Jumat, 18 Juli 2008

Perceraian : Opsi yg positif

T ulisan yg suangat bersemangat dari member kami.
================================== 
 
Dear all,

Wah udah lama ga sharing di milis karena kesibukan kerja yang lagi seabrek2nya...so selagi ada di rumah neh (curi2 waktu cek imel di rumah) karena bisa dipastikan, saat2 ini, kalo di kantor ga bakal sempet even buat sekedar check and baca email.

Being Single Mom is not easy....ya..saya rasa seh konsekuensi itu udah kita sadari dan dipikirkan masak2 karena sebagai seorang perempuan yang dewasa baik dari segi umur dan emosional, apalagi dengan ditambah dengan embel2 berpendidikan, diharapkan mengambil keputusan bercerai tidak berdasarkan nafsu, emosi apalagi pengaruh/hasutan orang2 sekitar, tapi keputusan untuk bercerai memang kita yakini paling tidak pada saat itu  adalah keputusan yang terbaik, terutama untuk diri kita pribadi. Mungkin kesannya egois ya pas saya bilang itu keputusan yang terbaik untuk diri kita pribadi, kok ga mikirin dampaknya buat anak2? karena bagaimanapun perceraian akan membawa dampak yang tidak baik bagi anak2..atau sebaiknya pertahankan perkawinan semaksimal mungkin demi anak2..well, itulah statement yang sering kita denger dari lingkungan kita, bahkan para ahli psikologi juga sering banget memberikan saran seperti ini.

Tidak ada salahnya seh mendengar dan mempertimbangkan semua saran yang baik, tetapi semuanya itu kembali kepada diri kita sendiri karena kita sebagai salah satu pelaku dalam perkawinan dengan segala kebahagiaan dan kemelutnya, kita lah yang bisa benar2 menilai apakah tetap bertahan dalam perkawinan apapun alasannya (financial, anak2, keluarga, status,etc) atau mengambil opsi untuk bercerai? Saya mengartikan keputusan untuk bercerai disini karena menghadapi kenyataan masalah dalam perkawinan yang sangat2 berat misal KDRT fisik/emosional, perselingkuhan, perjudian etc karena saya yakin masalah2 kecil yang selama tidak menyinggung harga diri kita sebagai seorang wanita, istri, dan seorang ibu tidak akan menyebabkan seseorang (perempuan) berpikir dan mengajukan untuk bercerai.

Misal kita mempertahankan perkawinan karena alasan tergantung (mungkin tidak sepenuhnya) keuangan kepada suami, mungkin kita akan mempunyai pikiran seperti ini (apalagi kalo selama perkawinan, kita tidak kekurangan secara material)....."gimana ya nanti biaya pendidikan untuk anak2 apabila saya bercerai?, apakah bapaknya anak2 akan masih bertanggungjawab kepada anak2?, apakah anak2 nanti akan malu apabila dibilang keluarga broken home? apakah keluarga saya malu kalo saya nanti menyandang status janda?  kalo saya jadi janda, apa kata teman2 ya?" dan beribu2 pertanyaan negatif lainnya  yang seliweran di pikiran kita....Kenapa saya bilang negatif? Karena menurut saya pertanyaan2 seperti di atas datang/diciptakan dari pikiran kita sendiri yang sudah cenderung pesimis/negatif terhadap perceraian. Mungkin kemudian ada yang bertanya seperti ini "ya iyalah, mana ada seh orang yang memandang perceraian dengan positif?" atau "mana ada orang yang pengen bercerai?" atau "cuman orang yang ga berperasaan atau mungkin gila kali yang menganjurkan untuk bercerai karena Allah aja udah jelas2 menyatakan bahwa perceraian adalah hal yang dihalalkan tetapi Dia benci"...loh loh tunggu dulu, siapa juga yang menganjurkan untuk bercerai? saya hanya menyarankan untuk memandang opsi perceraian dengan pikiran yang positif, karena pikiran yang negatif akan menghasilkan sesuatu yang negatif pula yang pada akhirnya akan menurunkan rasa self pride diri kita sendiri (menimbulkan rasa rendah diri/ragu2), dan pribadi yang seperti itu akan turut mendukung pembentukan pandangan umum yang kurang baik terhadap diri kita.

Misal kita membatalkan perceraian karena setelah kita pikir2 kita setuju dengan pikiran2 kita diatas, kita takut kalo suami nanti tidak akan membiayai anak2 lagi atau takut anak2 akan menjadi anak2 yang berantakan karena berasal dari keluarga yang berantakan. Dan konsekuensinya kita nurut2 dan nerimo aja perlakuan suami ke kita dengan resiko makan hati, atau kita malah cuek ma keluarga yang penting keuangan terutama biaya buat anak2 lancar dan status di depan masyarakat tidak masalah. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kita benar2 bahagia dengan kondisi seperti ini? Kalo iya, maka tidak ada masalah. Tapi kalo saya pribadi, saya tidak akan bahagia, dan ketidakbahagiaan saya, ketidakharmonisan/kepura2an hubungan antar suami istri, cepat atau lambat akan dapat dilihat dan dirasakan oleh anak2, dan saya yakin anak2 tidak akan sepenuhnya bahagia apabila melihat salah satu atau kedua orangtuanya dalam keadaan tertekan/tidak bahagia. Apabila saya memposisikan pikiran saya sebagai seorang anak, saya lebih bahagia dengan keadaaan orang tua yang berpisah tetapi berteman baik daripada orang tua saya bersatu tetapi saya lihat mereka berantem dan saling menyakiti terus tiap hari atau saling cuek satu sama lain.

Untuk itu, sebaiknya cobalah untuk melihat dan berpikir secara positif-lah ketika sedang dalam proses menimbang2 keputusan untuk bercerai, misal membuat detail rencana hidup apabila terjadi perceraian seperti "mulai membuat list daftar pekerjaan atau mulai mengapply pekerjaan, mulai mengcontact kembali teman2/networking kita untuk melihat peluang, mulai melihat kemungkinan untuk berwiraswasta, mulai membuat rincian biaya hidup dengan anak2 hanya berdasarkan penghasilan kita (lebih baik kita mulai berpikiran yang terburuk bahwa suami tidak akan mensupport keuangan jadi nanti kita tidak akan kaget karena sebelumnya kita udah menduga hal ini), mulai menjalin hubungan yang lebih baik dengan keluarga karena setelah perceraian nanti kita tentunya akan lebih menbutuhkan bantuan mereka, mulai memikirkan cara untuk mengkomunikasikan kemungkinan perceraian kepada anak2 dan menyiapkan mental mereka, mulai membiasakan anak2 untuk hidup lebih sederhana". Pikiran2 positif yang seperti ini yang akan membuat kita untuk berpikir lebih objektif ttg perkawian dan perceraian yang secara otomatis akan membentuk diri kita menjadi seorang pribadi yang lebih optimis dan mandiri sehingga kalo pada akhirnya kita memutuskan untuk bercerai kita tidak akan berkeluh kesah mengenai suami yang tidak mensupport biaya anak2 atau (kemungkinan) tidak lagi mempunyai dendam/rasa marah kepada suami karena itu semua sudah kita sadari, pikirkan, dan kita cari way-outnya gimana sehingga setelah perceraian kita hanya memandang ke depan sebagai pribadi yang bebas dan mandiri (financial and emotionally independent).

Well, itu lah yang setidaknya saya lakukan selama kurang lebih 4 taun lebih saya menjalani kehidupan sebagai seorang single mom dengan 2 anak. Dan saya tidak pernah menyesali keputusan yang saya ambil dan saya lihat anak2 juga tidak kurang bahagia.
Dan hubungan saya dengan mantan suami, ataupun juga hubungan antara mantan suami dengan anak2nya juga lebih baik dibandingkan ketika kami menikah dulu. Mungkin karena saya sekarang tidak mempunyai ekspektasi apapun terhadap mantan suami, saya dan anak2 tidak bergantung secara keuangan kepada mantan suami, sehingga tidak ada kekecewaan yang mendasar. Dan juga mungkin karena ikhlas dalam memutuskan untuk bercerai dan menjalani kehidupan sebagai seorang single mom, itu turut membantu berkurangnya sehingga hilangnya rasa marah kepada mantan suami terhadap perlakuannya terhadap saya dulu sehingga saya bisa lebih baik berhubungan/berkomunikasi/bekerjasama dengan dia, dan saya lihat dia pun demikian. Dan hubungan kami yang jauh lebih baik berdampak pada anak2 yang tidak kehilangan kasih sayang dari kedua orangtuanya meskipun orang tuanya bercerai.

Oh ya saya pun ingin menambahkan sharing saya disini, mudah2an belom pada bosen ya he..he....Ketika maseh terikat perkawinan, saya juga tidak bekerja karena suami waktu itu lebih mengharapkan istrinya sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga. Karena saya langsung menikah setelah jadi sarjana, saya jadi tidak pernah merasakan rasanya bekerja. Dan ketika saya memutuskan untuk bercerai, terus terang timbul juga rasa khawatir dalam hati "apakah ada perusahaan yang akan menerima saya yang (pada waktu itu/bercerai) berusia 29 tahun dan sama sekali tidak punya pengalaman bekerja". Saking khawatirnya waktu itu, segala posisi pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya lamar, tidak pedulu walopun itu untuk level dan gaji yang paling remdah sekalipun karena saya menyadari keadaan saya, tapi sekhawatir2nya saya juga yakin Tuhan pasti akan memberikan jalan kepada saya dan anak2. Dan alhamdullillah, ga lama saya diterima dan akhirnya tetap bekerja sampe sekarng dan bisa menghidupi dan menyekolahkan ke dua anak saya. Percayalah, bahwa rejeki kita tidak ditangan suami ataupun ditangan orang lain. Tuhan telah menentukan porsi rejeki kita masing2 asal kita willing to work hard and to survive. Dan rasanya bangga sekali apabila kita bisa survive dan menghidupi anak2 kita dari kerja keras kita sendiri, dan saya yakin anak2 kita bisa menghargai kerja keras kita untuk menghidupi mereka, setidaknya itu lah yang saya dengar dari mulut anak bungsu saya sendiri yang menegur abangnya yang sedang malas belajar. si dedek bilang "bang dali belajar dong, kasihan kan mami kerja lembur terus cari uang buat sekolah bang dali" hmm...bangga sekalian mo nangis waktu ngedengernya.

Mengenai soal atasan sebaiknya kita kasih tau atau tidak mengenai status kita, bagi saya seh benernya ga ada masalah mo ngasih tau apa enggak....dan ga masalah juga bagaimana sikap atasan kita dalam menyikapinya. Dan juga ga masalah apakah atasan kita wanita atau laki2. Yang penting adalah sikap kita dalam menyikapinya. Apabila atasan malah menekan kita karena dia ngerasa kita butuh pekerjaan, tunjukkan selalu hasil kerja kita yang terbaik dan jangan mau untuk ditekan dengan bersikap kita bisa kerja dimana aja kita mau kok karena kita emang qualified untuk itu...dan yang paling penting untuk ga dicap negatif oleh orang2 sekitar, terutama lelaki, cuman satu caranya....selalu jagalah sikap kita sebagai seorang single mom yang bermartabat, pintar, pekerja keras, dan punya prinsip. Kalo kita udah bisa seperti itu, orang2 akan tidak memandang kita negatif, malah akan respek ma kita.

Wah udah jam segini, mesti mandi neh en siap2 ke kantor. Mudah2an sharing saya bermanfaat ya.


Salam


Vie

Tidak ada komentar:

Facebook