Anda adalah Anda
Jika ada satu teori yang sangat saya mutlakkan kebenarannya, adalah premis dari Rasulullah SAW, bahwa MUSUH TERBESAR MANUSIA ADALAH DIRINYA SENDRI.
Karena hanya diri saya sendiri, hanya mengatakan bahwa saya tidak pantas mendapatkan perlakuan yang baik dari kekasih saya.
Karena hanya diri saya sendiri yang terus mencari-cari saat, kapan kekasih saya akan menyakiti, lalu ia akan berkata, “Nah! Apa saya bilang.”
Karena hanya diri saya sendiri, yang menghujat terus menghujat kegagalan saya mencapai target pekerjaan hari ini.
Karena hanya diri saya sendiri, yang berteriak kencang bahwa saya tidak akan pernah menjadi istri yang baik.
Karena hanya diri saya sendiri, yang tak berhenti memarahi saya sebab tak juga mencapai ekspektasi profesi yang direncanakan.
Karena hanya diri saya sendiri, yang memaki-maki bahwa seumur hidup, saya tidak akan menjadi ibu yang penyayang dan tidak akan ada keluarga yang hangat untuk saya.
Karena hanya diri saya sendiri, yang menyatakan bahwa hidup saya akan dihabiskan secara ironis dengan melupakan impian dan secara heroik akan mengorbankan diri untuk kepentingan orang lain.
Karena hanya diri saya sendiri, yang terang-terang meledek bahwa sikap kaku dan dingin saya sifatnya permanen..
Karena hanya diri saya sendiri, yang menguak kembali satu persatu alasan mengapa saya pantas dikhianati.
Karena hanya diri saya sendiri, yang bisa mengemukakan dengan begitu seringnya penjelasan-penjelasan logis dan rasional yang akan bulat-bulat saya telan, dan percaya pada semua hal diatas.
Tapi di satu titik ada rasa marah dan muak yang luar biasa terhadap setan di kepala, dan saya sadar semuanya hanya masalah frekuensi.
Penjelasan rasional dan logis tidak selalu tunggal. Di kala ada penjelasan negatif, ada juga penjelasan positif. Mata uang selalu punya dua sisi.
Di kala saya bilang saya tidak akan punya keluarga yang hangat karena saya dibesarkan dalam keluarga yang dingin, sebenarnya saya bisa menjawab, ”Setiap orang punya kesempatan untuk merubah hidupnya.”
Di kala saya bilang saya tidak akan menjadi ibu yang baik dan keluarga yang hangat hanya ilusi, sebenarnya saya bisa melawan, ”Mengapa tidak bisa? Saya bisa belajar bersikap hangat, belajar memasak, belajar mengurus anak, belajar caranya belanja. Bukankah yang terpenting adalah memandang masa depan dengan solusi, bukannya meratapi masa lalu?”
Dan di kala saya bilang saya tidak pantas mendapat perlakuan sebaik ini dari kekasih saya, sebenarnya saya bisa dengan lantang berkata, ”Salah besar. Saya pantas. Karena saya memang berharga.”
Stephen J.Losier, Stephen Covey, Rhonda Byrne, Karim Hajee, Erbe Sentanu dan Rasulullah – yang sudah mendahului mereka semua dalam berteori – berkata benar bahwa karakter adalah masalah habit (kebiasaan). Kebiasaan mengulang pikiran negatif, akan menghasilkan karakter serupa. Sejalan dengan itu, kebiasaan mengulang pikiran positif, akan menghasilkan karakter yang optimis.
(Dari sebuah Milis)
Jika ada satu teori yang sangat saya mutlakkan kebenarannya, adalah premis dari Rasulullah SAW, bahwa MUSUH TERBESAR MANUSIA ADALAH DIRINYA SENDRI.
Karena hanya diri saya sendiri, hanya mengatakan bahwa saya tidak pantas mendapatkan perlakuan yang baik dari kekasih saya.
Karena hanya diri saya sendiri yang terus mencari-cari saat, kapan kekasih saya akan menyakiti, lalu ia akan berkata, “Nah! Apa saya bilang.”
Karena hanya diri saya sendiri, yang menghujat terus menghujat kegagalan saya mencapai target pekerjaan hari ini.
Karena hanya diri saya sendiri, yang berteriak kencang bahwa saya tidak akan pernah menjadi istri yang baik.
Karena hanya diri saya sendiri, yang tak berhenti memarahi saya sebab tak juga mencapai ekspektasi profesi yang direncanakan.
Karena hanya diri saya sendiri, yang memaki-maki bahwa seumur hidup, saya tidak akan menjadi ibu yang penyayang dan tidak akan ada keluarga yang hangat untuk saya.
Karena hanya diri saya sendiri, yang menyatakan bahwa hidup saya akan dihabiskan secara ironis dengan melupakan impian dan secara heroik akan mengorbankan diri untuk kepentingan orang lain.
Karena hanya diri saya sendiri, yang terang-terang meledek bahwa sikap kaku dan dingin saya sifatnya permanen..
Karena hanya diri saya sendiri, yang menguak kembali satu persatu alasan mengapa saya pantas dikhianati.
Karena hanya diri saya sendiri, yang bisa mengemukakan dengan begitu seringnya penjelasan-penjelas
Tapi di satu titik ada rasa marah dan muak yang luar biasa terhadap setan di kepala, dan saya sadar semuanya hanya masalah frekuensi.
Penjelasan rasional dan logis tidak selalu tunggal. Di kala ada penjelasan negatif, ada juga penjelasan positif. Mata uang selalu punya dua sisi.
Di kala saya bilang saya tidak akan punya keluarga yang hangat karena saya dibesarkan dalam keluarga yang dingin, sebenarnya saya bisa menjawab, ”Setiap orang punya kesempatan untuk merubah hidupnya.”
Di kala saya bilang saya tidak akan menjadi ibu yang baik dan keluarga yang hangat hanya ilusi, sebenarnya saya bisa melawan, ”Mengapa tidak bisa? Saya bisa belajar bersikap hangat, belajar memasak, belajar mengurus anak, belajar caranya belanja. Bukankah yang terpenting adalah memandang masa depan dengan solusi, bukannya meratapi masa lalu?”
Dan di kala saya bilang saya tidak pantas mendapat perlakuan sebaik ini dari kekasih saya, sebenarnya saya bisa dengan lantang berkata, ”Salah besar. Saya pantas. Karena saya memang berharga.”
Stephen J.Losier, Stephen Covey, Rhonda Byrne, Karim Hajee, Erbe Sentanu dan Rasulullah – yang sudah mendahului mereka semua dalam berteori – berkata benar bahwa karakter adalah masalah habit (kebiasaan). Kebiasaan mengulang pikiran negatif, akan menghasilkan karakter serupa. Sejalan dengan itu, kebiasaan mengulang pikiran positif, akan menghasilkan karakter yang optimis.
(Dari sebuah Milis)
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar