Jumat, 14 November 2008

When you divorce me...

hiks..hiiks. .sweettt. ..
comments?
^my

aku hanya kopas dari blog temanku..


when you divorce me...

Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti
di depan flat kami yg cuma berkamar satu. Sahabat2ku menyuruhku untuk
membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah
kami. Ia kelihatan malu2. Aku adalah seorang pengantin pria yg sangat
bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yg lalu...

Hari2 selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening:

Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha
untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan
kasih di antara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap
pagi kami berangkat kerja bersama2 dan sampai di rumah juga pada waktu
yg bersamaan. Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami
kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh
perubahan yg tidak kusangka2.

Dew hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yg cerah. Aku berdiri
di balkon. Dengan Dew yg sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam
dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yg kubelikan untuknya. Dew
berkata, "Kamu adalah jenis pria terbaik yg menarik para gadis."
Kata2nya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru
menikah, istriku pernah berkata, "Pria sepertimu, begitu sukses, akan
menjadi sangat menarik bagi par gadis." Berpikir tentang ini, aku
menjadi ragu2. Aku tahu kalo aku telah mengkhianati istriku. Tapi aku
tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dew dan berkata,
"Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K. Aku ada sedikit urusan
di kantor." Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji
menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas di
pikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku merasa
sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun
kujelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya, ia adalah seorang
istri yg baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk
santai di depan TV.

Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama2. Atau, aku
akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dew. Ini adalah hiburan
bagiku.

Suatu hari aku berbicara dalam guyon, "Seandainya kita bercerai, apa yg
akan kau lakukan?" Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa
bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yg
sangat jauh dari ia. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan
menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius. Ketika istriku
mengunjungi kantorku, Dew baru saja keluar dari ruanganku. Hampir
seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha
untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia.. Ia
kelihatan sedikit curiga. Ia berusaha tersenyum pada bawahan2ku. Tapi
aku membaca ada kelukaan di matanya.

Sekali lagi, Dew berkata padaku, "He Ning, ceraikan ia, O.K. Lalu kita
akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu2
lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, kupegang
tangannya, "Ada sesuatu yg harus kukatakan." Ia duduk diam dan makan
tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka di matanya. Tiba2 aku
tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir. "Aku
ingin bercerai," kuungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia
seperti tidak terpengaruh oleh kata2ku, tapi ia bertanya secara lembut,
"Kenapa?" "Aku serius." Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini
membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,
"Kamu bukan laki2!" Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia
sedang menangis..

Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yg telah terjadi dengan perkawinan
kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yg memuaskan sebab hatiku
telah dibawa pergi oleh Dew. Dengan perasaan yg amat bersalah, aku
menuliskan surai perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan
30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya
jadi beberapa bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yg telah
10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yg asing dalam
hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yg telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras di depanku, dimana hal tersebut tidak
pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu
pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa
minggu ini dan sekarang sungguh2 telah terjadi.

Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku
melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran.
Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku
tertidur kembali. Ia menuliskan syarat2 dari perceraiannya: ia tidak
menginginkan apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan
sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup
bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan
segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi
dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami. Ia
menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,"He Ning, apakah kamu
masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari
pernikahan kita? Pertanyaan ini tiba2 mengembalikan beberapa kenangan
indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. "Kamu membopongku di
lenganmu," katanya, "Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan
tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir
bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke
pintu." Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa
kenangan indah yg telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri
dengan suasana romantis. Aku memberitahukan Dew soal syarat2 perceraian
dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya.
"Bagaimanapun trik yg ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari
perceraian ini," ia mencemooh. Kata2nya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan
perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku
membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami
menepuk punggung kami, "Wah, papa membopong mama, mesra sekali."
Kata2nya membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu
ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan
mata dan berkata dengan lembut, "Mari kita mulai hari ini,jangan
memberitahukan pada anak kita."

Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia
pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor. Pada hari kedua, bagi kami
terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, kami begitu dekat sampai2 aku
bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama
tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda
lagi. Beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik
padaku, "Kebun di luar sedang dibongkar. Hati2 kalau kamu lewat sana."
Hari keempat, ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih
mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku di
lenganku. Bayangan Dew menjadi samar. Pada hari kelima dan enam, ia
masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti dimana ia telah menyimpan
baju2ku yg telah ia setrika, aku harus hati2 saat memasak, dll. Aku
mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak
memberitahu Dew tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya.
Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku
berkata padanya, "Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang." Ia
sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya
keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yg cocok.
Lalu ia melihat, "Semua pakaianku kebesaran." Aku tersenyum. Tapi tiba2
aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa
membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu
ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan
perasaan sakit. Tanpa sadar kusentuh kepalanya. Anak kami masuk pada
saat tersebut. "Pa, sudah waktunya membopong mama keluar."

Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian
yg penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan
merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan
berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia di lenganku,
berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya
memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat
seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak
pucat dan kurus, membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku
membopongnya di lenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah
kembali ke sekolah. Ia berkata, "Sesungguhnya aku berharap kamu akan
membopongku sampai kita tua." Aku memeluknya dengan kuat dan berkata,
"Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra."

Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut
keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dew
membuka pintu. Aku berkata padanya, "Maaf Dew, aku tidak ingin bercerai.
Aku serius." Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. "Kamu
tidak demam". Kutepiskan tangannya dari dahiku, "Maaf Dew, aku cuma bisa
bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku
membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai2 dari
kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang
aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah
melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf
padamu." Dew tiba2 seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras
kepadaku dan menutup pintu dgn kencang dan tangisannya meledak. Aku
menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati
sebuah toko bunga, kupesan sebuah buket bunga kesayangan istriku.

Penjual bertanya apa yg mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum
dan menulis, "Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua.."

Tidak ada komentar:

Facebook