Komunitas Single ParentDibuat untuk mendukung milis indosingleparent@yahoogroups.com
Rabu, 26 Mei 2010
Universitas Kehidupan
Komunitas Single ParentDibuat untuk mendukung milis indosingleparent@yahoogroups.com
Psikologi anak-anak korban perceraian
Memang ada pandangan psikologi mutakhir yang menyatakan orang bisa hidup lebih bahagia setelah bercerai. Bahwa perceraian bukan akhir kehidupan suami istri. Namun, orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak mengatasi penderitaan akibat ayah Ibunya berpisah.
Dari waktu ke waktu, kasus perceraian tampaknya terus meningkat. Maraknya tayangan infotainment di televisi yang menyiarkan parade Artis Dan public figure yang mengakhiri perkawinan mereka melalui meja Pengadilan, seakan mengesahkan bahwa perceraian merupakan tren. Sepertinya kesakralan Dan makna perkawinan sudah tidak lagi berarti. Pasangan yang akan bercerai sibuk mencari pembenaran akan keputusan mereka untuk berpisah. Mereka tidak lagi mempertimbangkan bahwa ada Yang bakal sangat menderita dengan keputusan tersebut, yaitu anak-anak.
Namun, fenomena perceraian marak terjadi bukan hanya di kalangan artis atau public jIgure saja. Di dalam keluarga sederhana, bahkan di dalam Lingkungan pendidik, lingkungan yang tampak religius, perceraian juga Banyak terjadi.
Salah satunya terjadi pada Pak Edy (bukan nama sesungguhnya) ,
Sambil bertanya, sekilas ia menjelaskan kesulitannya mengasuh anak satu-satunya yang berusia empat tahun. Doni, nama anak itu, menjadi sangat nakal dan tidak mau ditinggal bekerja oleh ayahnya. Di akhir Cerita, Pak Edy baru mengaku bahwa ia telah berpisah dengan istrinya karena ketidakcocokan.
Pada kisah lainnya, Ayu, bocah berumur delapan tahun, mengalami perubahan sangat memprihatinkan setelah orangtuanya bercerai. Ayu enggan berangkat ke sekolah. Sebab, di lingkungan dia belajar itu banyak temannya yang bertanya-tanya tentang kasus perceraian orangtuanya.
Ayu menjadi malu, merasa dirinya sangat buruk karena memiliki orangtua yang bercerai. Dalam hati Ayu juga merasa marah kepada ayah dan ibunya kenapa mereka sering bertengkar dan saling marah. Akibatnya, sulit baginya mengharapkan bisa bepergian sekeluarga ke mal atau keluar kota untuk berlibur, seperti yang dialami teman-temannya.
Sejak perceraian itu semangat belajar Ayu menurun drastis, Sehingga nilai rapornya pun merosot. Anak yang tadinya gembira dan ceria itu berubah diam, pasif, dan murung, dengan badan yang juga semakin kurus.
Reaksi Berbeda
Seperti yang terjadi pada Doni Dan Ayu, perceraian selalu saja merupakan rentetan goncangan-goncangan yang menggoreskan luka batin yang dalam bagi mereka yang terlibat, terutama anak-anak.
Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai Oleh orangtuanya, namun tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak mereka.
Reaksi anak berbeda-beda terhadap perceraian orangtuanya. Semua tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang berlangsung sebelum terjadi perceraian.
Setiap anak menanggung penderitaan dan kesusahan dengan kadar yang berbeda-beda. Anak-anak yang orangtuanya bercerai, terutama yang sudah berusia sekolah atau remaja biasanya merasa ikut bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian itu. Mereka juga merasa khawatir terhadap akibat buruk yang akan menimpa mereka.
Bagi anak-anak, perceraian merupakan kehancuran keluarga yang akan mengacaukan kehidupan mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya rasa cemas terhadap kehidupannya di masa kini dan di masa depan. Anak-anak yang ayah-ibunya bercerai sangat menderita, dan mungkin lebih menderita daripada orangtuanya sendiri.
Akibat Emosional
Dalam suatu perceraian, orangtua mencurahkan seluruh waktu dan uangnya untuk saling bertikai mengenai harta, tunjangan uang yang akan diberikan suami setelah bercerai, hak pemeliharaan anak, dan hak-hak lain.
Sementara itu, mereka hanya mencurahkan sedikit waktu atau usaha untuk mengurangi akibat emosional yang menimpa anak-anaknya. Pengacara yang terlibat dalam perceraian tersebut, sesuai tugasnya memang hanya memfokuskan diri pada masalah hukum saja. Biasanya mereka kurang memperhatikan akibat emosional pada diri anak-anak yang jadi Korban dalam peristiwa perceraian tersebut.
Mereka umumnya kurang ikut memikirkan bagaimana memberikan konseling Kepada kliennya, dalam hal ini orangtua yang mau bercerai, tentang cara-cara terbaik dalam membantu anak-anak mengatasi dan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
Walaupun orangtua telah berusaha menyelesaikan perceraian dengan hati-hati dan damai, tidak Ada cara yang dapat mereka lakukan untuk menghindari akibat negatif terhadap anak-anak. Oleh karena itu, menjadi penting bagi orangtua yang dalam proses Perceraian untuk sebaik mungkin mengambil usaha-usaha khusus untuk Meminimalkan penderitaan dan kesusahan anak-anaknya. Ini membutuhkan perhatian dan usaha aktif dari pihak orangtua.
Sampai Dua Tahun.
Umumnya anak-anak yang orangtuanya bercerai dilanda perasaan-perasaan kehilangan (hilangnya satu anggota keluarga: ayah atau ibunya), gagal, kurang percaya diri, kecewa, marah, dan benci yang amat sangat.
Richard Bugeiski Dan Anthony M. Graziano (1980) menyatakan bahwa dua tahun pertama setelah terjadinya perceraian merupakan masa-masa yang amat sulit bagi anak-anak. Mereka biasanya kehilangan minat untuk pergi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, bersikap bermusuhan, agresif depresi, dan dalam beberapa kasus Ada yang bunuh diri.
Anak-anak yang orangtuanya bercerai menampakkan beberapa gejala fisik dan stres akibat perceraian tersebut seperti insomnia (sulit tidur), kehilangan nafsu makan, dan beberapa penyakit kulit.
Riset menunjukkan, setelah kira-kira dua tahun mengalami masa sulit dengan perceraian orangtuanya, sampailah anak-anak tersebut ke masa keseimbangan atau masa equilibrium. Di masa itu, kesusahan dan penderitaan akut yang mereka alami sejak terjadinya perceraian mulai berkurang.
Anak-anak telah belajar menyesuaikan diri dan melanjutkan kehidupan mereka. Namun, perceraian orangtua tetap menorehkan luka batin yang menyakitkan bagi mereka. Selain beberapa dampak di atas, dalam beberapa kasus terjadi anak yang orangtuanya bercerai, pada saat dewasa, menjadi takut untuk menikah.
Dia khawatir perkawinannya nanti akan mengalami nasib yang sama seperti orangtuanya.
Kasus yang lain, anak yang orangtuanya bercerai, pada saat dewasa jadi membenci laki-laki atau perempuan karena menganggapnya sama dengan ayah atau ibunya yang telah menghancurkan keluarganya.
Yang Perlu Dilakukan.
Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya.
Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya.
Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut.
Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah mencarikan orang dewasa lain seperti tante atau paman, yang untuk sementara dapat mengisi kekosongan hati mereka setelah ditinggal ayah atau ibunya. Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan yang memperkuat mereka dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti
ketika belum ada perceraian.
Ketika dia bukan untukmu
Ingatlah...
Senin, 24 Mei 2010
Hargailah Waktu
Love our children
Sabtu, 22 Mei 2010
Tahukah kamu
Hati seorang ayah
Selalu ada cinta untuk buah hati
" menatap kepolosan anak-anak, memberi keteduhan jiwa "
From : WJ
Komunitas Single ParentDibuat untuk mendukung milis indosingleparent@yahoogroups.comPenjara Pikiran
Seekor belalang lama terkurung dalam satu kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya.
Di perjalanan dia bertemu dengan belalang lain, namun dia heran mengapa belalang itu bisa lompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran dia bertanya,
"Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku,padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?" Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan,
"Dimanakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan."
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.
Sering kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman,tradisi, dan semua itu membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita.
Sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dgn tali yang terikat pada pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada "sesuatu" yang mengikat kaki nya, padahal "sesuatu" itu bisa jadi hanya seutas tali kecil...
Sebagai manusia kita mampu untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin kita capai. Sakit memang, lelah memang,tapi jika kita sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan kita akan lebih baik kalau kita hidup dengan cara hidup pilihan kita sendiri, bukan dengan cara yang di pilihkan orang lain untuk kita .
Pendaki Gunung
Doa pemulung
Pinggiran Jalan di salah satu sudut Kota Jakarta, waktu menunjukkan pukul 21.30 sebuah keluarga pemulung tampak sedang bersiap untuk beranjak tidur Sementara, lalu lintas yang hanya berjarak 5 meter dari “rumah” mereka seperti tak pernah tidur, suara-suara kendaraan dengan klaksonnya yang selalu saja berlomba untuk minta di dengar Dan tidak mau mengalah dengan kendaraan lain.
Ditengah kebisingan jalanan, ketiga anak pasangan pemulung itu, sudah terlelap, wallahu a’lam karena tidur mengantuk atau memang letih mencari rongsokan.
Tak sengaja, seorang ayah muda berdiri tepat dekat dengan mereka, sambil sesekali menatap “keluarga kecil” tersebut, Mata ayah muda itu juga berusaha untuk tetap “memonitor” kendaraan yang akan membawanya pulang.
Samar-samar, ayah muda itu mendengar sebuah dialog “keluarga kecil” tersebut, ehm, cukup menarik, inspiraitf Dan penuh hikmah, walaupun mencoba “berjuang nguping” dikarenakan suara kendaraan yang lalu lalang.
“Shalihah, mari Kita tidur, ingat, seharian tadi Kita begitu lelah mencari barang-barang rongsokan, coba kamu perhatikan wajah manis anak-anak Kita” ucap sang suami kepada istrinya yang memang belum juga tertidur seperti sedang memikirkan sesuatu, Dan sang istri hanya membalas dengan senyuman termanis.
“Iya kang, walaupun anak-anak Kita belum makan, namun mereka begitu lelap, semoga mereka diberi mimpi yang indah malam ini” ucap sang istri sambil mendekatkan dirinya kepada barisan anak-anaknya yang sudah berjajar dengan alas sehelai Koran Dan mencoba menatap wajah anak-anaknya dengan penuh cinta.
“Bidadariku, Kita berdo’a dahulu yuk sebelum tidur !” ajak sang suami sesaat sebelum istrinya merebahkan diri. “Meskipun Kita pemulung, yakinlah bahwa Allah Maha Mendengar do’a setiap hamba-Nya, Moga setelah berdo’a lapar Kita juga akan hilang”sambil mengusap pundak kekasih hatinya itu.
Dengan segera mereka berdua mengangkat tangan,
“Ya Allah, selamatkanlah istri Dan anakku,
Hindarkanlah hati mereka dari iri Dan dengki
Kepada penguasa Dan orang-orang kaya di
Tengah kelaparan mereka”
“Ya Allah, yang Maha Kuasa,
Jadikanlah kami hamba-hambaMu yang bersyukur,
Kuatkanlah jiwa kami Dan kami mohon bimbinganMu
Dalam hidup ini”
Ayah muda itu melihat buliran air Mata perlahan mengalir ke wajah mereka mereka berdo’a begitu khusyu, seperti tidak memperdulikan kondisi jalanan yang memang bising walaupun Hari kian malam
Setelah berdo’a, suami pemulung itu berpesan kepada istrinya,
“Istriku yang cantik, Esok Hari perjalanan Kita masih sangatlah panjang, Usah kau tangisi nasib Kita Hari ini mari tidurlah lupakan sejenak, beban derita Kita lepaskan”
“Karawaci-karawaci, Islamic-Islamic”, suara kenek memecah kekhusyuan ayah muda itu ‘mengambil pelajaran’ dari keluarga pemulung itu
Dan akhirnya ayah muda itu-pun memberhentikan kendaraan bus Dan dengan senyum senang, karena mendapatkan pelajaran berharga malam itu.
“Terima kasih ya Allah atas pelajaran malam ini, Kekayaan terbesar adalah keluarga, Ya Allah jadikanlah hambaMu ini seorang yang dapat membawa keluargaku kepada keridhaanMu, menjadi keluarga yang bersyukur Dan bersabar dalam menjalani hidup ini”. Bisik hati ayah muda itu di tengah suara pengamen di dalam busnya