M. Yaya Sumardi Atmadja ---------------------------------------------------------------------------
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupan.
( Dorothy Law Nolte, Children Learn What They Live )
Cinta dan kasih sayang, tidak cukup hanya disimpan di hati. Hadirkan ia dalam kata-kata berupa motivasi, dukungan dan ungkapan perhatian serta kata yang menghibur. Ia juga perlu tindakan berupa sentuhan, pelukan, hadiah kecil dan kehadiran Anda pada moment-moment penting dalam hidupnya.
Ingatlah, anak keturunan Anda di masa yang akan datang adalah pundi-pundi doa suci yang menyelamatkan di kampung akhirat nanti, jika ditarbiyah dengan baik dan benar. Kenalkan mereka untuk ma’rifat pada PENCIPTA, gusti ALLOH SUBHANHAU WA TA’ALA. Ajari mereka untuk senantiasa DZIKIR pada Alloh, SYUKUR atas karunia nikmat yang dikaruniakan-NYA dan KHUSYU dalam berbadah kepada-NYA.
Berbahagialah, jika kita memiliki anak yang sholeh, anak yang mendoakan kita ketika meninggalkan dunia ini.
M. Yaya Sumardi Atmadja ----------------------------------------------------------------------
Sabda gusti Kanjeng Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam, "Berguraulah dengan anak kamu kala usianya satu hingga tujuh tahun. Bermainlah dengan mereka, bergurau hingga naik atas belakang punggung pun tak apa. Jika suka geletik, kejar-kejaran atau usik anak asalkan hubungan rapat”.
Lepas tujuh hingga 14 tahun kita diperintahkan gusti Kanjeng Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam untuk mendidik dan mengajar anak kita, pukullah dia kalau malas mendirikan sholat. Pukulan kita akan menjadi saksi di Yaumil Hisab nanti. Yang dipukul, sabda Beliau Rosul, bukan anggota yang sensitif atau berbahaya.
Jika dia baik dan menang dalam setiap pertandingan sekolah,ucapkan tahniah (ucapan selamat). Tidak salah kita cium atau peluk mereka sebagai tanda penghargaan.
Kala umur mereka 14 hingga 21 tahun jadikan kawan. Kita dengar hasrat dan citanya. Ambisi-ambisinya. Jaga jarak. Seperti kawan, kita adalah CS berat yang siap menampung keluh kesahnya. Di usia inilah, anak mengalami transisi nilai kanak-kanak ke orang dewasa. Perhatikan cara bergaulnya. Teman mainnya. Tetapi jangan seperti spionase yang memata-matai mereka. Kedurhakaan anak ada pada usia transisi ini. Salah pergaulan bisa sangat fatal akibatnya. Kendalikan dirinya. Bentuk watak dan hobinya, tanpa dia sadari bahwa Anda sedang mencetaknya menjadi manusia dewasa.
Yang penting anak-anak harus dilatih dan dibiasakan sholat berjamaah di masjid atau sekali-kali di rumah beserta ibunya, latih cium tangan dan peluk penuh kasih dan sayang, maka mereka akan lebih mudah Anda bentuk kepribadiannya. Semuanya memerlukan proses dan terutama keteladanan Anda sendiri.
Dari berbagai kasus yang pernah saya hadapi, sering kali anak-anak itu merasa kesal dan bosan dengan lingkungan keluarga dan rumahnya sendiri. Anda harus memaklumi kondisi ini. Mereka malas mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring. Sudah begitu, ibu biasanya suka sangat rewel dan cerewet perintah “ini-itu” pada anak. Pas, si anak tidak mau, maka meledaklah emosi dan amarah. Ini bukan pendidikan yang baik. Hanya semakin membuat anak tidak kerasan di rumah.
Boleh disuruh tetapi berikan hak mereka di rumah. Ingat, hanya karena Anda orang tuanya, itu tidak berarti menjadi MUTLAK segala perintah harus dilaksanakan. Target minimal adalah yang penting dia balik ke rumah dan suka tinggal di rumah ketimbang di luar rumah. Tugas anak adalah belajar dan bermain.
Jangan jadikan alasan sibuk bekerja. Tumbuhkan perasaan perhatian dan sangat peduli pada mereka. Cari cara lain, pulang di tengah malam, anak-anak sudah tidur, tengok ke kamar dan cium dahinya dan berdoa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Panggil nama anak Anda, bacakan Ummul Kitab Al Fatihah. Camkanlah, hubungan rohani tetap subur dengan ayat-ayat Alloh dan ciuman kasih sayang, walaupun anak tidur tetapi jiwanya senantiasa hidup.
Jangan kita bersikap pemarah dan berkuasa mutlak kepada mereka, jangan suka menghardik mereka dengan perkataan "bodoh, kurang ajar dan sumpah serapah lainnya.” Ingatlah, takutlah : sangat boleh jadi kata-kata makian dan cacian itu merupakan doa kepada mereka. Doa yang tidak kita sengaja dan tidak kita sadari inilah yang menyebabkan mereka durhaka kepada kita.
DOA ANAK-ANAK MAKBUL
Lazimnya orang tua, pantang dan gengsi bila anak menegur walaupun sadar bahwa dirinya memang salah. Jangan merasa tercemar harga diri karena ditegur anak-anak kita sendiri. Peribahasa berkata : “ bisa ular tidak hilang walau menyusur di bawah akar”. Artinya adalah kebaikan itu tetap kebaikan walaupun datangnya dari anak kecil.
Sayyidina Umar berkata, kanak-kanak tidak berdosa dan doa mereka mudah diterima Alloh Robbul ‘Alamin. Begitu juga dengan Rasulullah, kalau berjumpa anak-anak kecil, Baginda cukup hormat dan sayang sebab anak-anak tidak berdosa. Lagi pula apabila kanak-kanak menegur itu memang ikhlas, karena tidak ada pemikiran dan pertimbangan lain. Sarannya adalah polos dan sederhana. Apa yang difikirkannya, itulah yang dikatakannya. Maka, jika ditegur anak jangan marah, meskipun biasanya kritik mereka membuat malu kita karena di tempat umum.
Perasaan anak juga mesti dihargai. Orang tua yang kurang dialog dengan anak-anak, biasanya sering terjadi kesalahan interpretasi – miskomunikasi. Seperti menegur dengan ekor mata dan hardikan. Si anak rasa tersisih dan tidak dihargai. Apalagi jika teguran dan hardikan itu di depan kawan-kawan bermainnya. Anak jadi rendah diri. Malu pada kawan-kawannya. Ini yang tidak disadari orang tua. Kata – kata ini adalah palu godam yang bisa meremukredamkan pribadinya : “anak saya mah malas belajarnya. Maunya main terus. Jarang gosok gigi. Anak bandel. Makan pengen banyak terus. “ jangan pernah menceritakan kekurangan anak-anak sendiri di depannya.
BERTAUBAT SEBELUM MELARAT
Jika Alloh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan hidayah, segeralah insaf dan bertaubat. Tetapi bagaimana caranya jika orang tua telah meninggal sedangkan sewaktu hidupnya kita durhaka dan melawan mereka karena kita diperlakukan “tidak baik dan benar” ? Nah, menjadi kewajiban kita untuk memaafkan “kekurangan dan kelemahan” Ibu Bapak kita itu. Apa yang sudah kita alami jangan ditiru lagi pendidikan seperti Ibu Bapak kita itu. Ambil yang baiknya dan jangan dipakai metode pendidikan mereka yang salah. Anda harus bisa lebih maju dan baik karena Anda lebih terdidik dan terpelajar.
Bila insaf, luangkan waktu ziarah kubur Ibu Bapak kita dan bacakan ayat-ayat suci untuknya. Silaturrohim kepada kawan-kawan baik Ibu Bapak atau tetangga-tetangga yang masih hidup dan berbuat baik dengan mereka. Ini yang diajarkan gusti Kanjeng Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam. Sedekah ke masjid atas nama Ibu Bapak. Walaupun Ibu Bapak sudah meninggal, minta maaf berkali-kali semoga Ibu Bapak ridha dan Allah mengampuni dosa dan kesalahannya.
Saudaraku, Allah Maha Pengampun dan sangat luas rahmat-NYA. Tetapi jangan ambil kesempatan untuk berbuat jahat kemudian bertaubat. Hidup tidak akan tenteram dan bala bencana senantiasa turun dalam kehidupan Anda. Coba Anda perhatikan kemalangan yang berlaku setiap hari untuk mansuia-manusia yang rusak akhlaqnya dan jauh dari ibadah kepada Alloh. Ingatlah, kemalangan akan selalu menimpa apabila seorang anak : pertama jauh dari ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Kedua, menyakiti hati ibu.
HUBUNGAN DENGAN BAPAK
Biasanya, penghormatan dan berkhidmat kepada ibu yang dilebihkan, sedangkan bapak - merujuk pada perasaan - karena tidak perduli pada anak-anak saking jarangnya di rumah sibuk bekerja. Hubungan dengan bapak sepatutnya sama dengan ibu, tetapi dalam konteks Islam, apabila ada disharmoni keluarga, maka hormat dan khidmat kepada ibu harus tiga kali lebih tinggi tingkatnya ketimbang kepada bapak.
Demikian juga bila di rumah kita ada nenek atau uwak, sebenarnya golongan tua menguji kesabaran kita. Kita wajib mentaati dan menghormati para tetua dan sepuh kita sendiri.
JANGAN DURHAKA PADA MERTUA
Saudaraku, mertua mesti dimuliakan seperti kita menghormati orang tua sendiri. Mertua itu hanya istilah saja, hakikatnya beliau adalah orang tua kita sendiri. Kalau beliau sakit hati, samalah seperti tersinggungnya hati ibu kita sendiri. Kita sangat menyayangi dan mencintai anaknya kenapa tidak bisa menyayangi dan mengasihi orang yang melahirkannya ?
Bahkan, bukankah beliau yang membesarkan suami/isteri kita, yang kemudian setelah besar tampan / cantik, kita menikmatinya ? Hayoo, benar khan…?
Dalam kehidupan yang kian ganas dan buas ini, saya juga memahami ada kalanya hubungan menantu – mertua kurang harmonis, karena mertua suka pinjam uang, suka menginap terlalu lama di rumah, suka mengatur kehidupan rumah tangga anaknya dan contoh kasus lainnya. Ada perasaan sakit hati, sedikit kesal, marah, Atau bahkan dendam. Bersabarlah dan jalin hubungan baik Anda karena tingkat mereka sama seperti ibu bapa kandung.
Ini nasehat dari gusti Kanjeng Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam :
Kewajiban anak lelaki, pertama kepada Allah, kedua rasul, ketiga Ibu dan Ibu mertua, keempat bapa dan bapa mentua dan kelima baru isteri.
Sebaliknya anak perempuan, yang pertama Allah, kedua rasul dan ketiga suami. Jalan pintas ke syurga bagi anak-anak selain Allah adalah Ibu dan Bapaknya.
Perasaan mertua perlu dijunjung karena mereka berhak atas menantu. Seperti kisah Nabi Allah Ibrahim dengan anaknya Nabi Ismail, suatu hari, Nabi Ibrahim ke rumah anaknya dan kebetulan Nabi Ismail tidak ada. Di rumah isterinya pun tidak kenal dengan mentuanya.
Menantu berkasar kata ini menyebabkan Nabi Ibrahim kecil hati. Dan sebelum pulang dia berpesan kepada menantunya suruh suaminya menukar palang rumah kepada yang baru. Ketika Nabi Ismail pulang isterinya pun menggambarkan rupa lelaki tersebut dan menyampaikan pesannya. Nabi Ismail sadar itu adalah ayahnya. "Nabi Ismail insaf di sebalik simbol kata-kata ayahnya, bahwa isterinya bukan dari kalangan wanita yang berakhlak, lalu diceraikan. "Nabi Ismali menikah kedua kalinya dan bapaknya masih tidak mengenali menantunya.
Sekali lagi Nabi Ibrahim menengok dan menantunya melayani dengan bersopan santun walaupun tidak kenal siapa Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tertarik hati dan sebelum pulang berpesan lagi, katakan palang rumah anaknya sudah cukup baik dan jangan ditukar kepada yang lain.
Demikianlah, semoga bermanfat bagi Anda semua.
M. Yaya Sumardi Atmadja
Pengasuh Majlis Dzikir As-Syifa
Kompleks Masjid Jamie Al-Hikmah
Jl. R. A. A. Singasari No. 37 Anjun Kaler
Karawang Barat – Karawang 41311