Dampak Perkawinan Bawah Tangan bagi Perempuan
http://www.solusihukum.com/artikel.php?id=20
Dampak Perkawinan Bawah Tangan bagi Perempuan
Meski masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, praktek
perkawinan bawah tangan hingga kini masih banyak terjadi. Padahal, perkawinan
bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi perempuan. Beberapa info berikut,
mungkin bermanfaat bagi anda.
1. Apakah perkawinan bawah tangan
itu?
Perkawinan bawah tangan atau yang dikenal dengan berbagai istilah lain seperti
‘kawin bawah tangan’, ‘kawin siri’ atau ‘nikah
sirri’, adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau
adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi
yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam).
2. Apakah Perkawinan Bawah Tangan
dikenal dalam sistem hukum Indonesia?
Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah ‘kawin bawah tangan’
dan semacamnya dan tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun,
secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan
dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku,
khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan pasal
2 ayat 2.
3. Akibat hukum perkawinan bawah
tangan
Meski secara agama atau adat istiadat dianggap sah, namun perkawinan yang dilakukan
di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan
hukum dan dianggap tidak sah dimata hukum.
4. Apakah dampak dari Perkawinan
Bawah Tangan?
a. Terhadap Istri
Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan
umumnya, baik secara hukum maupun sosial.
Secara hukum:
- Anda tidak dianggap sebagai istri sah;
- Anda tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia;
- Anda tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara
hukum perkawinan anda dianggap tidak pernah terjadi;
Secara sosial:
Anda akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah
tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan
(alias kumpul kebo) atau anda dianggap menjadi istri simpanan.
b. Terhadap anak
Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan
menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan
di mata hukum, yakni:
Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah.
Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga
ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal
42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akte kelahirannyapun
statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama
ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan
tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial
dan psikologis bagi si anak dan ibunya.
Ketidakjelasan status si anak di muka hukum, mengakibatkan
hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya
menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya.
Yang jelas merugikan adalah, anak tidak berhak atas biaya kehidupan
dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya
c. Terhadap laki-laki atau suami
Hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi
diri laki-laki atau suami yang menikah bawah tangan dengan seorang perempuan.
Yang terjadi justru menguntungkan dia, karena:
Suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya
yang di bawah tangan dianggap tidak sah dimata hukum
Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya memberikan
nafkah baik kepada istri maupun kepada anak-anaknya
Tidak dipusingkan dengan pembagian harta gono-gini, warisan
dan lain-lain
5. Apa yang dapat dilakukan bila
perkawinan bawah tangan sudah terjadi?
A. Bagi yang Beragama Islam
>> Mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah
Bagi yang beragama Islam, namun tak dapat membuktikan terjadinya
perkawinan dengan akte nikah, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah (penetapan/pengesahan
nikah) kepada Pengadilan Agama (Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7). Namun
Itsbat Nikah ini hanya dimungkinkan bila berkenaan dengan: a. dalam rangka penyelesaian
perceraian; b. hilangnya akta nikah; c. adanya keraguan tentang sah atau tidaknya
salah satu syarat perkawinan; d. perkawinan terjadi sebelum berlakunya UU No.
1 tahun 1974 tentang perkawinan; e. perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang
tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1/1974. Artinya, bila ada
salah satu dari kelima alasan diatas yang dapat dipergunakan, anda dapat segera
mengajukan permohonan Istbat Nikah ke Pengadilan Agama. Sebaliknya, akan sulit
bila tidak memenuhi salah satu alasan yang ditetapkan.
Tetapi untuk perkawinan bawah tangan, hanya dimungkinkan itsbat
nikah dengan alasan dalam rangka penyelesaian perceraian.
Sedangkan pengajuan itsbat nikah dengan alasan lain (bukan
dalam rangka perceraian) hanya dimungkinkan jika sebelumnya sudah memiliki Akta
Nikah dari pejabat berwenang.
Jangan lupa, bila anda telah memiliki Akte Nikah, anda harus
segera mengurus Akte Kelahiran anak-anak anda ke Kantor Catatan Sipil setempat
agar status anak anda pun sah di mata hukum. Jika pengurusan akte kelahiran
anak ini telah lewat 14 (empat belas) hari dari yang telah ditentukan, anda
terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pencatatan kelahiran anak kepada
pengadilan negeri setempat. Dengan demikian, status anak-anak anda dalam akte
kelahirannya bukan lagi anak luar kawin.
>> Melakukan perkawinan ulang
Perkawinan ulang dilakukan layaknya perkawinan menurut agama Islam. Namun, perkawinan
harus disertai dengan pencatatan perkawinan oleh pejabat yang berwenang pencatat
perkawinan (KUA). Pencatatan perkawinan ini penting agar ada kejelasan status
bagi perkawinan anda. Namun, status anak-anak yang lahir dalam perkawinan bawah
tangan akan tetap dianggap sebagai anak di luar kawin, karena perkawinan ulang
tidak berlaku surut terhadap status anak yang dilahirkan sebelum perkawinan
ulang dilangsungkan. Oleh karenanya, dalam akte kelahiran, anak yang lahir sebelum
perkawinan ulang tetap sebagai anak luar kawin, sebaliknya anak yang lahir setelah
perkawinan ulang statusnya sebagai anak sah yang lahir dalam perkawinan.
B. Bagi yang beragama non-Islam
» Perkawinan ulang dan pencatatan perkawinan
Perkawinan ulang dilakukan menurut ketentuan agama yang dianut. Penting untuk
diingat, bahwa usai perkawinan ulang, perkawinan harus dicatatkan di muka pejabat
yang berwenang. Dalam hal ini di Kantor Catatan Sipil. Jika Kantor Catatan Sipil
menolak menerima pencatatan itu, maka dapat digugat di PTUN (Peradilan Tata
Usaha Negara).
» Pengakuan anak
Jika dalam perkawinan telah lahir anak-anak, maka dapat diikuti dengan pengakuan
anak. Yakni pengakuan yang dilakukan oleh bapak atas anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah menurut hukum. Pada dasarnya, pengakuan anak dapat dilakukan
baik oleh ibu maupun bapak. Namun, berdasarkan pasal 43 UU no 1 /1974 yang pada
intinya menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan tidak mempunyai
hubungan perdata dengan ayahnya, maka untuk mendapatkan hubungan perdata yang
baru, seorang ayah dapat melakukan Pengakuan Anak. Namun bagaimanapun, pengakuan
anak hanya dapat dilakukan dengan persetujuan ibu, sebagaimana diatur dalam
pasal 284 KUH Perdata.
» MESKI DIAKUI SECARA AGAMA MAUPUN ADAT ISTIADAT,
PERKAWINAN BAWAH TANGAN ANDA DIANGGAP TIDAK SAH OLEH NEGARA
» PERKAWINAN BAWAH TANGAN HANYA MENGUNTUNGKAN SUAMI/LAKI-LAKI
DAN AKAN MERUGIKAN ANDA DAN ANAK ANDA
[LBH-APIK]
1 komentar:
makasih buat artikelnya. gwa bs cari sumber pembelajaran lbh mudah. kapan kapan klo bs carikan dampak sosial dari club motor
Posting Komentar