Selasa, 11 Desember 2007

FW: Orangtua Pemicu Konflik Diri Anak?

Orangtua Pemicu Konflik Diri Anak?

oleh :
Ariesandi S.,CHt

Sony sedang bermain bola di halaman. Tiba-tiba .......... pyaarrrrr! Bolanya mengenai pot tanaman mahal dan membuatnya pecah berkeping-keping. Ia sangat ketakutan karena itu adalah pot tanaman kesayangan mamanya. Ia segera menyembunyikan bolanya dan bergegas masuk ke kamar membaca buku.

Tak berapa lama ia mendengar langkah kaki mamanya baru datang dari kantor memasuki rumah sambil berteriak, "Bibi ........ siapa yang pecahkan pot tanaman di depan?" Bibi pembantu rumah tangga ketakutan melihat pot tanaman tersebut telah pecah berkeping-keping. "Bibi tidak tahu. Dari tadi Bibi di belakang menyeterika pakaian dan tak mendengar apapun. Maaf Bibi benar-benar tidak tahu hal ini terjadi!"

"Sony! Di mana kamu? Cepat ke sini!", teriakan mamanya mengejutkan Sony yang sudah gemetaran. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan wajah mamanya muncul seraya mengatakan, "Sony siapa yang memecahkan pot tanaman Mama di depan?"

Jantung Sony berdegup kencang. Apa yang harus ia katakan? Berkata jujur pasti dimarahi juga. Seperti kejadian yang lalu ia berkata jujurpun masih diomeli dan dihukum. Berkata bohong atau pura-pura tidak tahu juga dihukum. Saat itu tak ada yang bisa menolongnya. Orangtua yang menjadi tempatnya berlindung saat ini menjadi musuh yang siap menerkam dirinya. Ia bingung. Ia cemas. Ia ketakutan. Ia tak punya tempat berlindung. Konflik seperti ini yang tak pernah ia mengerti sering terjadi dalam kesehariannya. Harus bagaimanakah ia bersikap?

Anton sedang bermain dengan adiknya dan tiba-tiba saja si adik menangis dengan keras karena mainannya direbut. Anton tidak mau mengalah dan malahan mengejek adiknya. Ibunya melihat hal itu terjadi dan dengan serta merta berteriak dengan suara nyaring nan merdu, "Ayooo......, teruskan....... ya ganggu adikmu terus. Nanti Mama hukum kamu kalau terus ganggu adikmu. Kan adikmu masih kecil kamu yang lebih tua ngalah dong?"

Anton terdiam kebingungan, dalam hatinya ia berkata, "lho tadi katanya disuruh terus, lha kok kalau saya teruskan malah dihukum dan kapan adik akan jadi lebih tua daripada kakak ya?"

Anton mempunyai pikiran seperti itu karena telah sering mendengar ucapan ibunya yang seperti tadi. Setiap kali ia dan adiknya berebut mainan selalu saja adiknya akan menangis untuk menarik perhatian ibunya. Dan anehnya  ibunya selalu mengatakan hal yang sama seperti di atas kepadanya.

Sejak saat itu Anton selalu mencari makna atas perkataan orangtuanya. Ia sering bingung sendiri, tanpa disadari tentunya, apakah yang sebenarnya dimaksudkan oleh orang dewasa di sekitarnya. Jika ia sendirian seringkali memorinya memunculkan perkataan-perkataan orangtuanya dan orang dewasa di sekitarnya yang membuat ia bingung. Tanpa disadari ia tumbuh dengan sikap penuh keraguan dan susah mengambil keputusan dalam waktu cepat. Ia menjadi tidak berani memutuskan sesuatu dan lambat laun inisiatifnya untuk memulai sesuatu semakin menurun.

Cepat atau lambat kita bisa meramalkan apa yang akan terjadi pada diri anak yang sering harus  mencari makna atas setiap tindakan atau perlakuan dari orang di sekitarnya. Mereka akan tumbuh dengan sikap penuh keraguan dalam bertindak, takut dikritik, perfeksionis, tidak berani mengambil keputusan besar, kurang berinisiatif dan tergantung pada orang lain.

Sampai di sini anda mungkin berpikir, "Wah susah sekali menjadi orangtua. Kok ini salah dan itu salah ya. Saya dulu juga diperlakukan seperti itu oleh orangtua saya. Tapi kok ya .... tidak apa-apa tuh ? Sekarang hidup saya juga sukses ?!"

Oh yaaaa........ Pernahkah anda merenung dan menggali dalam diri anda apakah ada konflik-konflik kecil yang timbul yang anda abaikan saja karena tidak tahu jawabannya. Dan anda mengabaikan karena anda melihat sepintas tidak ada pengaruh besar bagi kehidupan anda. Sesekali saja muncul tapiiii .... ya tidak perlu diungkit lagi ah.

Anda benar. Anda bisa sukses dengan apa yang orangtua anda telah lakukan pada anda. Dan tahukah anda seandainya orangtua kita melakukan sesuatu yang lebih positif lagi dari apa yang telah dilakukannya maka kita bisa jadi lebih sukses daripada sekarang. Bukankah setiap akibat merupakan hasil dari suatu sebab. Dan jika sebabnya berbeda maka akibatnya berbeda juga, betul kan ?

Berhati-hatilah dengan apa yang kita ucapkan dan lakukan kepada anak-anak kita. Jika perkataan dan perbuatan itu sering diulang maka pikiran bawah sadar anak akan menangkapnya dan menyimpannya sebagai fakta kebenaran. Apapun faktanya, positif ataupun negatif, akan dianggap sebagai kebenaran dan diwujudkan dalam realita fisik si anak. Itulah yang disebut hypnosis. Kita sadari atau tidak, kita telah menghypnosis anak-anak dengan perkataan dan perbuatan kita. Kita telah menghypnosis anak-anak kita dengan lakon sehari-hari yang kita pentaskan sebagai drama kehidupan di depan mata mereka.

Jika anda ingin mengatakan sesuatu katakan dengan konsisten dan katakan apa yang anda inginkan terjadi, jangan membuat anak mencari-cari sendiri makna dari ucapan atau tindakan anda. Mereka butuh bimbingan dan kasih sayang tulus. Mereka butuh penghargaan.

Membiarkan anak mencari-cari makna atas tindakan dan ucapan kita mengandung resiko besar. Jika mereka mendapatkan makna yang benar tidak jadi soal. Tetapi bagaimana jika pemaknaan yang mereka berikan salah dan terpatri dalam pikiran mereka?
Marilah kita memikirkan ulang setiap tindakan dan ucapan kita pada anak-anak yang kita sayangiDalam tingkat tertentu orangtua menentukan nasib seorang anak melalui perkataan dan teladan yang diberikannya.

Tidak ada komentar:

Facebook