Sabtu, 11 Oktober 2008

Ibuku, Madrasah Pertamaku


 
 
 

Ibuku, Madrasah Pertamaku

"Alangkah baiknya wanita menuntut ilmu setinggi
mungkin, bukan untuk berkarir di luar rumah, tetapi
untuk menjadi 'dosen' bagi putra-putrinya."
(Abah Syeikh, Majelis Jum'at siang tanggal 24
Desember 2004)

Madrasah
Ketika berbicara madrasah, maka yang tergambar pada
benak kita adalah lembaga pendidikan yang berbasis
Islam, di mana pada lembaga tersebut peserta didik
menimba ilmu, ajaran, norma, aturan dan sebagainya
dengan tujuan agar peserta didik (murid) menjadi
seseorang yang berakhlakul karimah; tapi
'madrasah' yang di sini adalah istilah yang
dipinjam sebagai penggambaran wadah bagi seorang ibu
untuk mendidik putra-putrinya, tentu dengan tujuan
yang sama.
'Madrasah' dalam keluaraga, yang notabene
dilakukan oleh ibu, lebih awal dilakukan dibanding di
luar keluarga (sekolah). Sekolah atau madrasah yang
kita kenal bersama selama ini, akan dimasuki anak
ketika anak mulai menginjak usia sekolah ( sekitar ±
7 tahun ).
Ketika janin mulai ada dalam kandungan ibu sampai
lahir di dunia, dan ketika anak belum memasuki usia
sekolah atau siap bersosialisasi dengan dunia luar,
maka 'lembaga pendidikan' nya berada di rumah
yakni bersama ibu. Sehingga tidaklah salah apabila ada
ungkapan, "Ibu adalah sekolahan bagi generasi,
apabila dipersiapkan". Seorang pujangga Arab (Ahmad
Syauqi) melalui syairnya mengungkapkan :

Ibu adalah sekolah, apabila dia mempersiapkannya.

Dia menyiapkan masyarakat yang baik keturunannya.

Bagiku, pendidikan tertumpu di tangan para wanita.

Kaena dia usir kerusakan dengan cahaya terangnya.

(Adil Fathi Abdullah., Menjadi Ibu Ideal., Pustaka
Al-Kautsar., 2003)

Tersirat di sini, wanita (ibu) memiliki 'cahaya'
bagi putra-putrinya. Ketika cahaya itu terang, maka
seorang ibu dapat menanamkan nilai-nilai mulia dalam
diri anak, sehingga tumbuh menjadi pribadi yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, tapi
sebaliknya ketika cahaya itu redup atau padam, maka
ibu dapat menjadikan putra-putrinya menjadi sosok yang
bertolak belankang dengan yang diharapkan.

"Anak yatim-piatu, bukan hanya yang mati dua orang
tuanya hingga mereka hidup sengsara lagi menderita.
Anak yatim-piatu adalah juga yang ditelantarkan
ibunya, sementara sang ayah sibuk dengan dunianya."

Mengapa Ibu ?
Setiap manusia yang terlahir di dunia, pasti mempunyai
ibu yang telah mengandung (umumnya) selama 9 bulan 10
hari. Ikatan ibu dengan anak amatlah kuat, dikarenakan
adanya ikatan rahim. Sesunggunya seorang ibu memiliki
kedudukan yang sangat mulia dan pengaruh yang sangat
besar, dan tidak hanya dirasakan oleh satu orang saja,
tetapi kemuliaan dan pengaruhnya yang besar itu turut
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada.
Ibu merupakan sosok pendidik yang utama bagi setiap
anak, menjadi sosok panutan serta pribadi ideal yang
didapati setiap anak pada saat pertama kali mata
terbuka untuk melihat dunia. Peranan ibu tidak
terbatas pada pemberian bekal jasmani atau fisik saja,
tetapi juga bagi perkembangan rohanni dan pemberian
kasih saying. Karena besarnya tanggungjawab dalam
pendidikan anak ini, maka harus disikapi dengan cerdas
oleh ibu.

Ibu yang Cerdas
Ibu yang cerdas, bukan hanya monopoli ibu yang
bergelar kesarjanaan belaka, tetapi lebih pada
seberapa jauh ibu ini mengerti atau memahami kebutuhan
putra-putrinya sesuai taraf tumbuh kembangnya dan
mengetahui cara pemenuhannya. Tidak dapat dipungkiri,
memang pendidikan tinggi seorang ibu dapat memberikan
sumbangan tentang cara yang baik mendidik
putra-putrinya. Tetapi sumbangan terbsesar dalam
mendampingi setiap tahap tumbuh kembang
putra-putrinya.

