Dear All, Memang sedih ketika ingin memulai sesuatu yang lebih baik namun diragukan, seperti ketika ingin menikah lagi namun keluarga cowok tidak setuju karna status (seperti kasus mbak Devi) . Untuk itu saya punya cerita: Karena saya Punya Warna Dua perempuan muda datang menemui seorang Perempuan separoh baya yang berpenampilan mewah di Restoran. Sebelum mereka masuk ke Restoran salah seorang berkata kepada temanya : apapun yang terjadi nanti..aku melarangmu berkomentar apapun. Karena akan ada waktu untuk menjelaskannya nanti. Sang temankun mengiyakan.. Begitu sudah duduk semeja dengan Nyonya kaya yang ingin mereka temui, perempuan muda itu duduk dengan anggun, lalu dengan melemparkan senyum lembut ia berkata kepada si perempuan kaya : Ibu saya datang ke sini hanya ingin bicara, dan saya tidak ingin mendengarkan komentar apapun dari Ibu, karena rasa hormat saya yang besar pada Ibu dan Cinta yang sangat .mendalam pada putra Ibu. Saya tahu… Ibu menentangkan keinginan kami untuk menikah, karena Ibu tidak mau mempunyai menantu seorang janda yang sudah mempunyai anak, Ibu Juga sedih kalau putra Ibu yang mapan tidak mendapatkan yang terbaik karena dia berhak mendapatkan seorang ‘’ perawan yang suci ‘’ dan lebih mulia dibandingkan dengan‘’bekas istri orang. ‘’ Saya tidak menyalahkan Ibu, walaupun sampai saat ini saya tidak memahami kenapa Ibu punya fikiran sepicik itu, karena walaupun saya Janda dan sudah punya anak, tapi saya punya warna sendiri dan ini tidak akan dimiliki oleh perawan dimanapun di dunia ini. Setidaknya, saya sudah pernah jatuh cinta kepada lelaki dan cinta itu mengajarkan saya bahwa perasaan menggebu gebu bukanlah jaminan untuk bahagia, karena keromantisan dan kemanjaan rayuan hanyalah pemanis yang lezat kalau diletakkan pada suasana dan waktu yang tepat. Dan begitu saya mencintai Putra Ibu, maka saya mencintainya bukan hanya karena keromantisan dan rayuannya saja tapi juga karena kecuekaannya dan kenaifannya. Saya memang sudah pernah menikah, dan pernikahan itu mengajarkan saya bahwa suami ternyata bukanlah sosok pangeran yang menyelamatkan sang putri dan pahlwan, namun sosok lelaki yang penuh masalah dan butuh permaisuri merundingkan perang dan kekayaan Negara. Jadi,, begitu saya menikah dengan putra Ibu maka saya sudah menyediakan ruang untuknya bercerita, berkeluh kesah dan tidak akan membiarkanya menanggung beban hidup sendirian. Saya sudah pernah diceraikan dan menjadi janda, sehingga saya merasakan pahitnya kehilangan dan jatuh, maka begitu saja menikahi Putra Ibu, saya akan menjaganya seperti menjaga nyawa saya, saya akan memasung ego saya untuk mempertahankannya. Sekarang, kalau Ibu enggan untuk merestui pernikahan Kami bagi saya tidak masalah, karena saya punya warna, dan lukisan yang kaya dengan nuansa dan asa akan dihargai lebih mahal oleh pencinta dan seniman dimanapun di dunia ini, dan saya tidak akan bersedih kalau kanvas saya tidak dilirik oleh orang orang awam seperti ibu. Usai mengucapkan kalimat panjang itu, perempuan muda itu bangkit dan menyampaikan salam lalu mereka meninggalkan restoran. Sang teman tidak bertanya apapun hingga mereka sudah berada dimobil. Perempuan muda itu akhirnya berkata: Dia Ibu dari lelaki yang aku cintai, namun tidak bisa menerima kenyataan akan kejandaanku. Namun sekarang aku lega..karena diriku dan kebahagiaan lebih berharga dari anaknya, dirinya bahkan diri mereka semua. Mbak Devi dan kita semua….. Kisah ini memberikan kita semangat bahwa kita masih sangat berharga karena kita punya warna yang tidak dipunyai orang lain. Walau jujur saja terkadang sulit menerima dan melarutkannya dalam sanubari kita. apalagi kalau saat kita jatuh. tapi yakinlah : Bahwa kita berharga. salam rina: |
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar