Senin, 19 Januari 2009

kontrol diri



 

<http://www.gayahidu psehatonline. com> 

Sabtu, 10 Januari 2009 | 13:56 WIB

TIAP orang memerlukan kebebasan untuk menjadi kreatif dan
mengaktualisasi diri. Di sisi lain, kendali dari dalam diri diperlukan
sebagai regulasi atas dorongan dan kemampuan yang dimiliki, baik secara
fisik, psikis, maupun perilaku. 

Bertindak tanpa pikir panjang merupakan ciri khas yang melekat pada
anak-anak. Mereka bertindak spontan. Bila sakit mereka akan menangis di
mana saja, kapan saja, dan dalam situasi apa saja. Bila gembira, anak
yang sehat akan berlarian, mencoret-coret, berteriak-teriak girang, atau
melakukan apa pun yang ia inginkan.

Bayangkan bila perilaku semacam ini dilakukan oleh remaja atau orang
dewasa. Tentu saja cukup aneh. Kita akan merasa sangat terganggu bila
menemukan seseorang yang bukan lagi anak-anak bertindak sesuka hati,
membiarkan dorongan-dorongan atau keinginan yang bersifat egoistis
termanifestasi begitu saja. 

Semakin bertambah usia seseorang, ia diharapkan semakin memiliki kendali
atas perilakunya sendiri. Dengan kata lain, semakin mengembangkan
kemampuannya mengontrol diri. 
Kendali/kontrol diri (self-control) adalah pengaruh atau atau regulasi
seseorang terhadap fisik, perilaku, dan proses-proses psikologisnya
(Calhoun & Acocella, 1990). Ini merupakan hal yang sangat penting dalam
hidup seseorang. Mengapa? 

Pertama, kontrol diri berperan dalam hubungan seseorang dengan orang
lain. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa kita tidak hidup
sendirian, melainkan di dalam kelompok, di dalam masyarakat. Padahal,
kita memiliki kebutuhan pribadi seperti makanan, minuman, kehangatan,
dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut kita perlu
mengendalikan diri sedemikian rupa, supaya tidak mengganggu orang lain. 

Kedua, kontrol diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi. Setiap
orang, dari budaya mana pun, selalu berharap mencapai tujuan tertentu
dalam hidupnya. Contohnya, tujuan untuk memiliki kompetensi tertentu,
mencapai kematangan pribadi, dan sebagainya, sesuai dengan standar yang
ada dalam masyarakat. 

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut kita perlu belajar dan berusaha
terus-menerus, dan mengendalikan diri dengan menunda pemuasan
kebutuhan-kebutuhan sesaat demi mencapai tujuan jangka panjang.

Dengan mengembangkan kemampuan mengendalikan diri sebaik-baiknya, kita
akan menjadi pribadi yang efektif, sehingga dapat secara konsisten
merasa bahagia, bebas dari rasa bersalah, hidup lebih konstruktif, dapat
menerima diri sendiri, dan juga diterima oleh masyarakat.

Kontrol Internal dan Eksternal 
Semakin bertambah usia, seseorang diharapkan untuk semakin mengembangkan
kemampuan mengendalikan perilakunya. Dari mana sumber kontrol perilaku
seseorang? Sumbernya dapat dibedakan menjadi dua: faktor di dalam dan di
luar diri seseorang. 

Kontrol perilaku yang bersumber dari dalam diri biasanya disebut sebagai
kontrol internal, dan yang bersumber dari luar diri disebut kontrol
eksternal. Dalam kontrol diri (internal), individu mengatur perilaku dan
standar kinerjanya sendiri; memberi ganjaran bagi dirinya sendiri bila
berhasil mencapai tujuan; dan menghukum dirinya sendiri bila tidak
berhasil mencapai tujuan. 

Di sisi lain, dalam kontrol eksternal, individu menempatkan orang lain
sebagai penentu (yang menjadi penyebab) perilaku, standar kinerja, dan
ganjaran-ganjaran yang diperolehnya.
Dari dua jenis kontrol perilaku tersebut, kontrol pribadi (internal)
dinilai lebih berharga. Sepanjang kita menggantungkan diri pada kontrol
eksternal, kehidupan kita sebagian besar ditentukan oleh orang lain.
Sebaliknya, dengan mengembangkan kontrol diri (internal) berarti kita
mengendalikan dua hal: diri sendiri dan dunia sekitar kita.

Problem Pengendalian Diri
Seperti telah dijelaskan di atas, kontrol diri yang berkembang dengan
baik akan memberikan banyak keuntungan bagi seseorang. Namun, dalam
kenyataan, tidak semua kita mampu melakukan pengendalian diri secara
konsisten. 

Kemampuan pengendalian diri kita bervariasi. Ada orang yang sering
terlalu banyak minum (hingga mabuk), yang lain terlalu banyak makan,
yang lain lagi mudah kehilangan kontrol emosi, cenderung menunda
pekerjaan, dan sebagainya. Bagaimana hal ini dapat terjadi?

Seperti halnya kontrol diri yang kuat, kontrol diri yang lemah juga
berkembang melalui proses belajar. Contohnya, seorang remaja yang tetap
impulsif, yakni selalu marah bila keinginannya tak terpenuhi,
kemungkinan menjadi demikian karena sejak kecil orangtuanya selalu
menuruti segala permintaan (berfungsi sebagai ganjaran) setiap kali
anaknya itu merengek meminta sesuatu, terlebih-lebih bila anaknya mulai
marah. 

Ketika pola ganjaran semacam ini terjadi berulang-ulang, berarti si anak
mengalami proses pembelajaran bahwa permintaannya pasti terpenuhi bila
disertai marah. Selanjutnya ia mengembangkan pola perilaku marah setiap
kali permintaannya belum terpenuhi.

Seseorang yang memiliki kebiasaan menunda pekerjaan, mungkin menjadi
demikian karena sejak kecil terbiasa bekerja dalam tekanan orangtua
(berfungsi sebagai hukuman). Dalam situasi demikian ia termotivasi
melakukan tugas hanya untuk menghindari hukuman. Akibatnya, dalam
situasi tanpa adanya tekanan, ia cenderung bermalas-malasan. 

M.M. Nilam Widyarini, MSi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas
Guna Dharma, Jakar


__._,_.___
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Facebook