Pengaruh "Fase Tumbuh Kembang" Terhadap
Pembentukan Kepribadian Anak
Secara garis besar fase tumbuh kembang anak terbagi 2
(dua) bagian, yaitu :

1.Fase ketika berada dalam kandungan atau masa
prenatal

Dari berbagai penelitian empiris, diketahui bahwa
banyak kejadian pada saat prenatal ini yang mempunyai
pengaruh pada tumbuh kembang anak di kemudian hari.
Kebiasaan ibu yang negative, (misalnya alkoholik
ketergantungan obat, narkoba), juga ketidakdisiplinan
atau ketidakteraturan pola hidup, dan kondisi
psikologis yang labil (misalnya traumatic, depresi,
stress yang berkepenjangan) akan mempunyai dampak yang
buruk bagi proses tumbuh kembang anak, seperti
misalnya anak tuna grahita(cacat mental), cacat fisik,
hiperaktif, IQ yang rendah, emosi yang labil.
Sangatlah baik jika pada fase ini, ibu dalam keadaan
jasmani dan rohani yang stabil, sehingga memungkinkan
membawa dampak yang positif bagi proses tumbuh kembang
anak di kemudian hari.

2. Fase ketika telah terlahir di dunia atau masa
prenatal

Kesiapan ibu menghadapi kelahiran anak, juga mempunyai
pengaruh bagi anak di kemudian hari. Sangatlah baik
jika proses kelahiran dilakukan secara alami, yang
tentunya harus didahului dengan kesiapan ibu secara
fisik dan mental menghadapinya.
Masa ini sering juga disebut sebagai masa keemasan
atau gold period. Pengetahuan tentang masa peka tumbuh
kembang anak sangatlah penting, karena pada masa ini
terdapat satu atau lebih aspek tumbuh kembang anak,
yang apabila distimulus (dirangsang) dengan baik akan
berkembang dengan sangat bagus.
Misalnya :
Ketidaktahuan tentang masa peka, akan berakibat
misalnya pada terganggunya proses sosialisasi anak
(sulit bergaul, anti social), terhambatnya
perkembangan psikologis, berkurangnya fungsi atau
kerusakan otot dan tulang.

Ibuku, Madrasah Pertamaku
Ilmu merupakan ciri dari kemajuan dan ketinggian
sebuah masyarakat atau bangsa, dan Islam memberikan
pesan kepada kita semua untuk senantiasa menuntut
ilmu. Sebuah ungkapan juga mengatakan :

"Ilmu dapat membangun rumah-rumah yang tak
berpondasi; dan kebodohan menghancurkan bangunan yang
kokh sekalipun".

Untuk mencetak generasi penerus yang berilmu dan
berakhlakul karimah, ibu sebagai pendidik awal
sangatlah berperan. Ibu sebagai orang terdekat anak
mempunyai pengaruh yang besar dalam "memasukkan"
aqidah, nilai-nilai moral, ilmu yang berkaitan dengan
seluk beluk kehidupan, bahkan sampai dengan sopan
santun, tutur bahasa yang dimiliki anak tidak lepas
dari ajaran-ajaran orang terdekat, contohnya adalah
ibu. Bukankah pelajaran yang paling mudah melekat, itu
datangnya dari orang yang terdekat, orang yang
disayangi, dicintai termasuk juga orangtua.
Alangkah bahagianya anak, sebagai generasi pengerus
Islam bila berkesempatan ditempa sedari awal dalam
"madrasah", di mana ibu sebegai pendidik,
mempunyai wawasan luas, penyabar, ikhlas, dapat
dijadikan teladan, yang tetap mempunyai sikp tegas
dalam kelembutannya, selalu menyediakan jawaban yang
baik dan benar, baggi setiap pertanyaan anak. Bukankah
generasi penerus adalah cermin diri kita ??

Seperti yang Abah ngendika : "Yen kowe pengi ngerti
awakmu, dhelengen anakmu. Ya kuwi sejatine
gambaranmu"

.

__._,_.___

Tidak ada komentar:

Facebook