Kamis, 22 Januari 2009

Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama

Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama
http://www.lbh-apik.or.id/fact-47.htm

Bila Anda (pihak Istri)merasa bahwa perkawinan Anda tidak dapat
dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang
dapat dilakukan adalah mengajukan Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama
Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I
Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974
tentang Perkawinan).


1. Dimana Gugatan Diajukan?

Bila anda yang mengajukan gugatan perceraian, berarti anda adalah pihak
Penggugat dan suami adalah Tergugat. Untuk mengajukan gugatan
perceraian, anda atau kuasa hukum anda (bila anda menggunakan kuasa
hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggal anda.
Bila anda tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat
tinggal suami. Bila anda dan suami anda tinggal di luar negeri, maka
gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat anda berdua
menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 UU No
7/89 tentang Peradilan Agama)


2. Alasan dalam Gugatan Perceraian

Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian anda di Pengadilan
Agama antara lain:

a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. Suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar
dan sengaja meninggalkan anda;
c. Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah
perkawinan dilangsungkan;
d. Suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. Suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena
cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa
kemungkinan untuk rukun kembali;
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan
ketidaakharmonisan dalam keluarga.

(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)


3. Saksi dan Bukti

Anda atau kuasa hukum anda wajib membuktikan di pengadilan kebenaran
dari alasan-alasan tersebut dengan:

1. Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang dipakai adalah suami
mendapat hukuman 5 (lima tahun) atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo
KHI pasal 135).
2. Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah dari pengadilan, bila
alasan Anda adalah suami mendapat cacat badan atau penyakit yang
menyebabkan tak mampu memenuhi kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
3. Keterangan dari saksi-saksi, baik yang berasal dari keluarga atau
orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya pertengkaran antara anda
dengan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).


4. Surat-surat yang Harus Anda siapkan

* Surat Nikah asli
* Foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi
materai, kemudian dilegalisir
* Foto kopi Akte Kelahiran anak-anak (bila punya anak), dibubuhi
materai, juga dilegalisir
* Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru Penggugat (istri)
* Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan pula gugatan terhadap
harta bersama, maka perlu disiapkan bukti-bukti kepemilikannya seperti
sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/pemohon), BPKB (Bukti
Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK(Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk
kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, dll.

Untuk itu, sangat penting untuk menyimpan surat-surat berharga yang anda
miliki dalam tempat yang aman.


5. Isi Surat Gugatan

1. Identitas para pihak (Penggugat/Tergugat) atau persona standi in
judicio, terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur,
tempat tinggal, hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989.
Identitas para pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama,
pekerjaan dan status kewarganegaraan
2. Posita (dasar atau alasan gugat), disebut juga Fundamentum
Petendi, berisi keterangan berupa kronologis (urutan peristiwa) sejak
mulai perkawinan anda dengan suami anda dilangsungkan, peristiwa hukum
yang ada (misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan
antara anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan
alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar
tuntutan (petitum). Contoh posita misalnya:

* Bahwa pada tanggal...telah dilangsungkan perkawinan antara
penggugat dan tergugat di...
* Bahwa dari perkawinan itu telah lahir ...(jumlah) anak
bernama..., lahir di...pada tanggal...
* Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut...
* Bahwa berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat
mengajukan gugatan perceraian...dst

3. Petitum
(tuntutan hukum), yaitu tuntutan yang diminta oleh Istri sebagai
Penggugat agar dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130
HIR).

Bentuk tuntutan itu misalnya:

1. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat ...sah
putus karena perceraian sejak dijatuhkannya putusan oleh hakim;
3. Menyatakan pihak penggugat berhak atas hak pemeliharaan anak
dan berhak atas nafkah dari tergugat terhitung sejak tanggal...sebesar
Rp....per bulan sampai penggugat menikah lagi;
4. Mewajibkan pihak tergugat membayar biaya pemeliharaan (jika
anak belum dewasa) terhitung sejak....sebesar Rp....per bulan sampai
anak mandiri/dewasa;
5. Menyatakan bahwa harta berupa....yang merupakan harta bersama
(gono-gini) menjadi hak penggugat...
6. Menghukum penggugat membayar biaya perkara...dst


6. Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)

Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan
provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian
segera, misalnya:

1. Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
2. Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul
jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
3. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang
seharusnya diberikan oleh suami;
4. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin
pemeliharaan dan pendidikan anak;
5. Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang
yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan
harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.

BILA ANDA MASIH RAGU-RAGU KETIKA MENYUSUN GUGATAN PERCERAIAN, ANDA DAPAT
BERKONSULTASI DENGAN SALAH SEORANG PENGACARA DI LEMBAGA-LEMBAGA BANTUAN
HUKUM YANG ADA.

Tidak ada komentar:

Facebook