Minggu, 19 April 2009

Penyakit kangker sudah tidak berbahaya lagi.....

Semoga bermanfaat


JIKA ANDA MAU BERBAIK HATI TERHADAP SESAMA....
TOLONG SEBARKAN INFORMASI INI...


Penyakit Kanker
Sudah Tidak Berbahaya Lagi


Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia
dapat memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman
"KELADI TIKUS" (Typhonium Flagelliforme/ Rodent Tuber) sebagai
tanaman obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker
dan berbagai penyakit berat lain.

Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini
hanya tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. "Tanaman
ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi Pasau, orang
pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia .

Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris
K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti
Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia.
Lembaga perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan
pasien dari Malaysia , Amerika, Inggris , Australia , Selandia Baru,
Singapura, dan berbagai negara di dunia.

Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di
Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker
payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah
kanker ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus
menjalani kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk
menghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut.
"Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kami menyiapkan
wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan
kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu
makan," jelas Patoppoi.

Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus
berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan
informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati
kanker. "Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysiauntuk membeli teh
tersebut," ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di
sebuah toko obat di Malaysia , secara tidak sengaja dia melihat dan membaca
buku mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karangan
Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996..
"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut.
Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi,
tapi langsung pulang ke Indonesia ," kenang Patoppoi sambil
tersenyum. Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme
itu.

Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat
Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman
tersebut. Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat,
familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata,
mereka menemukan tanaman itu di sana . Setelah mendapatkan tanaman
tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di
Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu.

Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan
bahwa tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo mengatakan agar
tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat," lanjut Patoppoi.
Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku tersebut
untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya, Boni
Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman tersebut.
"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di pinggir
sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebut tumbuh liar
di pinggir sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu.

Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami
penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti
rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. "Bahkan nafsu makan ibu
saya pun kembali normal," lanjut Boni.

Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani
pemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh
mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta ," kata Patoppoi. Para
dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan pada
isterinya.. "Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan dosis
kemoterapi kepada kami," lanjut Patoppoi.

Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter
pun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar
mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak
mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan
pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali diundur menjadi enam
bulan sekali."Tetapi karena sesuatu hal, para dokter tersebut tidak mau
mendukung secara terang-terangan penggunaan tanaman sebagai pengobatan
alternatif," sambung Boni sambil tertawa.

Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan
keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi
Dr.Teo melalui fax untukmenginformasik an bahwa tanaman tersebut
banyak terdapat di Jawa dan mengajak Dr.. Teo untuk menyebarkan penggunaan
tanaman ini di Indonesia. Kemudian Dr . Teo langsung membalas fax kami,
tetapi mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang
jauh," sambung Patoppoi. Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka
diterjemahkan dalam bahasa Indonesiadan disebar-luaskan di Indonesia, Dr.
Teo menganjurkan agar kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi
dalam usaha nyata membantu penderita kanker di Indonesia.

Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis
mengenai meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa
Pos,Patoppoi sempat tercengang. Data-data rinci mengenai gejala,
penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengan salah
satu pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskan di buku
tersebut. Dan eksperimen pengobatan tersebut berhasil menyembuhkan pasien
tersebut. "Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos,"
ujar Boni. Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan. Dalam
sehari, bisa sekitar 30 telepon yang masuk.. "Sampai saat ini, sudah ada
sekitar 300 orang yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di Jl.
KH. Khamdani, Buduran Sidoarjo.

Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahim
stadium dini. Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi..
Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku
dijual untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.
Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian
pasien tersebut datang lagi dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi,
karena hasil pemeriksaan mengatakan negatif.

Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi
berusaha untuk menemui Dr. Teo secara langsung. Atas bantuan Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, Sampurno,
Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang , Malaysia . Di kantor Pusat Cancer
Care Penang, Malaysia , Patoppoi mendapat penerangan lebih lanjut

mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki nama Indonesia .
Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisi
revisi tahun 1999, fax yang dikirimnya di masukkan dalam buku
tersebut, serta pengalaman isterinya dalam usahanya berperang melawan
kanker. Dari pembicaraan mereka, Dr.. Teo merekomendasi agar Patoppoi
mendirikan perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya . Maka secara
resmi, Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial
Cancer Care Indonesia , yang juga disebutkan dalam buletin bulanan Cancer
Care, yaitu di
Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta , telp. 021-4894745,
dan di Buduran, Sidoarjo.

Cancer Care Malaysiatelah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut
secara lebih canggih. Mereka telah memproduksi ekstrak Keladi Tikus dalam
bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai tananaman
lainnya dengan dosis tertentu. "Dosis yang diperlukan tergantung penyakit
yang diderita," kata Boni.

Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir
yang menanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui fax
ke Dr. Teo. "Formulir tersebut dapat diisi disini, dan akan kami fax-kan.
Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus
obatnya, dengan harga langsung dari Malaysia , sekitar 40-60 Ringgit
Malaysia ," lanjut Boni. " Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat,
kami tidak menarik keuntungan, malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa
memberikan perpanjangan waktu pembayaran. " tambahnya.

Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah
satu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker
ginjal. Adadua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah
menjabat sebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di Surabayaini.
Pasien
pertama yang mengidap kanker rahim tidak sempat diberi pengobatan
dengan keladi tikus, karena telah ditangani oleh rekan-rekan dokter yang
telah memiliki reputasi. Setelah menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien
tersebut mengalami kerontokan rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu
muntah. Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini
menanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi tikus untuk membantu
proses penyembuhan kemoterapi.

Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami
penderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi dokter
ini menolak untuk diekspos karena menurutnya, pengobatan ini belum resmi
diteliti di Indonesia . Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia
memakai pengobatan alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai
"ter-kun" atau dokter-dukun.. "Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan
konvensional dan modern," kata dokter tersebut.

Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan
bantuan kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dan
sabu-sabu di Surabaya , yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat
kanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III,
pasien tersebut mengkonsumsi pil dan teh dari Cancer Care. Hasilnya
cukup mengejutkan, karena ternyata obat tersebut dapat mengeluarkan racun
narkoba dari peredaran darah penderita dan mengatasi ketergantungan pada
narkoba tersebut. "Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan
keladi tikus, dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul
resistensi. Jadi jangan seperti kebo, habis mandi berkubang lagi," sambung
Boni sambil tertawa.

Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat
serangan kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah
tidak mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saat
kemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa kesakitan.

Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telah
disembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker
payudara, paru-paru, usus besar-rectum, liver, prostat, ginjal,
leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukemia, empedu, pankreas,
dan hepatitis.

Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaran
Ringgit Malaysia selama 5 tahun dapat benar-benar berguna bagi dunia
kesehatan. Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih lanjut
sehubungan dengan artikel "Obat Kanker" bisa menghubungi perwakilan lembaga
sosial

"Cancer Care Indonesia "
beralamat di Jl. Kayu Putih 4 no.5 Jakarta ,
telp : 021-4894745,

1 komentar:

GigiSehatBadanSehat mengatakan...

wah..thnx banget infonya, baru tau...

Facebook