Hari ini tepat satu tahun perceraianku. Hari ini di tahun yang lalu, jam 10 pagi, hakim mengetukkan palu menerima dan mengesahkan gugatan ceraiku.
Aku menangis mendengar putusan hakim, bukan karena kehilangan suami tapi karena dua hal lain. Pertama, aku menangis karena lega selega-leganya. Beban satu ton seolah diangkat dari pundakku. Aku nggak perlu lagi hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura bahwa kami adalah keluarga yang harmonis, pura-pura bahwa suamiku adalah laki-laki yang setia dan jujur, pura-pura bahwa pipiku memar karena kejeduk kepala anakku atau bibirku berdarah karena ketendang anakku. Selamat tinggal kepura-puraan, selamat jalan kebahagiaan semu.
Kedua, aku menangis karena menyadari dan mensyukuri bahwa di tengah badai kehidupan, tidak sedetikpun Tuhanku meninggalkanku. Tengah malam, saat aku berteriak dalam hati 'aku merasa sangat sendirian', DIA berbisik dalam hatiku 'kamu tidak sendirian, ada Aku bersamamu'. Malam disaat aku memikirkan cara yang paling ok untuk mengakhiri hidupku dan ketika aku minta supaya DIA mengambil nyawaku saja karena aku sudah tidak tahan dengan beban ini, dengan penuh kasih DIA berkata dalam keheninganku 'hidupmu adalah anugerah terbesar dariKu, mengapa ingin kau sia-siakan'. DIA menepati janjiNYA bahwa tidak sedetikpun DIA meninggalkanku. DIA tidak mengijinkanku mengambil keputusan bodoh untuk mengakhiri hidupku.
Selama kurang lebih 8 tahun aku mencoba mempertahankan perkawinanku dengan air mata dan darah. Temen-temenku banyak yang komentar 'gila lo ya, Nov, bisa bertahan segitu lama' atau 'kuat banget sih lo' atau 'kok bisa sih Nov nanggung itu semua?' Tidak, sebagai manusia biasa aku tidak bisa, aku tidak kuat, aku tidak mampu. DIA yang menguatkanku, DIA yang memampukanku. Kekuatan ini adalah milikNYA dan DIA memberikannya kepadaku secara cuma-cuma untuk melewati satu babak kehidupanku.
Ada juga pertanyaan 'kok sampe segitu lama elo bertahan?' atau 'kenapa harus selama itu baru elo buat keputusan?' Banyak alasan bisa kuberikan saat pertanyaan itu dilontarkan, aku masih cinta atau demi anak. Tapi satu jawabanku adalah 8 tahun ialah waktu yang diberikan Tuhan untuk menyiapkanku. Dalam 8 tahun itu pada akhirnya aku dibawa kepada kepasrahan, pada kerelaan untuk menerima kenyataan hidup, keikhlasan untuk menerima perceraianku dan kelapangan hati untuk menerima status baruku sebagai janda dan sebagai orang tua tunggal. Waktu Tuhan selalu tepat, tidak pernah kurang dan tidak pernah lebih, tapi TEPAT. Mungkin kalau aku gugat cerai ketika anak-anak baru berusia 1 bulan sewaktu aku mengetahui bahwa ayah mereka menikah lagi, aku akan terpuruk dan tidak akan setegar sekarang ini..
Dear temans, satu babak kehidupanku ini membuatku lebih tegar sekaligus lebih berpasrah diri dihadapanNYA. Kalau aku menangis mengingat satu babak kehidupanku ini, itu adalah air mata haru yang penuh syukur. Syukur akan cinta TUHAN padaku yang tidak pernah ada habisnya.
Dan satu hal lagi, satu babak hidupku ini membawaku kepada kalian semua, sahabat-sahabatku sekaligus keluarga baruku. Thanks udah bersedia mendengarkan aku dan thanks udah membaca sharingku.
Cheers,
N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar