Jumat, 25 Januari 2008

FW: [Komunitas Singleparent] Ingin dicintai oleh pasangan ? Ini tips nya...

Salah satu kebahagiaan adalah ketika melihat orang yang kita cintai
bahagia. Tidak gampang untuk memperoleh kebahagiaan jenis ini. Apalagi
bagi mereka
yang bersifat egois. Semua kebahagiaannya diukur dari kebahagiaan diri
sendiri. Orang yang demikian adalah tipikal 'pemburu kebahagiaan' , yang
justru tidak pernah menemukan kebahagiaan. ..

Berumah tangga adalah sebuah cara untuk memperoleh kebahagiaan, dengan
cara
membahagiakan pasangan kita. Bisakah itu
terjadi? Bisa, ketika berumah tangga dengan berbekal cinta. Bukan
sekadar
berburu cinta. Lho, memang apa bedanya?
Berbekal cinta, berarti kita mencintai pasangan kita. Ingin memberikan
sesuatu kepada pasangan agar ia merasa bahagia. Sedangkan berburu cinta,
berarti kita menginginkan untuk dicintai. Menginginkan sesuatu dari
pasangan kita, sehingga kita merasa bahagia.
Menurut anda, manakah yang lebih baik? Mengejar cinta atau memberikan
cinta? Mengejar kebahagiaan ataukah memberikan kebahagiaan? Mengejar
kepuasan ataukah justru memberikan kepuasan? Mana yang bakal
membahagiakan,
yang pertama ataukah yang ke dua? Ternyata, yang ke dua. Mengejar cinta
hanya akan mendorong kita untuk berburu sesuatu yang semu belaka. Yang
akan
tidak pernah kita raih. Karena, keinginan adalah sesuatu yang tidak
pernah
ada habisnya. Apalagi keserakahan.

Hari ini kita merasa memperoleh cinta dari pasangan, maka berikutnya
kita mungkin akan merasa tidak puas karena ingin memperoleh cinta yang
lebih dari pasangan.
Ini hampir tak ada bedanya dengan ingin mengejar kesenangan dengan cara
memiliki mobil
atau rumah. Ketika kita masih miskin, kita mengira akan senang memiliki
mobil berharga puluhan juta rupiah. Kita berusaha mengejarnya. Lantas
memperolehnya. Dan kita memang senang. Tapi, tak berapa lama kemudian,
kita
menginginkan untuk memiliki mobil yang berharga ratusan juta rupiah.
Mobil
yang telah kita miliki itu tidak lagi menyenangkan, atau apalagi
membahagiakan.
Benak kita terus menerus terisi oleh bayangan betapa senangnya memiliki
mobil berharga ratusan juta rupiah. Jika kemudian kita bisa memenuhi
keinginan itu, kita pun merasa senang. Tetapi, ternyata itu tidak lama.
Benak kita bakal segera terisi oleh bayangan-bayangan, betapa senangnya
memiliki mobil yang berharga miliaran rupiah. Begitulah seterusnya.

Kesenangan dan kebahagiaan itu bukan kita peroleh dengan cara
mengejarnya,
melainkan dengan cara merasakan dan mensyukuri apa yang sudah kita
miliki.
Kita tak perlu mengejar kebahagiaan, karena kita sudah menggenggamnya.
Yang
perlu kita lakukan sebenarnya adalah memberikan perhatian kepada apa
yang
sudah kita miliki. Bukan melihat dan mengejar sesuatu yang belum kita
punyai. Semakin kita memberikan perhatian kepada apa yang telah kita
miliki, maka semakin terasa nikmatnya memiliki. Jadi, kuncinya bukan
mengejar, melainkan memberi.
Demikian pula dalam berumah tangga. Jika kita ingin memperoleh
kebahagiaan,
caranya bukan dengan mengejar kebahagiaan itu. Melainkan dengan
memberikan
kebahagiaan kepada pasangan kita. Bukan mengejar cinta, melainkan
memberikan cinta. Bukan mengejar kepuasan, melainkan memberikan
kepuasan.
Maka kita bakal memperoleh kebahagiaan itu dari dua arah. Yang pertama,
kita akan memperolehnya dari pasangan dan karena merasa dibahagiakan, ia
akan membalas memberikan kebahagiaan.

