tak
ada yang menginginkan terkena sakit. Tapi sakitpun ditujukan buat
membilas dosa2 kita. Bila kita hanya meminta diberikan yang terbaik,
dengan cara sesakit dan sesulit apapun, yakinlah yang ditunjukkan
adalah hasil doa kita. Bila selalu berprasangka baik, maka maksudNya
akan terungkap pada setiap butiran hikmah yang kelak ditemukan
disepanjang perjalanan yang mesti terus berlanjut. Satu pintu
tertutup, pintu lain akan terbuka. Satu akhir adalah awal dari satu
cerita lain.

Kembali ke pemikiranku semula, sejuta orang punya sejuta otak dan
mulut, mereka punya hak azasi buat beropini dan berkomentar, termasuk
menilai. Karena salah satu fitrah manusia, mengurusi dan
mengomentari orang lain, tanpa paham duduk masalahnya. Lucunya,
kadang2 mereka paham bahwa mereka tak akan pernah paham, karena yang
paling mampu memahami adalah yang mengalami….

Sudah setengah dua pagi, mestinya setelah menghirup segelas coklat
susu panas, aku bisa tidur lelap malam ini….

.

__,_._,___

2 komentar:

Anonim mengatakan...

semoga saya kuat menjalaninya

Anonim mengatakan...

tulisan yg bermanfaat,.

Facebook