Yang ke dua, kebahagiaan itu bakal muncul dari dalam diri kita sendiri.
Ketika kita berhasil memberikan kepuasan kepada pasangan kita, maka kita
bakal merasa puas. Ketika berhasil memberikan kesenangan kepada partner
kita, maka kita pun merasa senang. Dan ketika kita berhasil memberikan
kebahagiaan kepada istri atau suami kita, maka kita pun merasa bahagia.
Ini, nikmatnya bukan main. Jumlah dan kualitasnya terserah kita. Ingin
lebih bahagia, maka lebih bahagiakanlah pasangan. Ingin lebih senang,
maka
senangkanlah pasangan kita lebih banyak lagi. Dan, kita ingin lebih
puas?
Maka puaskanlah pasangan dengan kepuasan yang lebih banyak. Terserah
kamu meminta kesenangan, kepuasan, atau
pun kebahagiaan sebesar apa. Karena kuncinya ada di tangan kamu sendiri.
Semakin banyak memberi semakin nikmat rasanya.

Kamu yang terbiasa egois dan mengukur kebahagiaan dari kesenangan
pribadi,
akan perlu waktu untuk menyelami dan merenungkan kalimat-kalimat di
atas.
Contoh yang lebih konkret adalah perkawinan dengan cinta yang bertepuk
sebelah tangan. Perkawinan semacam ini sungguh membuat menderita pihak
yang
tidak mencintai. Padahal ia dicintai. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh
pasangannya. Katakanlah ia pihak wanita. Segala kebutuhan sang wanita
selalu dipenuhi oleh suaminya. Rumah ada. Mobil tersedia. Pakaian,
perhiasan, dan segala kebutuhan semuanya tercukupi. Tetapi ia tidak
pernah
merasa bahagia. Kenapa? Karena tidak ada cinta di hatinya.

Sebaliknya, sang suami merasa bahagia, karena ia mencintai istrinya. Ia
merasa senang dan puas ketika bisa membelikan rumah. Ia juga merasa
senang
dan puas ketika bisa membelikan mobil. Dan ia senang serta puas ketika
bisa
memenuhi segala kebutuhan istri yang dicintainya itu. Semakin cinta ia,
dan
semakin banyak ia memberikan kepada istrinya, maka semakin bahagialah
sang
suami. Kalau ia benar-benar cinta kepada istrinya, maka ukuran
kebahagiaannya berada pada kebahagiaan si istri. Jika istrinya bahagia,
ia
pun merasa bahagia. Jika istrinya menderita, maka ia pun merasa
menderita.
Akan berbeda halnya, jika si suami tidak mencintai istri. Ia sekadar
menuntut istrinya agar mencintainya. Memberikan kesenangan, kepuasan dan
kebahagiaan kepadanya. Ketika semua itu tidak sesuai dengan
keinginannya,
maka ia bakal selalu merasa tidak bahagia. Tidak terpuaskan. Sebaliknya,
jika istri tersebut kemudian bisa mencintai suaminya - karena kebaikan
yang
diberikan terus menerus kepadanya - maka si istri itu justru bakal bisa
memperoleh kebahagiaan karenanya.
Pelayanan yang tadinya dilakukan dengan terpaksa terhadap suaminya, kini
berganti dengan rasa ikhlas dan cinta. Tiba-tiba saja dia merasakan
kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada terkira. Kalau dulu ia memasakkan
suami dengan rasa enggan dan terpaksa, misalnya, kini ia melakukan
dengan
senang hati dan berbunga-bunga. Kalau dulu ia merasa tersiksa ketika
melayani suami di tempat tidur, kini ia merasakan cinta yang membara.
Ya, tiba-tiba saja semuanya jadi terasa berbeda. Penuh nikmat dan
bahagia.
Padahal seluruh aktivitas yang dia lakukan sama saja. Apakah yang
membedakannya? Rasa cinta,semakin banyak ia
memberi, semakin banyak pula rasa bahagia yang diperolehnya. Hal ini
memberikan gambaran kepada kita bahwa yang bahagia itu sebenarnya
bukanlah
orang yang dicintai, melainkan orang yang mencintai. Orang yang sedang
jatuh cinta...

Karena itu keliru kalau kita ingin dicintai. Yang harus kita lakukan
adalah
mencintai pasangan. Semakin besar cinta kita kepadanya, semakin bahagia
pula kita karenanya. Dan yang ke dua, semakin banyak kita memberi untuk
kebahagiaan dia, maka semakin bahagialah kita...
Begitulah mestinya rumah tangga kita. Bukan saling menuntut untuk
dibahagiakan, melainkan saling memberi untuk membahagiakan. Karena di
situlah kunci kebahagiaan yang sebenar-benarnya memberikan kebahagiaan.
..

Tidak ada komentar:

Facebook